angioneurotic edema - repository.usu.ac.id

13
ANGIONEUROTIC EDEMA OLEH Ahyar Riza NIP 132 316 965 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Ahyar Riza : Angioneurotic Edema

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

ANGIONEUROTIC EDEMA

OLEH Ahyar Riza

NIP 132 316 965

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Ahyar Riza : Angioneurotic Edema

Page 2: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

ANGIONEUROTIC EDEMA

OLEH Ahyar Riza

NIP 132 316 965

Kepala Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial

Fakultas Kedokteran Gigi USU

Eddy A. Ketaren drg., Sp. BM

NIP. 130 810 196

1

Page 3: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

BAB II ANGIONEUROTIC EDEMA .......................................................... 2

2.1 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS .......................................... 2

2.2 GAMBARAN KLINIS .............................................................. 3

2.3 GAMBARAN HISTOPATOLOGIS ........................................ 5

2.4 DIAGNOSA ................................................................................. 6

BAB III PERAWATAN DAN PROGNOSA ............................................... 7

BAB IV KESIMPULAN .................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 10

2

Page 4: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN

Angioedema adalah suatu pembengkakan edematous yang difuse pada jaringan

lunak umumnya melibatkan jaringan penghubung subcutaneus dan submukosa tetapi

dapat juga mempengaruhi saluran pencernaan atau saluran pernapasan, adakalanya

dengan hasil fatal. Hal ini biasa juga dikenal sebagai Quincke's disease, awalnya

klinisi menghubungkannya pada perubahan penggantian permiabilitas vaskuler. Dulu

istilah yang digunakan adalah Angioneurotic edema sebab pasien sering mengeluh

suatu sensasi “choking” dan dinamakan sakit saraf. (Neville, 2002)

3

Page 5: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

BAB II

ANGIONEUROTIC EDEMA

2.1 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Meningkatnya pengetahuan tentang angioedema sangatlah penting. Kemajuan

ini telah membuktikan bahwa sesungguhnya penyakit jauh lebih rumit dibanding

sebelumnya, tetapi pengertian yang mendalam secara langsung mempengaruhi

pendekatan terapi. Penyebab yang paling umum adalah mast sel degranulation, yang

memimpin ke arah pelepasan histamine dan perubahan klinis yang khas. Reaksi

hipersensitiv IgE-mediated disebabkan oleh obat, makanan, tumbu-tumbuhan, debu,

dan hasil pernapasan mast sel degranulation. Reaksi alergi oleh kontak makanan,

kosmetik, pengobatan secara topikal, dan bahkan dengan rubber dams. Mast sel

degranulation dapat menyebabkan stimulus pisik, seperti panas, dingin, latihan,

tekanan emosional, ekspose matahari dan getaran yang berarti. (Price, 1995; Janeway;

1997; Neville, 2002)

Hal yang biasa dari pola reaksi obat dapat menghasilkan beberapa bentuk

angioedema dimana IgE tidak terlibat sebab tidak menggunakan jenis obat

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) inhibitor. Obat ini populer pada perawatan

hipertensi dan gagal jantung kronis; umumnya yang termasuk ACE-inhibitor adalah

captopril, enalapril, dan lisinopril. Rupanya obat ini menyebabkan angioedema sebab

meningkatkan bradikinin, dan pembengkakan dimana obat anti alergi tidak

berpengaruh. Prevalensi angioedema diperkirakan 0.1% sampai 0.2% dari mereka

yang menggunakan ACE-inhibitor. Umumnya pasien terpengaruh, angioedema

muncul dalam jam awal penggunaan obat tersebut. Dilaporkan 30% kasus angiodema

hilang, lama antara jarak awal penggunaan obat dan awal serangan adalah 7 tahun.

4

Page 6: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

Serangan dapat dipercepat oleh prosedur mengenai gigi telah lama dilaporkan

terhadap para pemakai ACE-inhibitor. (Neville, 2002)

Angioedema dapat diakibatkan oleh pengaktifan complement pathway.

Kemungkinan dapatan atau herediter. Bentuk herediter dapat dilihat pada dua

autosomal dominan yang jarang. Tipe I sebesar 85% pada kasus herediter, disebabkan

oleh berkurangnya kuantitas inhibitor mencegah perubahan bentuk C1 ke C1 esterase.

Tanpa tingkatan yang cukup inhibitor ini (C1-INH), C1 esterase membelah C4 dan C2

dan mengakibatkan angioedema. Tipe II memperlihatkan tingkatan C1-INH normal,

tetapi inhibitor tidak berfungsi. (Abram, 1995; Janeway; 1997; Neville, 2002)

Tipe dapatan deficiency C1-INH tampak berhubungan dengan tipe tertentu

lymphoproliferative diseases atau pada penderita dengan perkembangan

autoantibodies spesifik. Perkembangan lymphoid meningkatkan konsumsi C1-INH,

dan autoantibodies mencegah C1-INH ke C1. Keduanya tipe dapatan dan herediter

aktifitas C1-INH abnormal, truma kecil, seperti prosedur perawatan gigi, dapat

mempercepat serangan. (Abram, 1995; Janeway; 1997; Neville, 2002)

Akhirnya, angioedema dilihat untuk tingkat tinggi pada antigen-antibodi

kompleks (seperti lupus erythematosus, infeksi bakteri atau virus) dan pada pasien

meningkatnya jumlah blood eosinophil peripheral. (Neville, 2002)

2.2 GAMBARAN KLINIS

Karakteristik angioedema adalah serangan cepat onsetnya sedang. jaringan

bengkak, dapat solitari atau multiple dan umumnya melibatkan wajah, bibir (gambar

1), lidah, paring dan laring. Jika mengenai kulit dan mukosa membran dapat

menyebabkan pelebaran sampai beberapa centimeter (gambar 2). Sebagai tambahan

selain wajah, dapat juga melibatkan kulit meliputi tangan, lengan, kaki, alat kelamin,

dan bokong. Biasanya tidak sakit, umumnya menimbulkan rasa gatal dan dapat terlihat

erithema. Pelebaran khas terjadi diatas 24 sampai 72 jam. (Regezi , 1999; Neville,

2002)

5

Page 7: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

Gambar 1. Angioedema pada bibir (Regezi , 1999; Neville, 2002)

Gambar 2. Angioedema mengenai kulit dan mukosa membran dapat

menyebabkan pelebaran sampai beberapa centimeter

Terlibatannya sistem pernapasan dan pencernaan terjadi sebagian besar

mengikuti pola herediter. Pola ini, gejalanya mulai berpengaruh pada pasien dekade

hidup yang kedua dan kemudian rekuren mempunyai frekwensi yang tinggi.

Kebanyakan serangan terjadi tanpa alasan yang jelas. Gejala pada pernapasan

menyerupai pada keadaan darurat pembedahan meliputi sakit berlanjut, muntah, dan

diare berair tapi jarang. Keterlibatan pernapasan terpusat pada saluran pernapasan

bagian atas (paring dan laring) dan dapat mengancam hidup penderita jika jalan nafas

6

Page 8: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

tertutup; suara parau dan sukar menelan. Kasus keterlibatan laring biasanya

berhubungan dengan ACE-inhibitor. (Neville, 2002)

Keterlibatan perioral dan periorbital (gambar 3) adalah khas pada alergi

angioedema. alergi angioedema dan jenis lain yang berhubungan dengan ACE-

inhibitor sering mempunyai gejala pada intraoral, dapat berpengaruh pada bibir, lidah,

uvula, dasar mulut (gambar 4), atau daerah pipi dan wajah. (Neville, 2002)

Gambar 3. Angiedema pada daerah periobrital oleh penicillin (Regezi , 99)

19

Gambar 4. Angioedema berupa ulser pada bibir mucusa dasar mulut

oleh reaksi captopril (capotan) (Regezi , 1999)

2.3 GAMBARAN HISTOPATOLOGIS

seperti gambaran nonspesifik spongios,

apopto

Secara mikroskopis reaksi obat

tic keratinocytes, infiltrat lymphoid, eosinophils, dan ulserasi. Bentuk mucositis

(infiltrat lymphoid dipusatkan pada jaringan epithelial-connective tissue) adalah sering

nampak pada reaksi alergi mukosa. Walaupun biopsi tidak dapat menegakkan

7

Page 9: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

diagnosa, hal tersebut dapat menolong mengesampingkan diagnosa yang lain.

Walaupun demikian, banyak perubahan mikroskopik dapat nampak beberapa tipe

reaksi obat: mononuclear atau infiltration polymorphonuclear dalam subepithelial atau

distribusi perivascular, rusaknya basal sel, edema, dan keratinocyte necrosis. (Regezi ,

1999)

2.4 DIAGNOSA

babnya alergi, diagnosa angioedema sering dibuat dari gambaran

klinis

ak dapat dihubungkan dengan munculnya antigenik atau

pengob

Jika penye

bersama dengan diketahuinya stimulus antigenik. Ketika muncul berbagai

antigenik, agent dapat mempersulit diagnosa dan melibatkan aturan makan serta test

antigenik. (Neville, 2002)

Kondisi pasien tid

atan yang harus dievaluasi untuk melihat adanya fungsi C1-INH yang tepat.

Pada tipe herediter, keduanya memperlihatkan tingkatan C1 normal dan pengurangan

tingkat fungsi C1-INH; Tipe I menunjukkan pengurangan jumlah C1-INH; Tipe II

memperlihatkan tingkatan inhibitor normal (tetapi bukan fungsi). Bentuk dapatan

menunjukkan keduanya pada tingkat rendah C1-INH dan C1. (Janeway; 1997;

Neville, 2002)

8

Page 10: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

BAB III

PERAWATAN DAN PROGNOSA

Perawatan angioedema pada umumnya terdiri dari obat anti alergi peroral.

Serang

kosteroid, atau jenis obat

adrener

lainnya disusutkan (danazol atau stanozolol) keduanya digunakan untuk tipe herediter

an tidak dapat dikontrol jika mengenai laring dan dapat diberikan epinephrine

secara intramuskuler. Jika epinephrine tidak ampuh, harus diberikan kortikosteroid

secara intravena dan antihistamin. Kasus angioedema berhubungan dengan ACE-

inhibitor bukan IgE-mediated dan tidak memberikan respon terhadap antihistamin dan

kortikosteroid. Sebab airway menjadi membuka, berpengaruh pada pasien

menunjukkan pembengkakan mulai berkurang. Jika angioedema diakibatkan oleh

penggunaan ACE-inhibitor tertentu, semua jenis ACE-inhibitor harus dihindari di

masa datang. (Regezi , 1999; Neville, 2002; Peterson, 2003)

Jika kasus deficiency C1-INH obat antihistamin, korti

gik tidak memberikan respon. Jika mengenai laring dapat dilakukan Intubasi

dan trakheostomi. Pemberian plasma freeze-dried dapat digunakan; tetapi, beberapa

hasil penelitian tidak menganjurkan penggunaannya sebab resiko penularan infeksi,

dan jika penggantian tidak hanya C1-INH tetapi juga berpotensi berbahaya pada C1-

esterase, C1, C2, dan C4. Konsentrasi C1-INH dan obat inhibitor-esterase (aprotinin

atau tranexamic acid) adalah pilihan perawatan untuk serangan akut. Sebab serangan

akut angioedema herediter tidak hanya mempunyai gejala tidak enak tetapi juga

mempunyai potensi mengancam hidup, jadi pencegahan sangat penting. Pasien perlu

menghindari aktivitas pisik yang berat dan trauma. Medikal propilsaksis

direkomendasikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan atau perawatan gigi.

Semua pasien dari hasil diagnosa positif perlu mendapat catatan peringatan medis

pada kartu kesehatannya dan mendapat tindakan pencegahan dasar. Propilaksis untuk

deficiency C1-INH direkomendasikan pada pasien yang mempunyai serangan tiga kali

dalam setahun. Androgens mempengaruhi sintesa C1-INH hepatik, dan androgens

9

Page 11: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

dan tipe dapatan yang dihubungkan dengan kerusakan lymphoproliferative. Tipe

dapatan autoimmun pencegahannya lebih baik menggunakan kortikosteroid. (Regezi ,

1999; Neville, 2002; Peterson, 2003)

10

Page 12: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

BAB IV

KESIMPULAN

Reaksi alergi dari penggun rakibat fatal dengan pengetahuan

awal terhadap kondisi pasien, jenis obat yang diberikan, keterampilan para praktisi

terhada

aan obat dapat be

p penanganan awal, tindakan propilaksis pada pasien dapat memberikan

harapan penyembuhan dan hidup lebih baik.

11

Page 13: ANGIONEUROTIC EDEMA - repository.usu.ac.id

12

DAFTAR PUSTAKA

ksi Imunologis Normal dalam Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit. 4thEd. Alih bahasa; Peter Anugerah. Jakarta. EGC. p.

Janewa

. 3rdEd. New York. Current Biology Ltd. p.8.47-8, 10.16-7

26-8

Abram GD. 1995. Rea

62-79

y CA., Travers P. 1997. Immunobiology: the Immune System in Health and

Disease

Neville BW., Damm DD., Allen CM., Bouquot JE. 2002. Oral and Maxilofacial

Pathology. 2ndEd. Philadelphia. W.B. Sounders CO. p.308-10

Peterson LJ., Ellis E., Hupp JR., Tucker MR. 2003. Contemporary Oral and

Maxillofacial Surgery. 4thEd. St. Louis Missouri. Mosby Co. p.

Regezi JA., Sciubba JJ. 1999. Oral Pathology; Clinical Pathologic Correlation. 3rd

Ed. Philadelphia. W.B. Sounders Co. p.62-4