c16 - erlan- studi teknologi pencairan bb-ok2

10
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energ i Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional 522 BATAN ISSN 1979-1208 STUDI TEKNOLOGI PENCAIRAN BATUBARA MENGGUNAKAN PANAS NUKLIR UNTUK PROVINSI KALTIM Erlan Dewita, Siti Alimah Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN  Jl. Abdul Rohim Kuningan Barat, Mampan g Prapatan  Jakarta 12710 Telp./Faks. (021)5204243, Email : [email protected]   ABSTRAK STUDI TEKNOLOGI PENCAIRAN BATUBARA MENGGUNAKAN PANAS NUKLIR UNTUK PROVINSI KALTIM. Peningkatan penggunaan batubara akan meningkatkan emisi SO2  , NOx dan CO2. Karena itu, perlu adanya penggunaan teknologi bersih diantaranya pencairan batubara. Proses pencairan batubara dilakukan dengan menaikkan ra sio hidrogen dan karbon (H/C ~0,8) agar menyamai H/C untuk gasolin dan diese l dengan H/C ~ 2 dan minyak tanah dengan H/C 1,3    1,9. Terdapat dua proses pencairan batubara, yaitu pencairan langsung (DCL) dan tak langsung (ICL)). Kebutuhan panas untuk pencairan ( 400-950 0 C) dapat dipasok dari panas nuklir (PLTN) dengan cara kopling dengan instalasi pencairan batubara (kogenerasi), sehingga dihasilkan listrik dan batubara cair secara simultan. PLTN jenis HTGR dengan suhu pendingin keluar ~ 900 0 C dipandang coc ok untuk tujuan tersebut. Has il studi menunjukkan teknologi DCL menghasilkan  gasolin dengan angka oktan tinggi dan diesel den gan angka cetan rendah, sedangkan teknologi ICL menghasilkan diesel dengan angka cetan tinggi dan gasolin dengan angka oktan rendah. Perbedaan lain adalah densitas produk DCL lebih tinggi yaitu naphta (0,76) dan diesel (0,87), sedangkan produk ICL adalah naphta (0,67) dan diesel (0,78), karena itu produk teknologi DCL menghasilkan Btu per  galon lebih besar dibanding produk teknologi ICL. Namun, teknologi ICL l ebih sesuai untuk produksi lebih dari 1 jenis bahan bakar, bahan kimia dan listrik dibanding dengan teknologi DCL. Kata kunci : Pencairan batubara, PLTN, reaktor gas suhu tin ggi (HTGR), karbon, hidrogen  ABSTRACT STUDY OF COAL LIQUEFACTION TECHNOLOGY USING NUCLEAR HEAT FOR KALTIM PROVINCE. The increase of coal utilization will increasing SO2  , NOx and CO2  emission. Therefore, it is needed the clean technology likes coal liquefaction. The coal liquefaction process is conducted by increasing the hidrogen to carbon ratio  (H/C ~0,8) in order to same with H/C for  gasoline and diesel ~ 2 and kerosine with H/C 1,3    1,9. There are two coal liquefaction process, that are direct coal liquefaction (DCL) and Indirect coal liquefaction (ICL). The heat for coal liquefaction ( 400-950 0 C) can be supplied by nuclear heat (NPP) through coupling with coal liquefaction installation (cogeneration), so it is simultaneously produced electricitity and liquid coal. The HTGR type NPP with ~ 900 0 C output coolant tempera tur is considered suitable fo r that purpose. The res ult of study showed that DCL technology produced high octane number of gasoline and low cetane number of diese l, that is naphta (0,76) and diesel (0,87), while ICL technology produced high cetane number of diesel and low octane number of gasoline. The another difference are density of DCL  product higher than density of ICL product, that is naphta (0,76) and diesel (0,87), while naphta (0,67) and diesel (0,78) for ICL produc t, therefore DCL product will pr oduce higher Btu/ gal than ICL product. However, ICL technology more suitable for produc ing more than one fuel type, chemical and electricity compare to DCL t echnology. Keywords : coal liquefaction, NPP, HTGR, carbon, hydrogen

Upload: bun-yamin

Post on 15-Oct-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    522

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    STUDI TEKNOLOGI PENCAIRAN BATUBARA

    MENGGUNAKAN PANAS NUKLIR UNTUK PROVINSI

    KALTIM

    Erlan Dewita, Siti Alimah

    Pusat Pengembangan Energi Nuklir (PPEN) BATAN

    Jl. Abdul Rohim Kuningan Barat, Mampang Prapatan

    Jakarta 12710 Telp./Faks. (021)5204243, Email: [email protected]

    ABSTRAK STUDI TEKNOLOGI PENCAIRAN BATUBARA MENGGUNAKAN PANAS NUKLIR

    UNTUK PROVINSI KALTIM. Peningkatan penggunaan batubara akan meningkatkan emisi SO2,

    NOx dan CO2. Karena itu, perlu adanya penggunaan teknologi bersih diantaranya pencairan

    batubara. Proses pencairan batubara dilakukan dengan menaikkan rasio hidrogen dan karbon (H/C

    ~0,8) agar menyamai H/C untuk gasolin dan diesel dengan H/C ~ 2 dan minyak tanah dengan H/C

    1,3 1,9. Terdapat dua proses pencairan batubara, yaitu pencairan langsung (DCL) dan tak

    langsung (ICL)). Kebutuhan panas untuk pencairan ( 400-9500C) dapat dipasok dari panas nuklir

    (PLTN) dengan cara kopling dengan instalasi pencairan batubara (kogenerasi), sehingga dihasilkan

    listrik dan batubara cair secara simultan. PLTN jenis HTGR dengan suhu pendingin keluar ~ 9000C

    dipandang cocok untuk tujuan tersebut. Hasil studi menunjukkan teknologi DCL menghasilkan

    gasolin dengan angka oktan tinggi dan diesel dengan angka cetan rendah, sedangkan teknologi ICL

    menghasilkan diesel dengan angka cetan tinggi dan gasolin dengan angka oktan rendah. Perbedaan

    lain adalah densitas produk DCL lebih tinggi yaitu naphta (0,76) dan diesel (0,87), sedangkan produk

    ICL adalah naphta (0,67) dan diesel (0,78), karena itu produk teknologi DCL menghasilkan Btu per

    galon lebih besar dibanding produk teknologi ICL. Namun, teknologi ICL lebih sesuai untuk produksi

    lebih dari 1 jenis bahan bakar, bahan kimia dan listrik dibanding dengan teknologi DCL.

    Kata kunci : Pencairan batubara, PLTN, reaktor gas suhu tinggi (HTGR), karbon, hidrogen

    ABSTRACT STUDY OF COAL LIQUEFACTION TECHNOLOGY USING NUCLEAR HEAT FOR

    KALTIM PROVINCE. The increase of coal utilization will increasing SO2, NOx and CO2 emission.

    Therefore, it is needed the clean technology likes coal liquefaction. The coal liquefaction process is

    conducted by increasing the hidrogen to carbon ratio (H/C ~0,8) in order to same with H/C for

    gasoline and diesel ~ 2 and kerosine with H/C 1,3 1,9. There are two coal liquefaction process, that

    are direct coal liquefaction (DCL) and Indirect coal liquefaction (ICL). The heat for coal liquefaction (

    400-9500C) can be supplied by nuclear heat (NPP) through coupling with coal liquefaction

    installation (cogeneration), so it is simultaneously produced electricitity and liquid coal. The HTGR

    type NPP with ~ 9000C output coolant temperatur is considered suitable for that purpose. The result

    of study showed that DCL technology produced high octane number of gasoline and low cetane

    number of diesel, that is naphta (0,76) and diesel (0,87), while ICL technology produced high cetane

    number of diesel and low octane number of gasoline. The another difference are density of DCL

    product higher than density of ICL product, that is naphta (0,76) and diesel (0,87), while naphta

    (0,67) and diesel (0,78) for ICL product, therefore DCL product will produce higher Btu/ gal than

    ICL product. However, ICL technology more suitable for producing more than one fuel type, chemical

    and electricity compare to DCL technology.

    Keywords : coal liquefaction, NPP, HTGR, carbon, hydrogen

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    523

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    1. PENDAHULUAN Kebijakan pemerintah berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan energi nasional

    dituangkan dalam Peraturan Presiden Nomor 5 tahun 2006. Dalam peraturan disebutkan

    bahwa pada tahun 2025 konsumsi minyak bumi diharapkan turun menjadi 20%, gas alam

    naik menjadi 30%, batubara naik menjadi 33%, sedangkan energi baru dan terbarukan naik

    menjadi 17%. Sehubungan dengan rencana peningkatan batubara dalam pemenuhan

    kebutuhan energi nasional, sekaligus untuk memenuhi permintaan percepatan

    pembangunan PLTU batubara 10.000 MW yang saat ini direncanakan untuk mengatasi

    peningkatan kebutuhan listrik, maka dibutuhkan batubara dalam jumlah besar. Hal ini

    bukan merupakan suatu kendala bagi Indonesia, sebab dari segi kuantitas, batubara

    termasuk cadangan energi fosil terbesar. Sebagai gambaran cadangan sumber daya

    batubara di Indonesia ditaksir berjumlah 57,8 milyar ton dan 51% dari cadangan tersebut

    (29,7 milyar ton) berada di Kalimantan yang menyebar terutama di Kalimantan Timur dan

    Selatan, dan hanya sebagian kecil di Kalimantan Barat. Jumlah ini diperkirakan cukup untuk

    memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan.

    Namun demikian, perlu diperhitungkan masalah yang muncul akibat meningkatnya

    penggunaan batubara, yaitu efeknya terhadap lingkungan. Hal ini disebabkan batubara

    merupakan bahan bakar fosil padat dengan kandungan karbon tinggi tetapi kandungan

    hidrogen rendah (~ 5%), disamping itu mengandung sulfur, nitrogen dan abu dalam jumlah

    besar sehingga gas buang hasil pembakaran menghasilkan polutan seperti SO2, NOx dan

    CO2 yang berdampak negatif terhadap kesehatan dan lingkungan. Selain dampaknya

    terhadap lingkungan, permasalahan utama dalam pemanfaatan batubara adalah wujud

    batubara yang berupa zat padat sehingga kurang fleksibel dalam pemanfaatannya. Karena

    itu perlu adanya penggunaan teknologi bersih seperti pencairan batubara dengan keluaran

    yang hampir sama dengan minyak bumi. sehingga dihasilkan bahan bakar alternatif untuk

    menggantikan minyak bumi yang jumlah cadangannya semakin menipis. Pencairan

    batubara merupakan proses konversi yang dirancang untuk memproduksi cairan organik

    sintetis. Konversi dicapai dengan menurunkan level impuritas (pengotor) dan menaikkan

    rasio hidrogen dan karbon dalam batubara (H/C ~ 0,8), sehingga menyamai rasio hidrogen

    dan karbon untuk gasolin dan minyak diesel (H/C ~ 2) serta minyak tanah (H/C ~ 1,3 1,9),

    yaitu dengan cara menambahkan hidrogen atau menghilangkan sebagian karbon yang ada

    dalam batubara.

    Proses pencairan batubara sudah dilakukan oleh beberapa negara maju seperti :

    Amerika, UK, Jerman dan Afrika. Pada dasarnya terdapat 2 proses pencairan batubara yang

    umum digunakan, yaitu pencairan batubara langsung dan tak langsung yang masing-

    masing mempunyai produk dengan spesifikasi yang berbeda. Proses pencairan batubara

    langsung terjadi pada suhu 400C dan tekanan 70 MPa, sedangkan untuk proses pencairan

    batubara tak langsung terjadi pada suhu 447-567C dan tekanan 10 13 MPa (FT sintesis).

    Proses pencairan batubara memerlukan energi. Energi tersebut dapat disediakan oleh

    semua bentuk energi penghasil listrik, baik panas bumi, tenaga surya, tenaga angin, tenaga

    air, maupun nuklir. Hingga saat ini, pencairan batubara masih diproduksi menggunakan

    panas dari bahan bakar fosil yang dapat mengemisi gas-gas rumah kaca. Reaktor

    Temperatur Tinggi berpendingin gas helium (HTGR) dengan temperatur pendingin keluar

    reaktor tinggi (900~1000oC) dan bermoderator grafit merupakan jenis reaktor yang dapat

    mengatasi masalah polusi gas rumah kaca dan dapat digunakan untuk tujuan kogenerasi,

    yaitu selain digunakan sebagai pembangkit listrik, juga sebagai sumber panas untuk aplikasi

    non-listrik seperti proses pencairan batubara. Pada kogenerasi dibutuhkan kopling yang

    merupakan interface antara PLTN dengan instalasi pencairan batubara. Studi ini membahas

    teknologi pencairan batubara langsung dan tak langsung dan membandingkan produk

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    524

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    yang dihasilkan dari teknologi tersebut. Hasil studi diharapkan dapat memberi masukan

    sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam mengatasi menipisnya

    cadangan minyak bumi, sekaligus mengatasi polusi lingkungan di Kaltim dengan

    memanfaatkan batubara yang ada di propinsi tersebut.

    2. PENCAIRAN BATUBARA MENGGUNAKAN PANAS NUKLIR 2.1. Kondisi Cadangan Batubara di Indonesia

    Potensi sumber daya batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di pulau

    Kalimantan dan Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun

    dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua dan Sulawesi. Pada tahun

    2005, cadangan sumber daya batubara di Indonesia ditaksir berjumlah 57,8 milyar ton dan

    51% dari cadangan tersebut (29,7 milyar ton) berada di Kalimantan. Dari sekitar 29,7 milyar

    ton tersebut, 9,7 milyar ton diklasifikasikan sebagai cadangan terunjuk, dan 4,2 milyar ton

    merupakan cadangan terbukti. Cadangan batubara Kalimantan menyebar terutama di

    Kalimantan Timur dan Selatan, dan hanya sebagian kecil di Kalimantan Barat. Kalimantan

    juga merupakan pusat produksi batubara Indonesia, yang menghasilkan lebih dari 90%

    produksi batubara di Tanah Air. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1, produksi

    batubara terbesar berada di Kalimantan Timur. Produksi batubara di Kaltim terus

    mengalami peningkatan, dengan peningkatan laju produksi rata-rata 15% per tahun. Pada

    tahun 2003, produksi batubara tercatat sebesar 58.764.853,87 ton dan pada tahun 2004

    mencapai 69.657.689 ton. Sedangkan tahun 2005 mencapai 81.517.819,59 ton dan tahun 2006

    mencapai 86.699.226,64 ton [1].

    Gambar 1. Produksi Batubara Indonesia berdasarkan Propinsi Asal (2004)[1]

    Kondisi cadangan batubara Indonesia mayoritas berupa lignite yang mencapai 59%,

    diikuti sub-bituminous (27%), dan bituminous (14%). Anthracite, batubara terbaik, hanya

    berjumlah kurang dari 0.5% dari total cadangan. Batubara dengan kualitas rendah disebut

    batubara muda (brown coal lignite) ditandai dengan kadar air yang tinggi sehingga memiliki

    nilai bakar hanya sekitar 5,000 kcal/kg atau kurang. Sedangkan Kalimantan Timur dan

    Selatan memiliki kandungan batubara bermutu tinggi dengan kandungan panas tinggi dan

    kadar belerang dan abu yang rendah. Sekitar sepertiga dari batubara Kalimantan memiliki

    kategori kandungan panas tinggi (lebih dari 6.100 kkal/kg), sedangkan sekitar 45%

    berkategori kandungan panas sedang (5.100 6.100 kkal/kg). Walaupun cadangan batubara

    melimpah, penggunaannya masih sangat sedikit. Dilihat dari rasio cadangan dibagi

    produksi (R/P Ratio) batubara masih mampu digunakan selama lebih dari 500 tahun.

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    525

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    Sedangkan gas alam dan minyak bumi masing-masing 43 tahun dan 16 tahun. Melihat

    volume cadangan ini, batubara diperkirakan akan mempunyai peran yang lebih besar

    sebagai penyedia energi nasional.

    2.2. Proses Pencairan Batubara

    Pada dasarnya, komponen utama dari batubara dan bahan bakar cair adalah karbon

    dan hidrogen, namun keduanya memiliki rasio hidrogen dan karbon yang berbeda. Seperti

    yang ditunjukkan pada Gambar 2, rasio hidrogen dan karbon batubara (H/C) adalah sekitar

    0,8 (basis molar), sedangkan untuk bahan bakar cair seperti gasolin dan diesel sekitar 2,0.

    Ukuran molekul batubara lebih besar dari 1000, sedangkan bahan bakar cair hanya sekitar

    200. Teknologi pencairan batubara merupakan proses kimia yang mengkonversi batubara

    padat menjadi bahan bakar cair.

    Gambar 2. Rasio Hidrogen dan Karbon dari Berbagai Bahan Bakar Karbon [2]

    Pencairan dilakukan dengan memecahkan molekul batubara menjadi ukuran yang lebih

    kecil dan menambahkan hidrogen (H) atau mengurangi carbon (C) dalam batubara. Pada

    prinsipnya ada 2 jenis skema pencairan batubara, yaitu pencairan batubara langsung dan

    tidak langsung. Proses pencairan langsung merupakan dekomposisi batubara dan

    penambahan hidrogen secara langsung ke batubara. Sedang pencairan batubara tak

    langsung merupakan proses gasifikasi batubara menjadi gas karbon monoksida dan

    hidrogen, kemudian dilakukan proses hidrogenasi karbon monoksida menjadi bahan bakar

    cair. Pada kedua proses batubara digiling terlebih dahulu menjadi partikel-partikel kecil

    agar reaksi lebih sempurna, dan reaksi dilakukan pada suhu dan tekanan tinggi

    menggunakan katalis.

    Pencairan batubara langsung (Direct Coal Liquefaction, DCL)

    Teknologi pencairan langsung digunakan untuk membuat minyak mentah sintetis

    dari batubara, yang kemudian di proses lebih lanjut menjadi gasolin sintetis, diesel dan LPG

    (produk bahan bakar hidrokarbon yang sama dengan derivat bahan bakar hidrokarbon dari

    minyak mentah petroleum). Proses ini hanya digunakan untuk batubara bituminous dan

    sub-bituminous. Pertama, batubara dibuat dalam bentuk serbuk (powder), kemudian

    dilakukan pencairan dalam reaktor dengan menambahkan gas hidrogen. Selanjutnya

    dilakukan pemisahan produk dengan fraksinasi. Diesel yang tercampur naphta dialirkan ke

    unit hidrotreating, sehingga sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan (terutama terkait

    dengan cetane number dan spesifik gravity). Hidrogen yang diperlukan pada proses pencairan

    langsung ini dihasilkan oleh unit gasifikasi batubara atau diproduksi dari gas alam melalui

    proses steam reforming, tergantung pada ketersediaan dan biaya bahan baku. Sejumlah H2

    yang diperlukan untuk batubara bituminous (CH0,81O0,08S0,02N0,01) dapat diperkirakan sebagai

    berikut :[3]

    Rasio Mol Hidrogen/ Karbon

    produk

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    526

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    CH0,81 + 0,395H2 ----> CH1,6

    0,04O2 + 0,08H2 ----> 0,08H2O

    0,02S + 0,02 H2 ----> 0,02 H2S

    0,05N2 + 0,015H2 ----> 0,01NH3

    Gambar 3. memperlihatkan diagram alir proses pencairan batubara langsung.

    Gambar 3. Diagram Alir Proses Pencairan Batubara Langsung[4]

    Pencairan batubara tak langsung (Indirect Coal Liquefaction, ICL)

    Pencairan batubara tak langsung merupakan proses untuk memproduksi bahan bakar

    cair melalui beberapa tahap. Proses ini cocok tidak hanya untuk batubara bituminous dan

    sub-bituminous, tapi juga batubara muda seperti lignite. Setelah tahap penyiapan, batubara

    dikonversi menjadi syngas dengan proses gasifikasi menggunakan oksigen murni untuk

    oksidasi parsial karbon. Syngas merupakan campuran gas yang mengandung hidrogen (H2),

    karbon monoksida (CO), air dan uap dengan jumlah yang bervariasi, karbon dioksida dan

    senyawa pengotor yang ada dalam batubara. Ratio H2/CO untuk gas ini adalah 0,5-0,8,

    selanjutnya ratio H2/CO diatur sampai harga yang diperlukan untuk reaktor Fischer-

    Tropsch (biasanya H2/CO = 2), kemudian semua pengotor dan karbon dioksida dihilangkan.

    Produk yang diperoleh dalam reaktor kemudian dialirkan ke tahap isomerisasi atau proses

    dingin hidrocracking isomerisasi (HDI) dengan penambahan gas hidrogen (H2), sehingga

    dihasilkan produk sesuai spesifikasi. Komponen-komponen yang tidak diinginkan, seperti :

    senyawa-senyawa yang mengandung sulfur dan nitrogen serta abu terbang dapat

    dipindahkan dari syngas dengan menggunakan proses pemurnian gas. Gambar 4.

    memperlihatkan diagram alir proses pencairan batubara tak langsung. Tahapan paling

    penting untuk membuat bahan bakar hidrokarbon adalah sintesa melalui proses Fischer-

    Tropsch (F-T). Proses F-T untuk membuat hidrokarbon sintetis dapat digambarkan secara

    sederhana dengan dua reaksi katalitik berikut, yang menghasilkan dua molekul

    Batubara

    Gasifikasi

    Pemisahan Udara

    Udara

    Pemisahan Padatan/Cairan

    Pencairan Batubara

    Penyiapan Batubara

    Recovery Sulfur

    Recovery Hidrogen

    Instalasi Gas Instalasi Bhn.Bkr. Gas LPG, Butana

    Gas Asam

    Abu

    Hidrotreating Cairan Batubara

    Distilat (diesel)

    Sampah

    Pembersihan

    Recycle Solven

    Naphta (gasolin)

    Ke Refinery

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    527

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    hidrokarbon besar dari molekul kecil CO dan H2 yang diproduksi dengan gasifikasi, dan

    oksigen dalam umpan CO direject dalam steam, dan reaksinya adalah sebagai berikut :

    nCO + 2nH2 ----> nH2O + CnH2n (olefin)

    nCO + (2n+1)H2 ----> nH2O + CnH2n+2 (parafin)

    Gambar 4. Diagram Alir Proses Pencairan Batubara Tak Langsung[5]

    Keterangan :

    PSA : Pressure Swing Absorber

    ASU : Air Separator Unit

    HDI : Hidrocracking isomerisasi

    Produk yang dihasilkan tergantung katalis yang digunakan dan kondisi operasi

    reaktor kimia. Produk yang kaya olefin dengan n = 5-10 dapat digunakan untuk membuat

    gasolin sintetis dan bahan kimia, dengan proses F-T temperatur tinggi. Produk yang kaya

    parafin dengan n= 12-19 cocok untuk membuat diesel sintetis dan atau wax, dengan proses

    F-T suhu rendah. Namun kualitas diesel dari proses pencairan batubara langsung berbeda

    dengan proses tak langsung. Tabel 1 memperlihatkan perbedaan kualitas diesel yang

    dihasilkan dari proses langsung dan tak langsung.

    Tabel 1. Perbandingan Kualitas Diesel[5]

    Batubara

    (bituminous/sub-

    bituminous

    Diesel DCL Diesel ICL Diesel Eropa

    % H (% berat)

    Spesifik gravity pada 15oC

    Cetane number

    4,5/5,0

    13,5/14

    0,820/0,830

    50-55

    15

    0,770-0,780

    >65

    Sekitar 13,5

    0,820

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    528

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    keuntungan HTGR. Hingga saat ini terdapat beberapa HTGR yang dimiliki oleh beberapa

    negara dengan status dekomisioning maupun sedang dikembangkan. Pembangkit HTGR

    pertama yang telah dibangun dan dioperasikan meliputi : Dragon, reaktor riset berdaya 20

    MWth di UK, Peach Bottom Unit-1 berdaya 115 MWth di USA dan AVR berdaya 40 MWth di

    Jerman. Ketiga reaktor tersebut mulai beroperasi sekitar pertengahan tahun 1960 dan

    ketiganya memiliki sejarah pengoperasian yang sangat baik. Pengalaman operasi AVR

    dengan berbagai percobaan bahan bakar maupun kondisi pengoperasian telah membawa

    kesuksesan dalam mencapai temperatur operasi hingga 990C. Karena itu AVR dapat

    dianggap sebagai salah satu tonggak pengembangan reaktor gas temperatur tinggi atau

    HTGR. Reaktor Dragon dan Peach Bottom didekomisioning setelah mencapai semua tujuan

    yang direncanakan. Sementara itu, reaktor daya yang telah dibangun dan dioperasikan pada

    tahun 1970 dan 1980, yaitu : Fort Saint Vrain di Amerika Serikat dan THTR-300 di Jerman.

    Kemampuan untuk menghasilkan panas yang tinggi dari reaktor tipe HTGR

    menyebabkan reaktor tersebut tidak hanya digunakan untuk produksi listrik, tetapi juga

    mempunyai prospek digunakan dalam sektor industri dan transportasi dengan memasok

    panas temperatur tinggi yang dihasilkan. Panas tersebut dapat digunakan untuk berbagai

    proses industri, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5 yaitu untuk produksi hidrogen

    dengan metode SMR (Steam Reforming) dan siklus IS (Iodine Sulfur), gasifikasi/ pencairan

    batubara, desalinasi dan district heating dan lain-lain dengan cara mengkopling reaktor tipe

    HTGR dengan industri. Penggunaan energi nuklir akan mengurangi konsumsi hidrokarbon

    sebagai bahan bakar dan akan mengurangi emisi CO2..

    Gambar 5. Aplikasi panas proses dari reaktor HTGR[6]

    3. PEMBAHASAN Dari segi kuantitas batu bara termasuk cadangan energi fosil terpenting bagi

    Indonesia. Jumlahnya sangat berlimpah, mencapai puluhan milyar ton. Jumlah ini

    sebenarnya cukup untuk memasok kebutuhan energi listrik hingga ratusan tahun ke depan.

    Namun, Indonesia tidak mungkin membakar habis batubara dan mengubahnya menjadi

    Produksi Kaca

    Produksi Semen

    Produksi Besi

    Pembangkit listrik (turbin gas)

    Gasifikasi batubara

    Hidrogen (proses sulfur-iodine)

    Hidrogen (Steam Reforming)

    Etilen (naphta, etana)

    Gas kota

    Petroleum (Refining)

    Crude oil desulfurization (sweetening)

    Cellulose production (from wood)

    Desalination, distant heating

    Ultra hightemperature reactor

    200C 400C 600C 800C 1000C 1200C 1400C 1600C

    850C-1.100C

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    529

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    energi listrik melalui PLTU. Selain mengotori lingkungan karena menghasilkan polutan

    CO2, SO2, NOx dan CxHy, cara ini dinilai kurang efisien dan kurang memberi nilai tambah.

    Batubara sebaiknya tidak langsung dibakar, akan lebih efisien jika dikonversi menjadi bahan

    bakar sintetis, atau bahan petrokimia lain yang bernilai ekonomi tinggi. Pada dasarnya

    batubara mengandung hanya 5% hidrogen, sementara bahan bakar cair yang dapat

    didestilasi seperti petroleum mengandung 14% hidrogen. Dalam rangka untuk membuat

    bahan bakar cair seperti petroleum maka defisit hidrogen tersebut harus dipenuhi dengan

    dua metode yang berbeda yaitu pencairan batubara secara langsung (DCL) dan tak

    langsung (ICL).

    Pencairan batubara langsung (Direct Coal Liquefaction = DCL) :

    batubara + katalis + hidrogen (H2) hidrokarbon (CxHy), atau

    Pencairan batubara tak langsung (Indirect Coal Liquefaction = ICL)

    1. gasifikasi : batubara + Oksigen + Steam Syngas (H2 + CO)

    2. FT Synthesis: H2 + CO + katalis hidrokarbon (CxHy)

    Pencairan batubara dilakukan pada suhu sekitar 470oC dan tekanan sekitar 70MPa,

    sintesis FT dilakukan pada suhu sekitar 447-567C dan tekanan 10-13 MPa menggunakan

    katalisator besi[7]. Panas yang dibutuhkan dapat dipasok dari panas nuklir. Penyaluran

    energi panas dari PLTN (HTGR) ke instalasi pencairan batubara dilakukan dengan alat

    penukar panas (IHX) yang merupakan kopling penghubung aliran panas, yaitu dengan

    menambahkan daur antara (intermediate loop). Alat penukar panas (IHX) merupakan

    komponen utama sistem kopling. Pada komponen ini panas dari helium sirkuit primer

    (1000C at 1000psi) ditransfer menuju helium sirkuit sekunder, sehingga helium pada sirkuit

    sekunder dapat terpelihara pada kondisi bebas kontaminasi radioaktif. Tekanan pada sistem

    pendingin primer harus di desain lebih rendah dari pada tekanan pada sistem pendingin

    sekunder. IHX diletakkan dalam pengungkung reaktor (reactor containment). Fluida

    sekunder yang keluar dari IHX dan bebas kontaminasi radioaktif dapat digunakan sebagai

    sumber panas yang dapat diaplikasikan sebagai panas proses untuk industri. Efisiensi

    teoritis (theoritical efficiency) untuk pencairan batubara langsung adalah sekitar 7075% dan

    60-65% untuk pencairan batubara tak langsung. Karena itu pencairan langsung

    menghasilkan jumlah bahan bakar cair yang lebih besar per ton batubara dibanding

    pencairan tak langsung.

    Kedua teknologi pencairan batubara tersebut membutuhkan gas hidrogen yang dapat

    diperoleh dari gasifikasi batubara atau dari proses steam reforming gas alam. Karena itu,

    pencairan batubara sangat sesuai apabila dilakukan di propinsi Kalimantan Timur

    mengingat di propinsi tersebut banyak tersedia batubara dan gas alam yang merupakan

    bahan baku dan bahan untuk produksi hidrogen melalui proses steam reforming. Ditinjau

    dari teknologi proses, pencairan batubara tak langsung dapat menghasilkan varietas produk

    yang lebih banyak, seperti : metanol dan dimethyl eter, dibanding pencairan batubara

    langsung. Sedangkan, ditinjau dari produk yang dihasilkan seperti yang ditunjukkan pada

    Tabel 2, kedua teknologi tersebut menghasilkan produk dengan kualitas yang berbeda.

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    530

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    Tabel 2. Sifat-sifat produk dari pencairan batubara langsung (DCL) dan tak langsung

    (ICL)[8]

    DCL ICL

    Produk campuran dpt didestilasi 65% diesel, 35% naphta 89% diesel, 20% naphta

    Angka cetane diesel 42-47 70 - 75

    Kandungan sulfur diesel

  • Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir III, 2010 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

    Badan Tenaga Nuklir Nasional

    531

    BATAN

    ISSN 1979-1208

    Kalimantan, The 1st International Trade Exhibition on Coal Mining Technology &

    Equipment, Jakarta, 24-27 May 2006.

    [2]. Http://www.npc.org/study_topic_papers/18-TTG-Coals-to-Liquid.pdf.

    [3]. ROBERT H. WILIIAM AND ERIC D. LARSON, A Comparison of Direct and Indirect

    Liquefaction Technologies for Making Fluid Fuels from Coal, Energy for Sustainable

    Development, volume VII No.4, December 2003.

    [4]. JOHN WINSLOW AND ED SCHMETZ, Direct Coal Liquefaction Overview Presented

    to NETL Leonardo Technologies, Inc, US. Department of Energy, March 23, 2009.

    [5]. PIERRE MARION, The Current Status of Coal Liquefaction Technologies, Innovation

    Energy Environment, France Final draft submitted in December 2007.

    [6]. Http://www.cea.fr/var/cea/storage/static/gb.library/..../p.123_126_Lecomte.pdf.

    [7]. ZHENYU LIU, Clean Coal Technology: Direct and Indirect Coal-to-Liquid

    Technologies, institute of Coal Chemistry, Chinese Academy of Science, 2005

    [8]. Http://dx.doi.org/10.1002/er.1596

    DISKUSI 1. Pertanyan dari Sdr. Endiah Puji Hastuti (PTRKN-BATAN)

    1. Sejauh mana proses/program pencairan batubara telah dilakukan di Indonesia?

    2. Dengan proses langsung berapa % efisiensinya mengingat kebutuhan bahan bakar

    untuk pencairan cukup besar

    Jawaban :

    1. Hingga saat ini program pencairan batubara sudah ada, dan masih dalam taraf riset.

    2. Efisiensi teoritis untuk pencairan langsung adalah 70-75% dan pencairan tak

    langsung 60-65%.

    2. Pertanyan dari Sdr. Sri Nitiswati (PTRKN-BATAN)

    Apa saja keuntungan yang diharapkan dari proses pencairan menggunakan panas

    nuklir?

    Jawaban

    Keuntungan yang diharapkan adalah lebih ekonomis, dan bersih lingkungan. Karena,

    dalam pencairan batubara tersebut dilakukan dengan memanfaatkan panas sisa PLTN.

    Bila dibandingkan dengan pencairan batubara biasa yang menggunakan bahan bakar

    fosil, maka penggunaan batubara sebagai bahan bakar bisa digantikan dengan panas

    nuklir. Jadi, selain dapat menghemat cadangan batubara, juga mengurangi dapat polusi

    yang dihasilkan dari pembakaran batubara.