LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
KERJASASAMA KELOMPOK IKHWANUL MUSLIMIN DAN
SALAFI DALAM PEMBENTUKAN NEGARA ISLAM DI
MESIR PASKA REVOLUSI
(The Cooperation of Ikhwanul Muslimin and Salafi In The Establish of Islamic
Country In Egypt In The Post Revolution)
Bagus Subekti Nuswantoro
Email : [email protected]
Abstract
Ikhwanul muslimin and Salafi are two of groups who have an effort to get
the power after revolution that happened in Mesir in January 2011. Actually both
of groups had a bad relation especially before this revolution. But today they get
come together in election to gain the higher posisition in Egypt. It is because they
actually have a similar perception about Islamic Country that they want to
achieve. They do this way because Egypt has not been Islamic Country yet since a
houndred years ago.
Here, the revolution has the special meaning because it successfully
changes the Salafi perception about politic. The revolution changes Salafi mind
and action that makes them in line with Ikhwanul Muslimin and start to work
together to achieve and run the Islamic Country in Egypt.
Key Word: Cooperation Theory, the Concept of Islamic Country
Pendahuluan
Ikhwanul Muslimin dan Salafi merupakan dua kekuatan Islam yang baru-
baru ini muncul, terutama setelah digulingkannya Hosni Mubarak setelah demo
besar-besaran di halaman Tahrir Mesir, januari 2011 lalu. Kedua INGO berbasis
Islam ini sejatinya telah menanamkan banyak pengaruh di negara tersebut,
khususnya pada abad 19-an. Dan dengan lengsernya rezim Hosni Mubara kini
mereka berkesempatan untuk kemudian berusaha mewujudkan cita-cita mereka
mempersatukan umat Islam seluruh dunia dengan cara membentuk satu jama’ah
yang mereka kenal dengan “Jama’atul Muslimin”1, yang mana semuanya itu
akan berawal dari pembentukan Negara Islam di Mesir.
1 Di dalam al mu’jam-al wasith, jama’ah Islamiyah diartikan dengan “sejumlah besar manusia”,
atau “sekelompok manusia yang berhimpun untuk mencapai tujuan yang sama”. Lihat Hussain
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Sejak awal berdirinya Ikhwanul Muslimin, Hasan Al Banna sebagai
Mursyid Am yang pertama telah menjelaskan dua tujuan utama dari pembentukan
kelompok ini. Beliau berkata:
"Camkan selalu, bahwa kalian memiliki dua sasaran utama:
Membebaskan Negeri-Negeri Islam dari seluruh cengkraman pihak agresor
asing, sebab kemerdekaan merupakan hak setiap manusia yang tidak ada
yang memungkirinya kecuali orang zalim dan durjana.
Hendaknya pada Negeri Islam yang bebas itu berdiri kedaulatan
Islam yang merdeka memberlakukan hukum Islam, menerapkan sistem
masyarakat Islam, memproklamirkan prinsip-prinsipnya yang lurus dan
menyampaikan dakwahnya ke seluruh manusia. selama kondisi seperti ini
belum terealisir, maka kaum Muslimin seluruhnya menanggung dosa dan
bertanggungjawab di hadapan Allah SWT, disebabkan kelalaian mereka dan
sikap diam mereka dari mewujudkannya. 2
Selama ini terdapat beberapa INGO berbasis Islam yang mengklaim
kelompok mereka sebagai representasi untuk mewujudkan Jama’atul Muslimin
tersebut seperti Hizbut Tahrir, Jama’ah Tabligh, Jama’ah Anshar As-Sunnah Al
Muhammadiyah termasuk juga Ikhwanul Muslimin dan Salafi. Namun ajaran dan
orientasi yang berbeda menyebabkan beberapa kelompok tersebut saling
bertentangan antara satu dengan yang lainnya meskipun mereka sama-sama
gerakan Islam.
Ikhwanul Muslimin dan Salafi di Mesir menjadi contoh dari gerakan Islam
yang saling bertentangan. Walaupun pada dasarnya mereka sama-sama membawa
panji Islam, namun beberapa hal telah menyebabkan mereka saling bertentangan
satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang pertama adalah bentuk interaksi kedua
kelompok tersebut terhadap pemerintahan Mesir sebelum revolusi, dimana
Ikhwanul Muslimin sangat keras menentang pemerintah sedangkan Salafi
bin Muhammad bin Ali Jabir, M. A. Menuju Jama’atul Muslimin, Telaah Sistem Jamaah Dalam
Gerakan Islam, rabbani press, Jakarta. 2011. 2Syaikh Jasim Muhalhil. Ikhwanul Muslimin: Deskripsi, Jawaban Tuduhan Dan Harapan
diunduh dari http://www. oocities. org/gigih67/document/Ikhwanul_Muslimin. pdf 09/29/2012
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
memilih untuk bersikap lebih permisif dengan pemerintah bahkan mereka tidak
terlibat dalam revolusi yang menjatuhkan rezim otoriter Hosni Mubarak.
Perbedaan kedua yaitu pada proses perjuangan kedua kelompok tersebut
dalam pembentukan Negara Islam, khususnya pada bidang politik. Perjuangan
Ikhwanul Muslimin dalam bidang politik sebelum revolusi sangat bertentangan
dengan pendapat Salafi pada masa itu. Selama itu, tidak pernah ada wacana,
bahwa Salafi akan mendirikan partai politik, karena mereka menganggap partai
politik sebagai sebuah “bid’ah”. Mereka hanya terfokus pada kegiatan dakwah,
dan mendidik umat mengenal Islam dan mendalaminya, terutama mendidik
generasi muda Muslim, agar mereka mengikuti jejak para generasi pertama Salaf,
yang benar-benar hanya mengutamakan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad
shallahu alaihi wassalam. 3
Perbedaan selanjutnya terlihat pada bagaimana pandangan kedua
kelompok tersebut terhadap kelompok Islam lainnya. Berinteraksi dengan
kelompok Islam lain yang kurang disukai oleh kelompok Salafi, mendorong
kelompok Salafi untuk melontarkan beberapa pernyataan yang kurang bersahabat,
bahkan sampai pada titik membid’ahkan. Pernyataan ini muncul dalam tulisan Al-
Ustadz Qomar ZA, Lc dalam tulisannya yang berjudul “Sejarah Suram Ikhwanul
Muslimin”, beliau menjelaskan Lima point pokok yang membuktikan bahwa
Ikhwanul Muslimin sangat dekat dengan bid’ah. Pertama, Menggabung
Kelompok-kelompok Bid’ah. Kedua, Lemahnya Al-Wala` dan Al-Bara`. Ketiga,
Tidak Perhatian terhadap Aqidah. Keempat, Menganggap Sepele Bid’ah dalam
Agama. Kelima, Bai’at Bid’ah. 4
Mesir sendiri pada abad 15 masih berada di bawah kekuasaan kaum
Mamluk. Sejak ditaklukkan oleh Sultan Salim tahun 1517, daerah ini pada
hakekatnya merupakan bagian dari kerajaan Utsmani. Tetapi setelah bertambah
3http://www. globalMuslim. web. id/2012/04/alafi-kami-menolak-negara-agama. Html
4http://www. Salaf. web. id/1043/sejarah-suram-Ikhwanul-Muslimin-al-ustadz-qomar-za-lc. htm
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
lemahnya kekuasaan Sultan-Sultan di abad ke tujuh belas, Mesir mulai
melepaskan diri dari kekuasaan Istambul dan akhirnya menjadi daerah otonom.5
Mesirpun terus mengalami pergantian penguasa hingga pada awal abad ke
18 Mesir berhasil dikuasai oleh seorang Napoleon Bonaparte dari Perancis dan
berhasil menanamkan ide-ide baru sebagai produk dari revolusi Perancis pada
abad ke 16. Ide-ide tersebut antara lain, Pertama adalah sistem pemerintahan
Republik yang di dalamnya kepala negara dipilih untuk waktu tertentu, tunduk
pada Undang-Undang Dasar dan bisa dijatuhkan oleh parlemen. Kedua adalah ide
persamaan (egalite) dalam arti sama kedudukan dan turut sertanya rakyat dalam
soal pemerintahan. Yang ketiga adalah ide kebangsaan.6 Maka sejak saat itulah
Mesir selalu menggunakan sistem pemerintahan Barat dan mulai menjauh dari
Islam.
Meskipun kita ketahui bahwa Islam berkembang pesat di Mesir, namun
rezim-rezim yang berkuasa setelahnya secara eksplisit konstitusi Mesir,
menegaskan bahwa Islam sebagai agama negara, tetapi tidak secara tegas
menjadikan syariah Islam sebagai sumber hukum tertinggi dalam Undang-Undang
di Mesir. Oleh karena itu, rezim-rezim yang berkuasa pada abad ke 19 selalu
mengebiri penegakkan Syariah Islam di negeri Spinx tersebut.7
Pada tanggal 23 juli 1952 Gamal Abdul Nasser melakukan kudeta
terhadap Raja Farouq dan berhasil menumbangkannya. Selanjutnya mengangkat
Muhammad Najib sebagai Presiden pertama Mesir pada tahun 1953, tetapi
kendali pemerintahan tetap berada di tangannya. Pada tahun 1954 Muhammad
Najib dipecat karena tuduhan mengadakan persekongkolan dengan kelompok
Ikhwanul Muslimin. Setelah itu Nasser mengangkat dirinya sendiri sebagai
perdana menteri kemudian menjadi Presiden pada tahun 1956, dari situlah Nasser
5Harun nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan, bulan bintang,
Jakarta 1975.Hal 28. 6Ibid hal. 31
7http://m. voa-Islam. com/news/opini/2012/09/02/20434/Mesir-Salafi-dan-Ikhwan-bersatu-
menegakkan-syariah-Islam/
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
mulai menghancurkan Ikhwanul Muslimin. Kantor-kantor organisasinya ditutup,
ribuan anggotanya ditangkap dan sejumlah pimpinannya dihukum mati.
Gamal Abdul Nasser membawa Ideologi Pan Arabnya ke Dunia Islam.
Beliau tidak anti Islam, hanya saja perhatiannya terhadap Islam menduduki
tempat kedua. Selanjutnya tidak memberikan kesempatan kepada kelompok Islam
untuk ikut serta dalam kekuasaan. Dengan demikian dukungan Ikhwanul
Muslimin kepada Nasser ditarik kembali karena Nasser tidak bersedia memenuhi
aspirasi pembentukan Negara Islam Mesir.8
Presiden Gamal Abdul Nasser meninggal dunia pada tahun 1970, dan
wakilnya, Anwar Sadat, dilantik menggantikannya. Saat itulah dimulai sebuah era
baru yang sering disebut sebagai era “Al-Infitah” (keterbukaan). Mesir
memberikan ruang bernapas yang lebih lega kepada kelompok-kelompok Islam.
Presiden Anwar Sadat berusaha membangun basis dukungan di kalangan rakyat
untuk menghadapi musuh-musuh politiknya. Salah satunya dengan membebaskan
beberapa tahanan Ikhwanul Muslimin yang ditahan pada masa Gamal Abdul
Nasser. Sikap Ikhwanul Muslimin yang kritis terhadap pemerintah membuat
Anwar Sadat tidak suka sehingga atmosfer politik Mesirpun berubah. Hingga
puncaknya di era 1960-an, umat Islam mengalami kemunduran yang parah.
Syariat Islam ditinggalkan dalam kehidupan masyarakat. Dalam buku Fi Zhilali
Suratit Taubah, Dr. Abdullah Azzam menggambarkan bahwa pada masa itu di
Universitas Al-Azhar hampir tidak ada mahasiswi yang mengenakan jilbab.
Hanya saudara perempuan Sayyid Quthub yang mengenakan busana syar’i.9
Sejak Mesir dikalahkan secara telak oleh Israel pada Perang 5 Juni 1967
pelaksanaan Syariat Islam semakin sulit untuk diwujudkan. Beberapa kelompok
seperti Jamaah Jihad10
yang ingin ikut meneggakkan Syariat Islam harus
8http://file. upi. edu/Direktori/FPIPS/M_K_D_U/195504281988031MAKHMUD_SYAFE'I
/JAMAL_ABDUL_NASSER_(NASIONALISME_ARAB). pdf 9Hani As-Siba’I, Qishatu Jama’atil Jihad, Al-Maqrezy Centre for Historical Studies, London
terjemahan Balada Jamaah Jihad Melacak Kiprah Aiman Azh-Zhawahiri [Orang ke-2 Al-
Qa’idah], Jazêra, Solo 2005. Hal 13 10
Suatu jema’ah Islam yang dipimpin oleh Aiman Azh-Zhawahiri yang berdiri tahun 1960-
an
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
menghadapi tantangan besar karena negara mereka justru berasaskan sekularisme.
Ideologi sekuler ini dikawal langsung oleh kekuasaan, militer dan sistem yang
established (mapan).11
Hal tersebut mempertegas kepada pembaca bahwa sebelum
revolusi terjadi, Negara Mesir meskipun dihuni oleh mayoritas umat Islam, namun
sistem Negaranya sendiri adalah sekuler dan bukan Syariat Islam. Sehingga
Undang-Undang yang digunakan tidak berlandaskan pada Syariat Islam.
Hingga pada masa rezim Hosni Mubarak, penindasan terhadap umat Islam
masih terus terjadi. Bahkan Mesir dibawah pimpinannya mau bekerjasama dengan
Israel untuk ikut menindas Palestina malalui perjanjian-perjanjian, sehingga pada
masa itu Mesir merupakan sekutu setia Israel. Pemerintah Mubarak menjamin
pasokan gas dari Mesir ke Israel. Rezim Mubarak pula yang selama ini
membentengi Israel dan Amerika Serikat dari kelompok radikal yang didukung
Iran di Timur Tengah. Mubarak juga gigih dan aktif menentang Hisbullah di
Libanon dan Hamas di Jalur Gaza.12
Bulan juni 2012 lalu adalah bukti dimana kekuatan Islam mulai bangkit
lagi di Mesir setelah beberapa dekade selalu berada di bawah tekanan rezim yang
otoriter. Tepatnya pada tanggal 25 juni 2012 Komisi Pemilihan Umum yang
diketuai oleh Farouk Sultan, mengumumkan hasil pemilu siang itu. Hasilnya
adalah Mohammad Mursi, calon dari Ikhwanul Muslimin akhirnya resmi
menjadi presiden Mesir dengan memenangkan 51,8 %, yaitu 13,2 juta suara
sedangkan Ahmed Safiq memperoleh 12,3 juta suara dari 26 juta pemilih. Lebih
dari 800.000 surat suara dinyatakan tidak sah.13
Kemenangan itu telah memberi perubahan di negeri piramid tersebut.
Perubahan di Mesir yang sangat dramatis menampilkan gabungan kekuatan Islam,
yaitu Salafi dan Ikhwanul Muslimin yang menjelma menjadi kekuatan politik
utama, karena sekarang telah bersatu dalam satu kapal. Salafi dan Ikhwan saling
11
Op cit. , hal 18 12
http://tempointeraktif. com/khusus/selusur/husni. mubarak/page04. php 13
http://luar-negeri. kompasiana. com/2012/06/24/mohammed-morsy-presiden-Mesir-terpilih/
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
bahu-membahu, mencari solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan paska
revolusi.14
Salah satu bentuk kerjasamanya adalah Salafi dan Ikhwan memiliki
kesepakatan yang sama, bahwa syariah Islam (al-Qur'an dan Sunnah), menjadi
sumber hukum tertinggi dalam perundang-perundangan di negara Mesir. Seperti
yang tertera dalam Konstitusi ayat II, tahun 1971, yang akan diamandemen
menjadi: Islam sebagai agama negara, bahasa Arab menjadi bahasa nasional,
dan kemudian Syariah Islam menjadi sumber hukum tertinggi perUndang-
Undangan.15
Inilah sebuah hasil yang paling pokok (asas) dari kerjasama antara
Salafi dan Ikhwan di Mesir, yang berhasil menguasi parlemen di negeri piramid
itu.
Rumusan Masalah
Berangkat dari beberapa penjelasan komparatif di atas, penulis tertarik
untuk menjawab sebuah pertanyaan mendasar dari kasus tersebut untuk dijelaskan
lebih mendalam dalam pembahasan. Pertanyaan tersebut adalah:
Mengapa kelompok Ikhwanul Muslimin yang selama ini cenderung
bertentangan dengan kelompok Salafi dan sulit bekerjasama, setelah terjadinya
revolusi di Mesir tahun 2011 dapat menjalin kerjasama dengan kelompok tersebut
dalam pembentukan Negara Islam?
Landasan Teoritik
Untuk sampai kepada pembahasan, diperlukan jembatan pemikiran agar
dapat memudahkan penulis dalam menjawab beberapa pertanyaan di atas serta
memudahkan pembaca dalam memahami pokok pembahasan. Maka dari itu,
penulis menggunakan jembatan pemikiran berupa konsep maupun teori yang
mendasar yang berhubungan dengan teori kerjasama dan negara Islam seperti
yang akan dijelaskan di bawah ini:
14
http://m. voa-Islam. com/news/opini/2012/09/02/20434/Mesir-Salafi-dan-Ikhwan-bersatu-
menegakkan-syariah-Islam/ 15
Ibid,.
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Teori Kerjasama
Kerjasama pada hakekatnya mengindikasikan adanya dua pihak
atau lebih yang berinteraksi secara dinamis untuk mencapai suatu tujuan
bersama. Dalam pengertian itu terkandung tiga unsur pokok yang melekat
pada suatu kerangka kerjasama, yaitu unsur dua pihak atau lebih, unsur
interaksi dan unsur tujuan bersama. Jika satu unsur tersebut tidak termuat
dalam satu obyek yang dikaji, dapat dianggap bahwa pada obyek itu tidak
terdapat kerjasama.16
Soerjono Soekanto17
dalam bukunya “Sosiologi Suatu Pengantar”
mengatakan kerjasama merupakan suatu usaha antara orang perorangan
atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan
bersama. Terjadinya kerjasama dilandasi oleh adanya kepentingan yang
sama dimana landasan tersebut menjadi pijakan untuk memecahkan
berbagai permasalahan secara bersama-sama melalui suatu mekanisme
kerjasama.18 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerjasama
terjadi jika suatu pihak ataupun kelompok saling berinteraksi untuk sama-
sama memenuhi kepentingan sebagai tujuan bersama.
Dalam kasus ini Ikhwanul Muslimin dan Salafi pada awalnya memang
memiliki beberapa perbedaan, namun pada asasnya mereka memiliki persamaan
mengenai tujuan dan konsep Negara Islam. Dan jika ditelaah dengan teori
kerjasama di atas, penulis mencoba menegaskan bahwa Ikhwanul Muslimin sejak
berdirinya telah miliki tujuan untuk membangun Negara Islam.
Konsep Negara Islam
16
S. Pamudji, Kerjasama antar daerah dalam rangka pembinaan wilayah : suatu
tinjauan dari segi administrasi Negara, Bina Aksara Jakarta : 1985 yang di post di
http://vektorsmg. wordpress. com/2011/12/18/kumpulan-teori-kerjasama/ 17
Lektor Kepala Sosiologi dan Hukum Adat pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia 18
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar.Edisi 4.Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
Dari https://docs.google. com/viewer?a=v&q=cache:vGfVcXJQlUJ:elib. unikom. ac. id/download.
php%3Fid%3D27443+konsep+orientasi+hubungan+internasional&hl
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Yusuf al Qardhawi berpendapat bahwa Negara Islam adalah
Negara yang menerapkan hukum sebagaimana yang diturunkan Allah
SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW. Namun juga bukan Negara
agama sebagaimana yang sering didefinisikan oleh kaum orientalis Barat,
dan semua komunitas yang ada di dalamnya yang terdiri dari berbagai
suku bangsa dan agama hidup di dalamnya dengan menggunakan aturan
Syariat Islam, sebagaimana yang pernah ada pada jaman pemerintahan
Nabi Muhammad SAW di al-Madinah al-Munawwarah, yang pemimpin
Negara Islam bukanlah orang yang ma’shum dan pejabat Negara yang
menopang pemerintahannya tidak pula ma’shum, namun mereka adalah
manusia biasa yang berperilaku benar dan bisa melakukan kesalahan.
Yusuf al-Qardhawi juga menjelaskan bahwa kesatuan Negara
Islam tidak boleh dibatasi dengan batasan geografi. Negara Islam adalah
cakupan luas bangsa sedunia yang di dalamnya terdapat Muslim, ia
menerangkan bahwa di manapun terdapat orang yang beriman, maka
Negara itu juga dinyatakan sebagai Negara Islam yang harus dibela dan
dibantu penduduknya bila terdzalimi. Peniadaan batasan Negara yang
digagas Yusuf al-Qardhawi seolah bertentangan dengan devinisi “nation
state” yang dikenal secara umum, yang dinyatakan sebagai: “A state that
the self-identities as deriving its political legitimacy from serving as
sovereign entity for a nation as sovereign territorial unit. Yang berarti:
Negara yang mengidentifikasikan diri sebagai Negara yang bermuara dari
legitimasi politik yang bertujuan untuk melayani sebuah bangsa yang
berdaulat yang memiliki unit territorial atau batasan wilayah yang jelas.
Perbedaan Gerakan Dakwah Ikhwanul Muslimin Dan Salafi
Ikhwanul Muslimin semula merupakan sebuah “jamaah yang murni
religius dan filantropis yang bertujuan menyebarkan moral Islam dan amal baik”.
Ideologi gerakan ini disebut Islamis karena memiliki cita-cita dan tujuan
menjalankan syariat Islam dan berkeyakinan berdirinya negara Islam sebagai
unsur penting dari tatanan Islami yang diinginkan dan muncul sebagai benteng
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
dari penetrasi ideologi dan dominasi imperialisme Barat khususnya di Timur
Tengah yang menimbulkan reaksi dan penolakan.19
Imam Hasan Al Banna sebagai Mursyid Am yang pertama telah
menyebutkan beberapa tujuan pendidikan gerakan ini. Yaitu di dalam
penjelasannya tentang rukun amal yang ketiga dari rukun-rukun baiat dalam
jema’ah Ikhwanul Muslimin. Tujuan tersebut didesain menjadi beberapa program
yang memiliki beberapa tingkatan. Dimulai dari tingkatan individu yang artinya
memperbaiki diri sendiri, tingkat keluarga yang artinya membina rumah yang
Islami, tingkat lingkungan sosial masyarakat yang artinya membimbing
masyarakat lokal, tingkat politik (pemerintahan) yang juga berarti membebaskan
negeri dari penguasa asing, tingkat dunia Arab yang artinya memperbaiki
eksistensi internasional bagi umat Islam, tingkat dunia Islam yang artinya menjadi
guru dunia dengan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh penjurunya.20
Sedangkan Dakwah Wahabi bersifat terbuka, bukan berbentuk badan atau
organisasi resmi, maka keterikatan seseorang padanya lebih longgar dari
keterikatan seorang anggota organisasi tertentu memiliki kartu anggota resmi. Hal
ini serupa dengan seorang Muslim yang dikenal sebagai pengikut madzhab
Hanafi, Maliki, Syafi’i atau Hanbali. Mereka sepakat, mengikuti dan mendukung
madzhab itu, tetapi tidak terikat dalam suatu organisasi madzhab fikih dan
memiliki kartu anggota tertentu.21
Pada dasarnya hakekat gerakan dakwah Salafi (Wahabi) adalah gerakan
dakwah yang sama seperti gerekan Ikhwanul Muslimin, Hizbut Tahrir, Anshorus
Sunnah dan gerakan Islam lainnya. Namun yang membedakan gerakan ini adalah
bahwa gerakan Salafi (Wahabi) tidak ada aturan organisasi resmi, seperti
AD/ART, struktur pengurus pusat, pengurus wilayah, pengurus cabang, ketua
umum wakil ketua, sekjen, alamat sekretariat, keanggotaan, logo organisasi, dan
lain-lain. Gerakan dakwah ini menyebar secara natural dan kultural. Basisnya
adalah Majelis Ilmu, Dakwah dan Saling Ta’awun untuk menyebarkan kebaikan.
19
Soebantardjo. Sari Sejarah, Djilid I, Asia-Australia. Yogyakarta. Bopkri. 1955. hlm. 169. 20
Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir. Menuju Jama’atul Muslimin, Telaah Sistem Jamaah
Dalam Gerakan Islam, Rabbani Press, Jakarta. 2011. Hal 343 21
Op cit, AM WARSITO. Hal 179
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Karena alasan itu pula, sebagian Salafi mencela konsep dakwah melalui
organisasi sebagai bentuk “Hizbiyyah” (Fanatik Kelompok). Mereka menyebut
orang-orang yang berorganisasi sebagai Hizbi. Padahal Hizbi atau tidak Hizbi
tergantung sifat kefanatikan seseorang, bukan organisasinya.22
Beberapa perbedaan yang terdapat pada kedua kelomok tersebut seakan
tidak berarti manakala revolusi telah meletus di Mesir, sehingga membuka pintu
bagi kedua kelompok tersebut untuk bahu-membahu menggapai kekuatan
tertinggi pada pemilu yang di selenggarakan di Mesir. namun justru di situlah
mereka menjalankan kerjasama mereka.
Alasan Ikhwanul Muslimin Menjalin Kerjasama Dengan Salafi Paska
Revolusi
Setelah menjelaskan beberapa karakteristik dakwah kelompok Ikhwanul
Muslimin dan Salafi serta proses yang telah dijalankan oleh kelompok Ikhwanul
Muslimin dalam membentuk sebuah negara Islam melalui tahapan keempat atau
dalam bidang pemerintahan (politik). Kali ini penulis ingin menjelaskan 2 alasan
yang menyebabkan kelompok Ikhwanul Muslimin bersedia menjalin kerjasama
dengan kelompok Salafi dalam membentuk negara Islam di Mesir. Yang pertama
adalah karena terjadi perubahan orientasi yang cukup signifikan pada pihak Salafi
mengenai politik paska terjadinya revolusi di Mesir dan yang kedua adalah
persamaan beberapa sasaran dan metode Salafi dengan kelompok Ikhwanul
Muslimin dalam pembentukan negara Islam.
Perubahan Orientasi Salafi Tentang Politik Paska Revolusi.
Perubahan pemikiran yang dianut komunitas Muslim yang
menyatakan diri mereka sebagi pengikut salaf atau Salafi, semakin
mencolok paska terjadi revolusi di Mesir. Bukan hanya mengoreksi ulang
pendapat mereka mengenai demonstrasi dan penyampaian kritik secara
terang-terangan kepada penguasa, namun pendapat fikih yang berkenaan
dengan masalah pemilu juga tidak luput dari koreksi.
22
Op cit, AM WARSITO. Hal. 181
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Perubahan tersebut menjadi suatu yang sangat penting mengingat
bahwa perubahan yang terjadi pada kelompok Salafi adalah pada sisi
politik yang selama ini sangat sulit untuk dirubah. Selain itu, sisi politik ini
telah menjadi fokus tahapan tujuan gerakan dakwah Ikhwanul Muslimin
sebagai batu loncatan menuju dunia Islam yang lebih universal terutama
setelah bergulirnya revolusi d Mesir.
Pada hari jum’at tangal 18 februari 2011, kelompok Salafi
melaksanakan muktamar di Manshurah, Mesir. Awalnya muktamar ini
merupakan bentuk dukungan agar UU pasal 2, yang menyatakan bahwa
syariat adalah sumber hukum Mesir, agar tidak diutak-atik. Namun
pembicaraan juga berisi seruan untuk meninjau ulang pandangan
mengenai pemilu.23
Syeikh Muhammad Hasan selaku salah satu pembicara
menyatakan,
”Saya meminta kepada para Syeikh kita untuk meninjau kembali,
terhadap hal-hal yang telah diterima pada tahun-tahun sebelumnya, seperti
masalah pencalonan dalam parlemen dan syura, serta (pencalonan)
presiden dan pemerintahan. Saya meminta kepada para Syeikh kita untuk
berkumpul untuk mengurai masalah ini, agar para pemuda kita terhindar
dari fitnah dan bercerai-berai.”
Sepertinya, usulan Syeikh Muhammad Hasan kepada para tokoh
Salafi untuk mengoreksi ulang pandapat mengenai hukum mengikuti
pemilu, mendapatkan sambutan. Syeikh Ahmad Farid, yang juga salah
satu tokoh komunitas Salafi Iskandariyah juga menyatakan bahwa
pembentukan partai politik masih merupakan kemungkinan-kemungkinan.
Hal ini menunjukkan tekad komunitas ini berpartisipasi dalam pemilu.24
23
Abu Gozzah, Musim Semi Revolusi Dunia Arab. Maktaba Gaza, Jakarta. Hal 59 di ambil dari
situs berita lokal Mesir, Al Yaum As Sabi’ (19/2) 24
Abu Gozzah, Musim Semi Revolusi Dunia Arab. Maktaba Gaza, Jakarta. dikutip oleh Al
Mafkarah (6/3), dari koran As Syuruq
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Revolusi Sebagai Momentum Bertemunya Metode dan Tahapan
Kelompok Ikhwanul Muslimin dan Salafi
Kita ketahui bersama bahwa pada dasarnya dua golongan atau
kelompok tidak akan dapat bersatu jika tidak terdapat kesamaan di
dalamnya baik dalam tujuan ataupun jalan untuk menuju tujuan tersebut.
Kesamaan itu bisa timbul dengan sendirinya atau dengan kata lain, mereka
memang sudah sama sejak awal dilakukannya kerjasama. Dalam kasus
yang lain, kerjasama juga dapat dilakukan oleh dua kelompok yang tidak
memiliki kesamaan. Namun hal itu tidak akan dapat terwujud kecuali
dengan dua syarat. Pertama, salah satu dari kelompok tersebut bersedia
untuk berubah sehingga bisa mengikuti kelompok yang satu lagi. Kedua,
kedua-duanya sama mengubah pendirian mereka sehingga menemukan
satu jalan yang sama sehingga mereka bisa melakukan kerjasama.
Adapun hasil dari analisa ini adalah salah satu kelompok yang dalam
konteks ini adalah Salafi telah merubah pendiriannya atau orientasinya tentang
pemilu sehingga dapat setara dengan Ikhwanul Muslimin yang dari masa-masa
awal didirikannya sudak sangat aktif berpartisipasi dalam pemilu.
Persamaan Kelompok Salafi Dengan Kelompok Ikhwanul Muslimin
Pada bagian awal pembahasan ini selalu ditunjukkan bahwa
terdapat banyak sekali pertentangan antara Salafi dengan Ikhwanul
Muslimin. Dan yang paling menonjol adalah bagaimana pandangan
mereka tentang politik sehingga mempengaruhi ekspresi gerakan mereka
dalam pemilu maupun interaksi mereka dengan pemerintahan. Sehingga
menjadi hal yang sangat menarik ketika kelompok Salafi secara tiba-tiba
merubah pandangan mereka yang dahulu sangat anti dengan pemilu kini
menjadi aktif dan yang dulu tidak terlalu bersuara pada pemerintah kini
cenderung vocal serta kritis terhadap pemerintah.
Dalam hal ini revolusi telah menaruh andil yang sangat besar
karena telah berhasil memunculkan kesamaan-kesamaan yang tersembunyi
dari kedua kelompok tersebut sehingga semakin meluruskan langkah
kedua kelompok tersebut untuk menjalin kerjasama.
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Adapun beberapa pesamaan yang bisa penulis tangkap adalah
sebagai berikut:
Pertama, yaitu dalam metode dakwah Salafi. Salafi selalu terfokus
pada kegiatan dakwah, dan mendidik umat untuk mengenal Islam dan
mendalaminya, terutama mendidik generasi muda Muslim, agar mereka
mengikuti jejak para generasi pertama Salaf, yang benar-benar hanya
mengutamakan al-Quran dan Sunnah Nabi Muhammad shallahu alaihi
wassalam.25
Metode yang dilakukan adalah perbaikan-perbaikan dengan
cara berdakwah mengajak manusia kepada Allah, memurnikan mereka
dari polusi kesyirikan, bid’ah, dan maksiat, lalu membimbing dan
membina mereka kepada pemahaman dan praktek Islam yang baik dan
benar.
Hal tersebut serupa dengan kegiatan dakwah Ikhwanul Muslimin
yang terdapat pada tahapan tujuan pertama (individu), kedua (rumah
tangga), dan ketiga (masyarakat lokal) dalam pendidikan kadernya. Di sini
Ikhwanul Muslimin berupaya untuk menempatkan kehidupan setiap
individu dalam naungan sistem Islam sehingga seluruh aspek kehidupan
hanya berada di bawah petunjuk Islam. Dengan demikian individu-
individu tersebut akan membentuk suatu keluarga ataupun rumah tangga
yang Islami dan dengan praktek kehidupan yang selaras dengan sistem
Islam, niscaya rumah tersebut akan menjadi basis dakwah dan
pembangunan masyarakat Muslim yang berpengang teguh pada nilai-nilai
Islam. Keluarga-keluarga yang terbentuk dari individu-individu yang juga
berpegang teguh pada nilai Islam pada akhirnya akan mengantarkan pada
masyarakat lokal yang Islami dan menjadi basis untuk didirikannya
pemerintahan Islam yang ideal.
Dari sini kita bisa melihat bahwa antara kedua kelompok tersebut
sama-sama menempatkan posisi individu pada urutan terpenting sebagai
sasaran utama dakwah sabagai pondasi awal terbentuknya sebuah negara
Islam yang ideal.
25
http://www. globalMuslim. web. id/2012/04/Salafi-kami-menolak-negara-agama. html
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Kedua, yaitu dalam konsep negara Islam. “Kaum Salaf
berpendirian, bahwa sebuah negara dinamakan negara Islam selagi masih
ada panggilan untuk sholat (azan) dan didirikan sholat dengan terang-
terangan serta penduduknya (rakyatnya) sentiasa mendirikan sholat
dengan bebas (aman)”.26
Namun di sisi lain mereka juga berusaha menggambarkan
pemerintahan yang ideal melalui pernyataan-pernyataan mereka di bawah
ini, sehingga hal tersebut menunjukkan bahwa sebenarnya Salafi juga
memiliki harapan untuk mewujudkannya, yaitu pemerintahan yang
berlandaskan sistem Islam. Dalam hal ini Salafi selalu menempatkan
seorang pemimpin dan ulama’ sebagai sosok yang sangat penting dalam
suatu pemerintahan yang Islami.
Para pemimpin adalah penguasa yang mampu menggunakan kuasa
mereka melaksanakan pemerintahan berasaskan prinsip Siyasah As-
Syariyah. Para ulama pula adalah terminal ilmu yang mampu dan diberi
mandat membentuk akidah dan pemikiran umat ke arah pemahaman
Siyasah Islamiyah (Siyasah As-Syariyah yang lebih berdisiplin lagi
profesional). Ulama telah diwajibkan oleh syara bekerjasama dengan
pemimpin. Dipikulkan ke atas mereka tanggungjawab sosial mentarbiyah
umat agar mentaati pemimpin demi menghindari perpecahan serta
menghapuskan fitnah di kalangan masyarakat. Maka sebuah negara itu
dinamakan negara Islam apabila ulama dan umara (pemimpin)
bekerjasama membangun rohani dan jasmani, secara fisik dan mental
untuk kebaikan dunia dan akhirat.
Tokoh Salafi juga menjelaskan Bahwa agama dan penguasa adalah
seumpama dua sisi mata yang tidak boleh terpisah. Apabila diangkat salah
satunya, maka akan terangkatlah yang lainnya, kerana agama itu bagaikan
asas bangunan, sedangkan penguasa seperti penjaga asas tersebut. Sesuatu
26
http://shuhmy.multiply.com/reviews/item/21?&show_interstitial=1&u=/reviews/item.
Lihat: Iktiqad Aimmatu Ahlu Hadis, hlm. 50
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
yang tidak ada asasnya akan hancur dan sesuatu yang tidak ada
penjaganya akan lenyap dengan cepat.27
Salafi juga menjelaskan bahwa Termasuk tanda-tanda negara Islam
ialah apabila ulama diberi ruang berada di samping pemimpin Islam,
karena agama dan pemimpin (politik) tidak dapat dipisahkan. Berkata Abu
Abdillah al-Qala’i as-Syafir rahimahullah:
“Keseimbangan urusan agama dan dunia adalah satu tujuan
yang sangat diidam-idamkan. Hal ini tidak akan terlaksana kecuali
dengan adanya penguasa (pemimpin). Kalau kami tidak
memandang wajib adanya penguasa, pasti hal ini akan
menyebabkan manusia berada di dalam perselisihan dan kerusuhan
yang berpanjangan sehingga Hari Kiamat. Kalau manusia tidak
mempunyai pemimpin yang kuat dan ditaati, pasti akan pudar
kemuliaan Islam lalu lenyap tak berbekas. Jika umat tidak
mempunyai penguasa yang berdaulat, pasti akan lenyap aktivitas-
aktivitas ibadah dan terhentilah perdagangan import-eksport”.28
Termasuk tanda negara Islam yang lain ialah apabila pemimpin
dan ulama sentiasa bekerjasama dan senantiasa saling menghormati,
kerana inilah asas kesejahteraan agama, keutuhan politik (siyasah),
keselamatan, perpaduan dan keharmonian rakyat, inilah juga penyebab
pemimpin dan ulama dihormati.29
Hal tersebut mirip dengan yang dialami oleh Ikhwanul Muslimin di
Mesir. Di mana para ulama’ dan pemimpin umat telah merapatkan barisan
untuk mendukung pemerintahan Islam. Dalam pernyataan bersama yang di
tandatangani oleh 19 ulama’ dan pemimpin umat dari partai-partai Islam
pada tanggal 21 oktober 2011 menegaskan untuk menjunjung tinggi
perdamaian dan kepentingan nasional, mengedepankan kerja untuk
menolong agama Allah, menjauhi segala bentuk perbedaan pendapat
meskipun hal itu yang remeh-remeh yang terjadi di barisan kelompok
Islam.
Pernyataan itu juga menambahkan bahwa:
27
Al Alusi. Ruhul Ma’ani 1/174. Cetakan Al-Muniriyah. Lihat: Al-Bahrul Mihit. 2/269. Abi
Hayyan 28
Al Qola’i. Tahzib ar-Riyasah. Hlm 95. Lihat: Majmu al-Fatawa 27/390. Ibn Taimiyah 29
http://shuhmy.multiply.com/reviews/item/21?&show_interstitial=1&u=/reviews/item
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
“Kita adalah pemilik aqidah dan prinsip-prinsip rabbaniyah
samawiyah, kami menginginkan kebaikan dan kemajuan bagi
kemanusiaan semuanya tanpa terkecuali. Kami bukanlah pencari
kekuasaan dan kedudukan. Sehingga tidak dinilai bahwa para
Islamis telah gagal sebelum bertanding. Agar semua mata dunia
melihat pada kami, bahwa kami mempunyai misi yang luhur, kami
menyeru untuk menyatukan barisan dan satu tujuan. Persatuan dan
kesatuan ini adalah merupakan garis merah yang tidak boleh
dilewatkan.”30
Dari pernyataan tersebut jelas ditunjukkan bahwa Ikhwanul Muslimin
dengan para ulama’ telah memiliki hubungan yang sangat erat bahkan saling
bahu-membahu dalam membentuk serta memperjuangkan sistem Islam di Mesir.
Sehingga dalam konteks yang kedua ini cukup untuk menunjukkan bahwa
persamaan dalam bidang pemerintahan telah menyebabkan Ikhwanul Muslimin
bersedia untuk bekerjasama dengan kelompok Salafi.
KESIMPULAN
Ikhwanul Muslimin merupakan sebuah gerakan yang sangat masyhur tidak
hanya di Mesir sebagai tempat berdirinya tetapi juga di seluruh dunia. INGO yang
berbasis Islam ini semakin dikenal oleh masyarakat internasional sebab
perjuangannya menggulingkan rezim Hosni Mubarak di Mesir melalui revolusi
damai dengan cara demonstrasi besar-besaran di Tahrir Squer Kairo. Sedangkan
Salafi adalah suatu kelompok yang memiliki basis cukup besar di Mesir melalui
dakwahnya tentang tauhid dan aqidah. Kelompok inipun juga semakin terkenal
akibat perubahan yang dialaminya setelah terjadinya revolusi di Mesir.
Ikhwanul Muslimin dan Salafi adalah kelompok Islam yang sama-sama
menginginkan tegaknya negara Islam melalui negara Mesir ini. Namun karena
banyaknya perbedaan diantara keduanya sebelum terjadinya revolusi, menjadikan
kedua kelompok tersebut saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
Perbedaan yang sangat menonjol pada saat itu adalah interaksi antara kedua
kelompok tersebut dengan penguasa dan metode atau jalan yang mereka tempuh
untuk menuju kepada negara Islam.
30
Abu Gozzah, Musim Semi Revolusi Dunia Arab. Maktaba Gaza, Jakarta. 2012 hal 25
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Sebelum revolusi terjadi Ikhwanul Muslimin merupakan kelompok yang
cenderung keras menentang rezim yang berkuasa, begitu pula penguasa bersikap
sangat keras terhadap kelompok tersebut dengan cara menekan bahkan
menangkap serta membunuh para anggotanya. Sedangkan Salafi cenderung
bersifat lunak dan patuh terhadap penguasa sehingga penguasa juga tidak banyak
menekan kelompok tersebut seperti halnya apa yang diterima oleh kelompok
Ikhwanul Muslimin. Selain itu, untuk menuju kepada negara Islam Ikhwanul
Muslimin memilih untuk melalui jalur politik sedangkan Salafi tidak pernah
bersinggungan dengan politik bahkan sangat anti dengan aktifitas tersebut.
Kondisi demikian terus bertahan hingga datangnya revolusi pada januari 2011
lalu.
Revolusi yang terjadi pada bulan januari lalu telah memberikan banyak
perubahan di Mesir. Baik perubahan sistem maupun perubahan kondisi negara
yang dahulu dikendalikan oleh rezim yang otoriter sekarang mulai didominasi
oleh kelompok Islam. Artinya, revolusi tersebut memiliki posisi yang sangat
penting di sisi kedua kelompok tersebut. Bagi Ikhwanul Muslimin, ini merupakan
satu peluang dimana mereka dapat merebut kursi pemerintahan agar dapat
menjalankan sistem yang Islami dalam negara tersebut. Sedangkan bagi Salafi,
revolusi tersebut merupakan momen yang memberikan mereka peluang hingga
kemudian mempengaruhi orientasi mereka terhadap aktifitas politik (pemilu).
Perubahan orientasi Salafi dalam bidang politik ditandai dengan
keikutsertaan mereka dalam pemilu yang diadakan paska revolusi. Meskipun
masih kalah pamor dengan partai Hurriyah Wal Adalah yang diusung oleh
kelompok Ikhwanul Muslimin, partai An Nur yang diusung oleh kelmpok Salafi
tetap mendapatkan suara yang cukup mengejutkan, melihat bahwa ini adalah kali
pertama kelompok tersebut terjun dalam pemilu di Mesir.
Namun yang menjadi catatan di sini sesungguhnya adalah bagaimana
mereka bisa berubah, mengapa mereka bisa berubah dan apa dampak dari
perubahan mereka. Revolusi adalah satu-satunya momen yang memberikan
mereka kesempatan sehingga menyebabkan perubahan pada orientasi mereka
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
tentang pemilu. Revolusi telah mengubah kondisi di dalam negara tersebut.
Meskipun pada masa rezim mubarak mereka tidak banyak mendapat tekanan,
namun kondisi paska revolusi biar bagaimanapun telah memberikan dunia yang
berbeda pada mereka. Hilangnya rezim yang otoriter telah menjadikan mereka
berani untuk berfikir dan bertindak lebih dari yang biasanya. Karena pada
dasarnya ada suatu harapan dari kelompok Salafi untuk menerapkan sistem Islam
secara kaffah di negara tersebut, dan dengan tidak adanya sistem yang otoriter
seperti sebelum pemilu mereka memperbaiki sistem agar lebih islami atau paling
tidak mencegah pihak sekuler untuk merebut kembali kursi pemerintahan.
Ikhwanul Muslimin sendiri telah memiliki beberapa tahapan tujuan yang
didesain untuk mewujudkan nagara Islam secara universal. Dimulai dari tingkatan
individu yang artinya memperbaiki diri sendiri, tingkat keluarga yang artinya
membina rumah yang Islami, tingkat lingkungan sosial masyarakat yang artinya
membimbing masyarakat lokal, tingkat politik (pemerintahan) yang juga berarti
membebaskan negeri dari penguasa asing, tingkat dunia Arab yang artinya
memperbaiki eksistensi internasional bagi umat Islam, tingkat dunia Islam yang
artinya menjadi guru dunia dengan menyebarkan dakwah Islam ke seluruh
penjurumya. Berdasarkan tahapan tujuan yang keempat, Ikhwanul Muslimin
menempatkan pemilu sebagai salah satu sarana politik untuk kemudian
menunaikan tahapan tersebut. Hal ini diperkuat dengan faktor histori dari
kelompok tersebut dimana sejak awal pendiriannya kelompok ini selalu
memberikan perhatian yang khusus terhadap dunia politik. Seperti upaya
Ikhwanul Muslimin dalam merebut kembali beberapa wilayah khilafah utsmaniah
yang telah jatuh ke tangan orang-orang eropa setelah runtuhnya pada perang dunia
pertama.
Setelah mengetahui perubahan yang terjadi pada kelompok Salafi
sebelumnya dan gambaran tentang jalan dakwah pada kelompok Ikhwanul
Muslimin, kita bisa menyimpulkan bahwa ada kemungkinan terjadinya kerjasama
diantara keduanya meskipun sebelum revolusi kedua kelompok tersebut
cenderung saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya. Karena kerjasama
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
akan terjadi apabila terdapat dua kelompok yang memiliki kesamaan baik dalam
tujuan maupun jalan untuk mewujudkannya. Meskipun kesamaan mereka baru
terlihat setelah terjadinya revolusi yang kemudian mempengaruhi orientasi salah
satu pihak. Namun kesamaan itulah yang kemudian mengantarkan pada kerjasama
kelompok Ikhwanul Muslimin dan Salafi di mesir dalam pembentukan negara
islam paska revolusi.
Referensi
Buku
Gozzah. Abu, Musim Semi Revolusi Dunia Arab. Maktaba Gaza, Jakarta. Hal 59
Al Alusi. Ruhul Ma’ani 1/174. Cetakan Al-Muniriyah. Lihat: Al-Bahrul Mihit.
2/269. Abi Hayyan
Al Qola’i. Tahzib ar-Riyasah. Hlm 95. Lihat: Majmu al-Fatawa 27/390. Ibn
Taimiyah
As-Siba’I. Hani, Qishatu Jama’atil Jihad, Al-Maqrezy Centre for Historical
Studies, London terjemahan Balada Jamaah Jihad Melacak Kiprah
Aiman Azh-Zhawahiri [Orang ke-2 Al-Qa’idah], Jazêra, Solo 2005. Hal
13
Nasution. Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan Gerakan,
bulan bintang, Jakarta 1975.Hal 28.
Hussain bin Muhammad bin Ali Jabir. Menuju Jama’atul Muslimin, Telaah
Sistem Jamaah Dalam Gerakan Islam, Rabbani Press, Jakarta. 2011. Hal
343
Pamudji, Kerjasama antar daerah dalam rangka pembinaan wilayah : suatu
Soebantardjo. Sari Sejarah, Djilid I, Asia-Australia. Yogyakarta. Bopkri. 1955.
hlm. 169.
Syaikh Jasim Muhalhil. Ikhwanul Muslimin: Deskripsi, Jawaban Tuduhan Dan
Harapan
tinjauan dari segi administrasi Negara, Bina Aksara Jakarta : 1985
LANTIP Jurnal Ilmu Sosial dan Ekonomi Vol 06. No.2 Oktober 2016
Internet
http://luar-negeri. kompasiana. com/2012/06/24/mohammed-morsy-presiden-
Mesir-terpilih/
http://m. voa-Islam. com/news/opini/2012/09/02/20434/Mesir-Salafi-dan-Ikhwan-
bersatu-menegakkan-syariah-Islam/
http://m. voa-Islam. com/news/opini/2012/09/02/20434/Mesir-Salafi-dan-Ikhwan-
bersatu-menegakkan-syariah-Islam/
http://tempointeraktif. com/khusus/selusur/husni. mubarak/page04. php
http://www. globalMuslim. web. id/2012/04/alafi-kami-menolak-negara-agama.
Html
http://www. oocities. org/gigih67/document/Ikhwanul_Muslimin. pdf 09/29/2012
http://www. Salaf. web. id/1043/sejarah-suram-Ikhwanul-Muslimin-al-ustadz-
qomar-za-lc. htm