jurnal mudarrisuna
TRANSCRIPT
Jurnal
MUDARRISUNA
Diterbitkan Oleh:
The Center for Research and Community Service (LP2M)
Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh Website: http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/mudarrisuna
Email: [email protected]
Jurnal
MUDARRISUNA
ii
ISSN 2089-5127 E-ISSN 2460-0733
EDITOR TEAM Volume 9 Nomor 2 July-December 2019
Editor In-Chief
Ismail Darimi, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia
National Editorial Board Eka Srimulyani, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Indonesia Hasan Baharun, Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo, Indonesia Mujiburrahman, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Indonesia Saifullah Idris, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia Abdul Wahid Arsyad, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia Ar Royyan Ramly, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Indonesia Dicky Wirianto, Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Wasliyah Banda Aceh, Indonesia Ikhsan Fajri, Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, Indonesia Jailani, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia Musradinur, STAIN Gajah Putih Takengon Aceh Tengah, Indonesia Mustabsyirah M. Husein, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh Nurjannah Ismail, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Aceh Restu Andrian, Universitas Muhammadiyah Aceh, Indonesia Safriadi, Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, Indonesia Sri Suyanta, Univesitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Aceh, Indonesia Sulaiman, STAI-PTIQ Banda Aceh, Indonesia Tabrani ZA, SCAD Independent, Indonesia Tien Rafida, Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, Indonesia Zulfatmi Budiman, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia
Editors Ziaurrahman, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Al-Hilal Sigli, Aceh, Indonesia Muhammad Furqan, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang Sri Mawaddah, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia Ghufran Ibnu Yasa, UIN Ar-Raniry, Darussalam, Banda Aceh, Indonesia Abdul Haris Hasmar, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia Irman Siswanto, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia Murtadha, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia
Jurnal
MUDARRISUNA
iii
ISSN 2089-5127 E-ISSN 2460-0733
JOURNAL DESCRIPTION Volume 9 Nomor 2 July-December 2019
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam is an open-access, The journal publishes various research and literary reviews in the field of education science and Islamic education providing reviewed scholarly articles that suggest new concepts and best practices for teachers, lecturers, research, and Islamic education practitioners in various places. This journal was established and initiated by a group of experts in education science and Islamic education in Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
Focus, Jurnal MUDARRISUNA (JM) publishes scholarly articles on education science and Islamic education in particular, based on researches and project reports, book reviews.
Scope, Jurnal MUDARRISUNA (JM) accepts submission in the field of education science and Islamic education science in scope Aqeedah, Morals, Jurisprudence, Islamic Law, Qoran, Hadith, History and Islamic Civilization to help spread new insights and concept, as well as highlights best-practices by and for many Islamic educational practitioners, teachers, lectures, and various education policy makers in the field.
Journal MUDARRISUNA is currently indexed and/or included by DOAJ (Directory of Open Access Journals), BASE (Bielefeld Academic Search Engine), Crossref, Google Scholar, Moraref, GARUDA, etc. Journal MUDARRISUNA (Print ISSN 2089-5127 and Online ISSN 2460-0733) has been designated as the 3rd accredited scientific journal (SINTA 3) by Ristekdikti.
Published by Center for Research and Publication Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh in cooperation with Program Studi Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh. This journal is published biannually in January-Juny and July-December.
Registered with Print ISSN 2089-5127 and Online ISSN 2460-0733.
© Copyright Reserved
Editorial Office:
Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam
Jln. Syaikh Abdur Rauf Prodi PAI FTK UIN Ar-Raniry Banda Aceh 23111, Aceh, Indonesia. Contact Person : Ismail Darimi Phone : +62811 3350 9 30 Email : [email protected] Website : http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/mudarrisuna
Jurnal
MUDARRISUNA
iv
ISSN 2089-5127 E-ISSN 2460-0733
TABLE OF CONTENTS Volume 9 Nomor 2 July-December 2019
Otak Rasional dan Otak Intuitif dalam Pendidikan Islam, 265-276
Sidik Purnomo
Aktivitas Belajar Siswa Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru Riau
di Luar Kelas, 277-289
Nurhadi & Zainul Bahri Lubis
Relasi antara Mata Pelajaran Aqidah-Akhlak pada Tradisi Berandep di
Dusun Sungai Jambu Kabupaten Kayong Utara, 290-307
Dewi Nurhayati & Wahab
Penilaian Sikap Sosial Dan Spiritual Siswa Di Sdit Istiqomah Lembang
Bandung Barat 308-319
A Wandi, Chaerul Rochman & Nina Nurmila
Konsep Pendidikan Profetik (Melacak Visi Kenabian dalam Pendidikan), 320-
338
Arifuddin
Kelayakan Media Pembelajaran Focusky Terintegrasi Nilai Agama untuk
Mengembangkan Karakter Disiplin, 339-351
Irma Yunita, Retno Triwoelandari & Muhammad Fahri
Nilai Nasionalisme Kebangsaan Aktivis Rohis, 352-373
Ashif Az Zafi
Pembelajaran Kitab Arab-Melayu di Aceh Besar sebagai Proses Transfer
Ilmu Agama Islam dan Upaya Menjaga Budaya, 374-397
Teuku Zulkhairi
Penggunaan Media dalam Pembelajarn Fiqh pada Dayah Tradisional di
Aceh, 398-418
Ismail Anshari & Tihalimah
Memahami Konsep Maslahah Imam Al-Gazali dalam Pelajaran Usul Fikih,
419-436
Darul Faizin
Kompetensi Professional Guru Qur’an Hadits di MTsN 8 Pidie, 437-453
Juairiah Umar
Jurnal
MUDARRISUNA
v
ISSN 2089-5127 E-ISSN 2460-0733
Dasar Epistemologi dalam Filsafat Pendidikan Islam, 454-470
Abidin Nurdin, Sri Astuti A. Samad & Munawwarah
Orientasi Mutu Pendidikan Manajemen Berbasis Sekolah, 471-486
Kadarisman & Saifullah Idris
Evaluasi Ujian Sekolah Berbasis Komputer (Usbk) Pendidikan Agama Islam
Tingkat Smk Tahun Pelajaran 2018/2019, 487-506
Bahtian Yusup, Chaerul Rochman & Agus Salim
Jurnal
MUDARRISUNA
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
265
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.4211 OTAK RASIONAL DAN OTAK INTUITIF DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Sidik Purnomo
Universitas Ahmad Dahlan, Indonesia email: [email protected]
Abstract
The rational brain has indeed been widely reviewed by researchers, but the existence of an intuitive brain has not been widely known to date. This article aims to explain the rational and intuitive brain in Islamic education. This study is a literature review with a descriptive qualitative approach. Data analysis techniques using clarification, comparison and interpretation of neuroscience themes, rational brain, intuitive brain that I associate with Islamic Education. From the reality that exists in the world of education we often encounter a lack of serious students in learning Islamic Education which consequently the ability of students' knowledge in Islamic Education is very low, with educators need to know rational and intuitive brain functions that exist in each student so efforts to improve the quality of Islamic Education. The results of this study indicate that there is a close link between thinking using a rational and intuitive brain, that is, when the rational brain is maximized and reaches fatigue, intuitively works and finds unexpected answers.
Keywords: Rational brain; intuitive; Islamic religious education.
Abstrak
Otak rasional memang sudah banyak diulas para penelilti, namun keberadaan otak intuitif sampai saat ini belum banyak diketahui. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan otak rasional dan intuituf dalam pendidikan Islam.Kajian ini merupakan telaah kepustakaan dengan pendekatan kualitatif diskriptif. Tehnik analisis data dengan menggunakan klarifikasi, komparasi dan intepretasi terhadap tema-tema neurosains, otak rasional, otak intuitif yang saya kaitkan dengan Pendidikan Agama Islam. Dari realita yang ada didunia pendidikan sering kita jumpai adanya kekurang seriusan anak didik didalam belajar Pendidikan Agama Islam yang akibatnya kemampuan pengetahuan anak didik dalam Pendidikan Agama Islam sangat rendah, dengan demikan para pendidik perlu mengetahui fungsi otak rasional dan intuitif yang ada pada setiap anak didik agar usaha meningkatkan mutu Pendidikan Agama Islam.Hasil dari
Otak Rasional…
266
penelitian ini menunjukkan bahwa ada kaitan erat antara berfikir menggunakan otak rasional dan intuitif yaitu ketika otak rasional dimaksimalkan fungsinya dan mencapai titik lelah maka intuitif akan bekerja dan menemukan jawaban yang tidak terduga.
Kata Kunci: Otak Rasional; intuitif; Pendidikan Agama Islam.
PENDAHULUAN
Dewasa ini Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu
bidang studi yang mendapat perhatian cukup besar, baik dari masyarakat
maupun pemerintah. Berbagai strategi pendidikan dan juga model
pembelajaran telah diterapkan dalam proses belajar mengajar disekolah,
Namun hasil belajar yang dicapai belumsesuai yang diharapkan. Pada
dasarnya Pendidikan Agama Islam telah menggunakan cara-cara berpikir
intuitif namun tidak mengenal dengan jelas cara kerja otak intuituf
sehingga banyak terjadi mispersepsi. Dalam makalah ini penulis akan
mengulas tentang otak rasional dan otak intuitif yang kita kaitkan dengan
Pendidikan Agama Islam. Dengan harapan kita sebagai para pendidik
akan lebih mengenal dengan jelas cara kerja otak intuitif yang sangat
membantu dalam meningkatkan kemampuan belajar siswa.
Berbicara tentang pembelajaran PAI disekolah tidak terlepas dari
masalah-masalah yang terdapat didalamnya.Para guru menyadari bahwa
PAI bukanlah termasuk bidang studi yang menjadi idola kebanyakan
siswa. PAI sering dikeluhkan sebagai bidang studi yang membosankan
bagi siswa karena diajarkan dengan metode yang tidak menarik, guru
menerangkan materi sementara siswa hanya mencatat, sehingga
pengetahuan PAI siswa rendah dibanding pelajaran lain.
Salah satu faktor rendahnya pengetahuan siswa tentang PAI, bukan
semata-mata karena materi yang banyak dan sulit, namun juga karena
disebabkan oleh proses pembelajaran yang dilaksanakan. Soedjadi
memberikan penjelasan akan penyebab siswa mengalami kesulitan
didalam belajar bisa disebabkan faktor dari intern siswa sendiri akan
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
267
tetapi juga bisa dari ekstern siswa sendiri.1 Sebagai contoh cara pemberian
materi pelajaran atau suasana lingkungan kelas. Sebagus apapun strategi
pembelajaran yang digunakan tidak akan menjadi jaminan pembelajaran
PAI mencapai tujuan yang diinginkan. Karena sebenarnya salah satu
faktor terpenting dalam pembelajaran adalah proses belajar. Memang saat
ini kebanyakan pembelajaran PAI sudah berpusat pada keterlibatan siswa
secra aktif. Tetapi kenyataan yang kita temui dilapangan pembelajaran
saat ini masih tergolong konvensional.
Dalam menjelaskan pelajaran banyak guru PAI yang masih banyak
ceramah sehingga aktifitas siswa kurang. Hal ini menimbulkan dampak
tidak baik dalam upaya mencapai hasil belajar siswa. Pengajaran secara
konvensional menyebabkan siswa hanya belajar secara prosedural serta
memahami materi tanpa penalaran.
Begitu juga kita juga sering banyak mendengar keluhan didunia
pendidikan PAI adalah kurang adanya keterkaitan antara pelajaran PAI
disekolah dengan dunia kehidupan sehari-hari dan kenyataan kehidupan
siswa dilingkungannya. Untuk itu kita perlu meningkatkan pembelajaran
PAI dengan cara mengintegrasikan dengan dunia nyata kehidupan siswa
dan memberikan nuansa pembelajaran yang menyenangkan, serta dapat
mengakrabkan PAI dengan siswa. Senada dengan hal tersebut,
Freunddenthal menerangkan bahwa pembelajaran adalah merupakan
aktifitas manusia yaitu pembelajaran dipandang merupakan suatu proses
bukan barang jadi.2
Didalam proses belajar mengajar guru dan murid dituntut untuk
berfikir. Berfikir merupakan suatu proses seseorang memunculakn ide
dan gagasanya untuk memecahkan masalah berdasar informasi yang
datang dari dalam maupun dari luar. Berdasar pendapat Solso berfikir
_____________
1Soedjadi, R. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. (Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud, 2001).
2Freudenthal, H. Refisiting Mathematics Education China Lectures. (Dordrecht: Kluwer, 1991).
Otak Rasional…
268
merupakan proses aktifitas yang memunculkan representasi mental baru
melalui tukar menukar informasi oleh hubungan komplek dari atribusi
mental yang mencakup pertimbangan, pengabstrakkan, penalaran,
penggambaran, pemecahan masalah, pembentukan konsep, kreatifitas,
dan kecerdasan. Proses berfikir ini dapat digolongkan menjadi beberapa,
diantaranya berfikir rasional dan berfikir intuitif.3
Artikel ini ditulis untuk menjelaskan bagaimana fungsi berpikir
rasional dan berpikir intuitif untuk meningkatkan mutu PAI. Menurut
pendapat penulis bahwa guru PAI harus pandai-pandai membangun
suasana yang merangsang peserta didik mengoptimalkan otak
rasionalnya , karena baru setelah otak rasional mencapai klimaks dalam
berfikir maka otak intuitif akan mulai bekerja. Menurut Tufiq Pasiak
karena ada proses berfikir rasional yang mendahuluinya, kelelahan
berfikir rasional disambung dengan kegiatan berfikir intuitif. Hasilnya
akan mendapatkan informasi tak terduga sehingga berlaku hukum otak
“jika otak rasional lelah otak intuitif akan melanjutkan perjalanan”.4
Menurut Suyadi otak rasional tidak akan maksimal tanpa peran
otak emosional dan otak spiritual. Rasionalitas dalam pembelajaran harus
melibatkan emosionalitas dengan cara mengemas materi pelajaran dalam
bentuk gambar, kata dan suara. Berdoa sebelum belajar adalah gerbang
memasuki dimensi emosi-spiritual.5 Oleh karena itu, pendekatan otak
secara keseluruhan (whole brain approach) akan secara jelas
memperlihatkan tidak dapat dipisahkan antara kognisi dengan emosi
sebagai satu kesatuan. Maka ruang kelas atau ruang baca yang kaya
stimulasi, seperti musik, aroma harum atau segar, dan rasa humor akan
_____________
3Solso, R. L. Psikologi Kognitif. (Jakarta: Erlangga, 2007)
4Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/ SQ: Menyikap Rahasia Kecerdasan Berdasarkan Al-Qur’an dan Neurosains Mutakhir (Bandung: Mizan, 2002), h. 244
5Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini dalam Kajian Neurosains. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), h. 119.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
269
membantu kinerja otak secara keseluruhan sepanjang proses
pembelajaran.
Adapun intuisi memiliki banyak makna, ada yang mengartikan
sebagai kapasitas batin yang menjadikan kita mengetahui sesuatu ketika
pikiran kita tidak mengetahui ataumencapai kebuntuan dalam berfikir
ada yang menterjemahkan bahwa intuisi adalah pikiran alam bawah sadar
(the unconcious mind) yang bermakna sesuatu yang kita kerjakan tanpa
proses berfikir secara sadar atau sudah merupakan kebiasaan.
Ini bagaikan seseorang yang sedang mengendarai kendaraannya
yang mengetahui kendaraanya dijalan secara otomatik tanpa adanya
pemikiran logis sebelumya, Misalnya mengukur lebar sempitnya atau
kanan kiri. Pada proses intuitif, kita tahu bahwa alat indera terutama
penglihatan dan pendengaran kita dapat mengetahui lingkungan luar.
Hal ini disebabkan karena secara otomatis data tersebut diklarifikasikan
dan dihubungkan dengan data yang sudah ada. Dengan anggota tubuh,
tangan, kaki misalnya kita dapat menggerakkan lingkungan luar. Aktifitas
ini banyak dikontrol dan diarahkan oleh respon balik, selanjutnya
informasi megenai peningkatan dan hasilnya dapat diketahui melalui
reseptor luar. Dalam banyak kejadian hal tersebut dapat terjadi tanpa
adanya kesadaran. Misalnya ketika mengendarai sepeda ontel, sepeda
motor dan sebagainya.
Intuitif merupakan ketrampilan memunculkan dan menyeleksi
ide/gagasan/konsep/skema yang sudah ada dalam memori pikiran
untuk merespon stimulus secara otomatis dan spontan dengan tingkat
akurasi yang tinggi. Kecerdasan ini menggambarkan manfaat
pengetahuan dalam membantu kita untuk memutuskan dan bertindak
lebih efektif. Ketika pertama kali kita selesai mengerjakan soal kita akan
merasa kesulitan. Tetapi katika kita mencoba mengerjakan dengan
berulang-ulang apalagi dengan soal yang bervariasi kita akan menjadi
terbiasa sehingga mudah mengerjakan soal tersebut. Artinya bisa
Otak Rasional…
270
disimpulkan bahwa intuisi bisa dilatih berdasar banyak pengalaman
sehingga seseorang akan menjadi lebih cerdas.
Intuisi bermula dari pengalaman dan pengetahuan yang pernah
kita pelajari, kita kenali yang membimbing kita secara tiba-tiba dan
mendadak dalam merespon rangsangan dari luar (stimulus). Ketika
intuisi muncul akan mengalami kecenderungan terulang kembali respon
yang sudah dilakukan, dalam artian mengulang lagi cara berfikir yang
sama. Sehingga kita bisa melakukan sesuatu dengan cepat tidak perlu
berfikir dari awal lagi dan butuh proses lama dan bahkan dengan tingkat
akurasi yang tinggi maka tingkat keahlian kita sudah level tinggi.
PEMBAHASAN
Proses belajar mengejar PAI akan menjadi lebih bermutu jika para
anak didik semakin suka dengan pelajaran PAI dan mampu menyerap
ilmu lebih banyak dari pelajaran PAI. Untuk mencapai hal itu guru
mempunyai peran penting atau menjadi faktor penentu hal tersebut.
Maka guru harus pandai-pandai menciptakaan suasana pembelajaran
yang membuat anak didik ikut berperan aktif dalam proses belajar
mengajar. Langkah tersebut akan menuntun siswa memfungsikan otak
rasionalnya dengan optimal. Dan jika hal tersebut terus dilakukan maka
akan ada saatnya otak intuisi bekerja sehingga proses siswa didalam
mengkaji ilmu PAI akan lebih maksimal hasilnya.
Cara berfikir manusia dalam mengembangkan pengetahuan
diantarnya terdapat dua cara, yaitu cara analitik merupakan cara berfikir
menggunakan nalar induktif dan deduktif serta cara non analitik yang
sering disebut menggunakan intuisi. Cara berfikir menggunakan intuisi
dapat memperoleh jawaban singkat untuk mengembangkan pengetahuan
selanjutnya dan untuk pembuktianya dilakukan berfikir analitik. Tidak
seperti yang diharapkanya hasil belajar siswa salah satu penyebabnya
adalah tidak adanya solusi dari guru tentang masalah yang dihadapi
siswa ketika proses belajar.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
271
Pemberian solusi terhadap masalah dalam belajar agar memperoleh
hasil yang diinginkan salah satu caranya adalah dengan memaksimalkan
peran otak rasional dan intuitif. Ada tiga faktor yang mendukung
munculnya berfikir intuitif pada seseorang ketika kesulitan saat menemui
masalah yaitu: berdasar feeling, intrinsic, dan intervensi.6
1. Feeling merupakan munculnya pendapat yang tiba-tiba muncul dalam
pikiran dapat dikaitkan dengan masalah yang dihadapi sehingga
mampu membuat keputusan secara spontan
2. Intrinsik yaitu ide yang muncul spontan dari pemikiran siswa dalam
melakukan pemecahan masalah dan intinsik ini terjadi masih berkaitan
dengan feeling
3. Intervensi adalah hasil pemikiran yang dikaitkan dengan pengetahuan
sebelumnya sehingga akan memunculkan cara mendapatkan suatu
jawaban yang bersifat tiba-tiba. Intervensi juga masih berhubngan
dengan feeling
Berfikir intuitif berarti bekerja dengan feeling dan memiliki
keyakinan yang kuat untuk membuat suatu keputusan. Dalam membuat
keputusan seseorang membutuhkan suatu strategi yang tepat, agar
keputusan yang diambil benar-benar bisa menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi.Berpikir intuitif muncul ketika seseorang mengalami
kesulitan untuk menemukan jawaban yang benar dalam menghadapi
masalah. Menurut Kustos berpikir intuitif adalah proses kognitif melalui
feeling dan persepsi.7 Berpikir intuitif berbeda dengan berpikir
analitik.Penjelasan kebenaran suatu pernyataan dengan pembuktianya,
merupakan berpikir analitik, tetapi kebenaran yang munculnya secara
_____________
6Sao, S. Berpikir intuitif dalam pembelajaran matematika. (Prosiding seminar nasional, 2014)
7Kustos, P. N. Trens concerning four misconception in student’s intuitively-based probabilistic reasoning sourced in the heuristic of representativeness. (2010)
Otak Rasional…
272
subyektif dan diterima secara langsung (tanpa pembuktian) merupakan
berpikir intuitif.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa berpikir dengan
intuitif ada beberapa kelemahan diantaranya bersifat subektif dan
cenderung tanpa pembuktian, tetapi intuitif juga memiliki kelebihan
seperti yang telah kami kemukakan diatas bahwa intuitif mempunyai 3
faktor dalam memecahkan masalah yaitu feeling, intrinsic dan intervensi
dimana dari 3 faktor itu ada kesamaan yang berupa cara berfikir yang
menghasilkan jawaban yang cepat dan spontan. Dan cara yang demikian
sangat dibutuhkan khususnya bagi seorang pelajar.
Sebagaimana Dreyfus dan Eisenberg mengatakan bahwa
pemahaman secara intuitif sangat diperlukan sebagai “jembatan berfikir”
manakala seseorang berupaya untuk menyelesaikan masalah dan
memandu menyelaraskan kondisi awal dengan tujuan.8 Dengan kata lain
untuk beberapa siswa pada saat menyelesaikan masalah dalam pelajaran
telah mengetahui atau menemukan solusi/jawaban dari suatu masalah
sebelum siswa menuliskan langkah penyelesaianya. Meskipun saat
mereka menemukan ide awal dalam dalam penyelesaian masalah atau
langkah apa yang paling cocok untuk menyelesaikan masalahtersebut.
Munculna ide yang datang secara seketika dan bersifat otomatis atau
muncul tiba-tiba merupakan karakter berpikir yang melibatkan intuisi.
Menurut Fischbein, intuisi adalah proses kognitif yang spontan dan
segera, berdasarkan pada skema tertentu. Ada dua jenis intuisi yang
dikategorikan oleh Fischbein, yaitu intuisi untuk memahami masalah
yang disebut afirmatory dan intuisi untuk menyelesaikan masalah yang
disebut anticipatory, kedua jenis intuisi ini harus berjalan dalam
pemecahan masalah sehingga memperoleh hasil yang maksimal.9 Dalam
_____________
8Dreyfus, T. & Eisenberg, T. Intuitive functional concepts: A baseline study on intuitions. (1982)
9Fischbein, E. Intuition in science and mathematics an educational approach. (Netherland: Reidel, 1987),
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
273
pemecahan masalah terkadang terdapat sesuatu tanpa pemikiran secara
mendalam yang digunakan untuk menyelesaikanya, walaupun sesuatu
tersebut belum tentu dapat dibuktikan kebenaranya. Sebagai contoh,
untuk membuktikan kebenaran pernyataan, awalnya siswa akan berpikir
secara sepintas (spontan) cara pembuktian yang digunakan, apakah bukti
langsung atau tidak langsung. Ini merupakan cirri berpikir intuitif.
Usodo mengatakan bahwa berpikir intuitif berperan penting dalam
menentukan strategi pemecahan masalah karena dengan intuisi siswa
mempunyai gagasan kreatif dalam memecahkan masalah.10 Banyak siswa
pandai dalam menyelesaikan soal pelajaran sering menggunakan cara-
cara yang cerdas, sehingga memberikan jawaban yang singkat dan akurat,
gagasan kreatif ini sejalan dengan tututan kurikulum 2013 yang
mewajibkan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran.
Menurut Kustos, pemecahan masalah yang tidak dianalisis adalah
ciri berpikir intuitif.11 Intuisi pada setiap siswa berbeda-beda. Siswa
seharusnya mengadalkan intuisinya sendiri dalam memecahkan masalah.
Pemecahan masalah dengan cara intuisi akan menghasilkan solusi
jawaban atau cara pemecahan ang berbeda-beda dari setiap siswa.
Sehingga pemecahan masalah denagn cara intuitif akan banyak memiliki
solusi jawaban berdasarkan pada pemikiran siswa dan strategi yang
digunakan untuk melakukan pemecahan masalah tersebut.
Beberapa ahli telah meneliti letak proses berpikir pada otak
manusia, termasuk berpikir intuitif. Otak kiri lebih menekankan cara
berpikir analitik, otak kanan lebih menekan kan cara berpikir imajinatif,
sedang otak tengah lebih menekankan cara berpikir intuitif. Otak tengah
disebut juga (mensecephalon), yaitu daerah kecil otak yang berfungsi
sebagai pusat refleks visual, pendengaran dan motor system informasi.
_____________
10Usodo, B. Karakteristik intuisi siswa sma dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari kemampuan matematika dan perbedaan gender. (Surakarta: Perputakaan FKIP UNS, 2011)
11Kustos, P. N. Trens concerning...
Otak Rasional…
274
Otak tengah memutuskan bagaimana harus bertindak dalam menanggapi
informasi sensorik ang diterimanya. Oleh karena itu langkah pertama dari
otak ini menentukan bagaimana orang bereaksi terhadap apa yang
mereka lihat dan mereka dengar.
Untuk itu belajar dengan menggunakan intuitif akan menjadi lebih
baik dan lebih bisa dipertanggung jawabkan secara keilmuan jika
dipadukan dengan belajar menggunakan otak rasional. Karena pemikiran
rasional adalah cara berpikir menggunakan penalaran berdasarkan data
yang tersedia untuk mencari kebenaran factual, keuntungan dan tingkat
kepentingan. Memiliki kemampuan untuk berpikir rasional dengan baik,
akan memiliki motivasi yang kuat terhadap segala sesuatu, baik saat
belajar, bekerja, beraktivitas maupun saat kita sedang mengalami
kegagalan atau suatu tekanan.
Jika Anda memang termasuk orang yang ingin memiliki
kemampuan untuk berpikir rasional dengan baik, maka Anda bisa
melakukan beberapa hal dibawah ini untuk meningkatkan pola pikir
Anda dan menjadikan Anda seseorang yang bisa memiliki kemampuan
untuk berpikir rasional dengan baik. Berikut caranya:
1. Tingkatkan kemampuan Anda dalam berpikir analisa dengan baik
2. Tingkatkan ilmu pengetahuan dan wawasan Anda
3. Usahakan untuk hobi membaca
4. Jaga pola hidup yang sehat, karena akan menjadikan otak Anda terjaga
kesehatannya
5. Biasakan diri Anda untuk tidak menerima informasi dengan apa
adanya
6. Jadilah orang yang bisa berpikir secara kritis
Berpikir kristis merupakan kemampuan seseorang untuk berpikir
secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pembuatan keputusan
tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan. Orang yang memiliki
kemampuan untuk berpikir secara kritis biasanya tidak langsung
menerima sesuatu yang dianggap baru bagi dirinya. Mereka akan lebih
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
275
mempelajari secara mendalam tentang kebenaran sesuatu tersebut, dan
bisasnya seseorang yang memiliki kemampuan untuk berpikir kritis akan
memiliki tingkat kecerdasan yang baik. Banyak manfaatnya jika seseorang
mampu memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, karena apabila
seseorang yang memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, akan
menjalani setiap apa yang dia lakukan dengan penuh ketelitian, dan
disinilah yang akan menjadikan seseorang yang berpikir kritis itu
memiliki kelebihan dari orang lain.
PENUTUP
Apabila seorang guru PAI mampu menciptakan suasana
pembelajaran yang mengantarkan siswa belajar dengan memaksimalkan
penggunaan otak rasional sampai terjadi proses berfikir dengan intuitif
akan sangat meningkatkan mutu dalam belajar PAI, karena dengan otak
rasional maka kita akan mendapatkan alasan obyektif yang bisa
ditunjukkan kepada publik (transparan), bukti-bukti, referensi, yang bisa
diperdebatkan (dengan logis dan relevan argumentasi) dan sebanding
dengan adanya alat ukur, dan intuitif adalah proses kognitif yang spontan
dan segera, berdasarkan pada skema tertentu. Sehingga ketika otak
rasional dan intuitif bisa terfungsikan dengan baik dengan rangsangan
yang dilakukan oleh guru PAI dalam hal ini guru mampu menciptakan
suasana belajar yang menarik dan kondusif maka selain pelajaran PAI
akan menjadi idola bagi siswa, para siswa juga akan memperoleh bekal
ilmu PAI lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Dreyfus, T. & Eisenberg, T. (1982) Intuitive functional concepts: A baseline study on intuitions.
Fischbein, E. (1987) Intuition in science and mathematics an educational approach. Netherland: Reidel.
Freudenthal, H. (1991) Refisiting Mathematics Education China Lectures. Dordrecht: Kluwer.
Otak Rasional…
276
Kustos, P. N. (2010) Trens concerning four misconception in student’s intuitively-based probabilistic reasoning sourced in the heuristic of representativeness.
Sao, S. (2014) Berpikir intuitif dalam pembelajaran matematika. Prosiding seminar nasional.
Soedjadi, R. (2001) Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.
Solso, R. L. (2007) Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.
Suyadi, (2017) Teori Pembelajaran Anak Usia Dini dalam Kajian Neurosains. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Taufik Pasiak, (2002) Revolusi IQ/EQ/ SQ: Menyikap Rahasia Kecerdasan Berdasarkan Al-Qur’an dan Neurosains Mutakhir (Bandung: Mizan.
Usodo, B. (2011) Karakteristik intuisi siswa sma dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari kemampuan matematika dan perbedaan gender. Surakarta: Perputakaan FKIP UNS.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
277
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.4221 AKTIVITAS BELAJAR SISWA MADRASAH TSANAWIYAH AL-MUTTAQIN PEKANBARU RIAU DI LUAR KELAS
Nurhadi & Zainul Bahri Lubis
1Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Azhar Pekanbaru, Riau, Indonesia 2Pascasarjana UIN Suska Riau, Riau, Indonesia email: [email protected], [email protected]
Abstract
This study stood out of two variables, namely learning activities as X variables (independent / independent variables) and outside of class Y (dependent variable). The formulation of the problem in this study is how learning activities outside the classroom at Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru Riau. The purpose of this study was to find out the learning activities outside the classroom at Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru, Riau. The population in this study were all students of Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru Riau which numbered 385 people. For the sample in this study focused on students of class VII and VIII with consideration of class IX UN preparation, which amounted to 80 people. Data collection in this study uses questionnaires, observation, and documentation. Based on data processing, the results showed that the learning activities at Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru Riau were in the category of "Good", and "High", with numbers or scores of 75.44% in the range 61% - 80 %%.
Keywords: Activities; Student Learning; Outside Class.
PENDAHULUAN
Dalam dunia pendidikan pada umumnya dan dalam proses
pendidikan pada khususnya, aktivitas belajar merupakan inti utama,
dalam arti kata bahwa pendidikan sendiri merupakan bantuan yang
dihasilkan melalui kegiatan belajar. Dalam kaitan itu menurut psikologi
Gestal bahwa belajar itu adalah proses aktif. Sedangkan yang di maksud
aktif di sini adalah bukan saja aktivitas yang nampak saja seperti gerak
Aktivitas Belajar…
278
badan akan tetapi juga termasuk aktivitas-aktivitas mental seperti
berpikir, mengingat dan sebagainya.
Aktivitas yang dilakukan oleh siswa-siswa di luar kelas berbeda-
beda. Sesuai dengan jenis kelamin mereka. Siswa laki-laki bermain sepak
bola kaki dan jenis permainan keras lainnya, sedangkan siswa perempuan
melakukan permainan atau kegiatan yang aman, seperti memasak, lompat
tali, dan sebagainya. Aktivitas itu dilakukan untuk menghilangkan
kejenuhan ketika mereka berada di sekolah untuk menuntut ilmu.
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialaminya.
Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling vital dalam setiap
usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada
pendidikan. Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-
mata mengumpulkan atau menghapal fakta-fakta yang tersaji dalam
bentuk informasi/materi pelajaran. Orang yang beranggapan seperti
demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah
mampu menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar
informasi yang terdapat dalam buku teks atau yang di ajarkan oleh
gurunya.
Begitu urgennya aktivitas belajar siswa di luar kelas yang baik
sehingga dengan aktivitas yang baik tersebut akan memperoleh hasil yang
baik tentunya, namun sebaliknya jika aktivitas belajar tidak baik maka
akan sulit memperoleh hasil yang baik, akan tetapi dalam kenyataannya
dilapangan yang penulis lihat bahwa ada siswa yang aktivitas belajarnya
baik namun hasilnya tidak baik, dan ada siswa yang aktivitas belajarnya
tidak baik namun hasilnya baik. Yang penulis fokuskan dalam penelitian
ini adalah hubungan aktivitas belajar siswa di luar kelas terhadap hasil
belajar Fikih
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
279
Adapun di Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru, hasil
belajar siswa sangat bervariasi dan tergolong cukup baik. Namun,
berdasarkan hasil pengamatan pada studi pendahuluan yang dilakukan
penulis melalui wawancara dengan guru Fikih di Madrasah Tsanawiyah
Al-Muttaqin Pekanbaru, penulis menemukan bahwa masih ada aktivitas
belajar siswa di luar kelas tergolong rendah. Maka hal tersebut dapat
dilihat dari beberapa Gejala antara lain: 1) Masih ada siswa yang tidak
mengerjakan tugas. 2) Terdapat siswa yang tidak mengulang-ulang
pelajarannya. 3) Masih ada siswa yang tidak membaca kembali catatan
singkat hasil belajar di sekolah. 4) Masih ada sebagian siswa yang tidak
membaca pelajaran yang akan disampaikan guru. 5) Masih ada sebagian
siswa yang tidak membaca bahan pelajaran Fikih. 6) Nilai ujian siswa
100% mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
Berdasarkan gejala-gejala di atas dan dari latar belakang masalah,
maka dapat dirumuskan masalahnya, bagaimana aktivitas belajar siswa di
luar kelas di Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru?
Penelitian ini dilaksanakandari bulan Januari-Februari tahun 2017
dan berlokasi di Pekanbaru, tempatnya di Madarasah Tsanawiyah Al-
Muttaqin Pekanbaru Riau. Sebagai subjek penelitian ini adalah siswa
Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru Riau. Sedangkan objeknya
adalah aktivitas belajar siswa di luar kelas siswa Madrasah Tsanawiyah
Al-Muttaqin Pekanbaru Riau. Populasi merupakan keseluruhan subjek
atau sumber data dalam penelitian. Populasi adakalanya terbatas
(terhingga) dan adakalanya tidak terbatas (tidak terhingga). Adapun
populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII sampai IX di
Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru Riau yang berjumlah 385
orang. Namun dengan pertimbangan karena kelas IX persiapan UN, maka
dalam penelitian ini difokuskan pada kelas VII dan VIII sebanyak 265
orang. Dengan keterbatasan yang ada pada peneliti maka akan di ambil
30% yaitu 80 orang. Karena kelasnya pararel maka setiap kelas akan di
Aktivitas Belajar…
280
ambil sampel sebanyak 10 orang secara acak. Teknik pengambilan sampel
di sebut Purposive Random Sampling.
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data
dengan menggunakan Tiga cara, yakni yang pertama adalah angket,
observasi, dokumentasi. Angket, yaitu mengajukan sejumlah pertanyaan
atau pernyataan secara tertulis kepada siswa. Pertanyaan dan pernyataan
dalam angket harus merujuk kepada masalah (rumusan masalah)
penelitian dan indikator-indikator dalam konsep operasional.1 Angket
digunakan untuk mengetahui data perkembangan aktivitas belajar siswa
di luar kelas dalam pembelajaran Fikih. Wawancara adalah salah satu
teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya
jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber
data.2Wawancara yang penulis lakukan untuk melengkapi dan
memperjelaskan data yang diperoleh dari angket sehingga keabsahan
datanya semakin dapat di pertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini,
teknik dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data tentang daftar
nama, jumlah siswa, dan nilai ulangan umum semester ganjil di
Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru Riau. Adapun
dokumentasi yang dimaksud disini adalah hasil belajar siswa yang
diambil dari nilai ulangan umum semester ganjil siswa yang digunakan
sebagai gambaran untuk melihat perkembangan aktivitas belajar siswa di
luar kelas.
Teknik korelasi serial ini digunakan untuk menguji hubungan
antara dua variabel, yang satu berskala pengukuran ordinal dan yang lain
berskala pengukuran interval. Gejala ordinal adalah gejala yang
dibedakan menurut golongan atau jenjangnya, tanpa mengukur jarak
antara titik yang satu dengan titik yang berikutnya. Misalnya:
kemampuan ekonomi (kaya, menengah, miskin) : Kerajinan (rajin, sedang,
malas) dan sebagainya. _____________
1Amri Darwis, Metode Penelitian Pendidikan Islam, PT Raja Grafindo Persada, juni 2014), h. 57.
2Mohammad Ali, Penelitian kependidikan, Bandung: Angkasa, 2013), h. 90.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
281
Rumus :
Dalam hal ini:
Rser = Koefisien korelasi serial
or = Ordinssssat yang lebih rendah pada kurve normal
ot = Ordinat yang lebih tinggi pada kurve normal
M = Mean (pada masing-masing kelompok)
= Standar seviasi total
P = Proporsi individu dalam golongan
PEMBAHASAN
1. Profil MTs Al-Muttaqin Pekanbaru
Sebelum Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin ini berdiri, telah ada
Madrasah Diniyah Amaliyah (MDA) yang berdiri pada tahun 1980. Pada
waktu itu MDA Al-Muttaqin satu-satunya MDA yang ada di Kecamatan
Tampan,sehingga muridnya sangat ramai dari penjuru pelosok
Kecamatan Tampan. Melihat gambaran ini, maka beberapa orang pemuka
masyarakat bermusyawarah untuk membuka sebuah Madrasah
Tsanawiyah dan hal ini dapat di wujudkan pada tahun 1990. Dengan
berdirinya Madrasah Tsanawiyah yang di beri nama Madrasah
Tsanawiyah Al-Muttaqin diatas tanah yang di wakafkan oleh H. Harun
(Alm) Seluas 2400 M.
Sedangkan yang sangat berperan penting didalam pendirian
Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin tersebut ialah H. Harun (Alm),
Makmur, Mukhtar, Drs. Kamiruddin. Dengan berdirinya Madrasah
Tsanawiyah tersebut,masyarakat berharap supaya ke depannya bisa
melahirkan anak didik yang berkompeten di dalam segala bidang.
Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin terletak di lahan yang sangat
trategis yaitu terletak di sebuah Desa Tuah Karya Kecamatan
TampanPekanbaru kurang lebih 30 m dari Jalan Pekanbaru-Bangkinang
yang sekarang berganti nama Jalan HR. Soebrantas. Sebelum menjadi
Kota Madya Pekanbaru, Desa ini mulanya adalah bagian dari Kabupaten
Aktivitas Belajar…
282
Kampar yang sekarang telah termasuk ke dalam Kelurahan Kabupaten
Kota Pekanbaru.
Adapun fakto-faktor yang melatar belakangi pendirian sekolah ini
antara lain:
1) Banyaknya Lulusan Sekolah Dasar (SD) yang tidak melanjutkan
Sekolah Di karenakan beberapa faktor.
2) Belum adanya sekolah Agama untuk setingkat Madrasah
Tsanawiyah di desa ini.
3) Berdasarkan letak lokasinya yang statregisdan mudah di jangkau
dari tempat tinggal penduduk setempat.
Visi dan Misi MTs Al-Muttaqin Pekanbaru adalah:
Visi : Mewujudkan MTs yang berkualitas dan menjadikan peserta
didik berakhlak mulia serta memiliki imtaq dan iptek. Misi: 1).
Meningkatkan kualitas guru melalui pelatihan, penataran, dan work shop
dalam menerapkan kurikulum pendidikan. 2). Menghasilkan peserta
didik yang beriman, bertaqwa dan berakhlak melalui pendidikan
keislaman dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan bekerja
sama antara guru, orang tua, dan masyarakat. 3). Meningkatkan peserta
didik yang berilmu pengetahuan dan keterampilan hidup yang tinggi
melalui kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler dalam dan luar
Madrasah secara efektif dan efesien.
2. Aktivitas Belajar Siswa di Luar Kelas
Aktivitas merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan giat
dan sungguh- sungguh. Maka dari itu aktivitas dapat dikatakan sebagai
suatu kegiatan atau kesibukan seseorang yang menggunakan tenaga,
pikiran untuk mencapai suatu tujuan tertentu semuanya itu dilakukan
untuk bisa mencapai kemampuan dari hasil yang optimal.
Selain dari itu aktivitas juga dapat diartikan sebagai tingkah laku
yang disadari maupun tingkah laku yang semata-mata merupakan
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
283
gerakan otot dan kerangka badan (gerakan motoris) tingkah laku yang
berwujud merupakan perbuatan nyata yang di dasarkan pada kehendak.3
Adapun menurut S. Nasution bahwa aktivitas belajar adalah
aktivitas yang bersifat jasmani maupun rohani. Dalam kegiatan proses
belajar kedua aktivitas tersebut harus selalu terkait. Maka sehubungan
dengan itu, piaget menerangkan bahwa seorang anak itu berfikir
sepanjang ia berbuat. Tanpa perbuatan berarti anak itu tidak berfikir.
Maka oleh karena itu supaya anak berfikir sendiri maka harus diberi
kesempatan untuk berbuat sendiri atau dibiarkan melakukan suatu
perbuatan dengan sendiri. Berfikir pada tahap verbal baru akan timbul
setelah anak itu berfikir pada tarap perbuatan.4
Aktivitas belajar di luar kelas adalah aktivitas yang bersifat fisik
maupun mental. Dalam proses belajar kedua aktivitas itu harus saling
berkaitan. Lebih lanjut lagi piaget menerangkan dalam buku Sardiman
bahwa jika seoarang anak berpikir tanpa berbuat sesuatu, berarti anak itu
tidak berpikir.5
3. Indikator-indikator Aktivitas Belajar
Jadi, indikator aktivitas belajar siswa yang digunakan oleh siswa
dalam proses pembelajaran yaitu:
1) Memperhatikan
2) Bertanya dan menjawab
3) Mengemukakan pendapat
4) Mendengarkan
5) Bermain
6) Memecahkan soal
7) Bersemangat, berani dan antusias.6
Untuk menumbuhkan aktivitas siswa dalam pembelajaran aktivitas
siswa dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu prinsip
utama terjadinya proses pembelajaran. Tanpa aktivitas, proses belajar
_____________
3Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2012), h. 287.
4S. Nasution, Didaktit Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 89. 5Sardiman A.M, Interkasi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, Ed. 1, Cet. 19, 2011), h. 100. 6Nor Rohmah, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Teras, 2012), h. 268.
Aktivitas Belajar…
284
tidak akan berlangsung. Dengan proses pembelajaran yang menekankan
pada aktivitas siswa, pembelajaran akan menjadi lebih bermakna dan
menyenangkan sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang
dimiliki siswa. Oleh karena itu, perlunya untuk menumbuhkan aktivitas
belajar siswa dalam proses pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran
yang diharapkan akan tercapai. Pembelajaran yang menuntut adanya
aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran tentunya
membutuhkan serangkaian kegiatan yang dapat menumbuhkan aktivitas
belajar siswa.
4. Analisis Data Korelasi Aktivitas Belajar Siswa di Luar Kelas
Berikut aktivitas belajar siswa di luar kelas di Madrasah Tsanawiyah Al-
Muttaqin Pekanbaru.
Tabel 1. Aktivitas Belajar Siswa di Luar Kelas di Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru Riau
No Nama Siswa Aktivitas belajar siswa di luar
kelas Hasil belajar Fikih
1 Siswa 1 Sedang 77
2 Siswa 2 Tinggi 76
3 Siswa 3 Tinggi 76
4 Siswa 4 Tinggi 92
5 Siswa 5 Tinggi 85
6 Siswa 6 Tinggi 76
7 Siswa 7 Sedang 86
8 Siswa 8 Tinggi 87
9 Siswa 9 Sedang 77
10 Siswa 10 Tinggi 89
11 Siswa 11 Tinggi 86
12 Siswa 12 Tinggi 84
13 Siswa 13 Sedang 83
14 Siswa 14 Tinggi 86
15 Siswa 15 Sedang 85
16 Siswa 16 Tinggi 90
17 Siswa 17 Tinggi 80
18 Siswa 18 Sedang 86
19 Siswa 19 Tinggi 90
20 Siswa 20 Tinggi 85
21 Siswa 21 Sedang 88
22 Siswa 22 Tinggi 82
23 Siswa 23 Tinggi 85
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
285
No Nama Siswa Aktivitas belajar siswa di luar
kelas Hasil belajar Fikih
24 Siswa 24 Sedang 86
25 Siswa 25 Tinggi 86
26 Siswa 26 Tinggi 84
27 Siswa 27 Sedang 92
28 Siswa 28 Sedang 81
29 Siswa 29 Tinggi 85
30 Siswa 30 Tinggi 84
31 Siswa 31 Tinggi 81
32 Siswa 32 Rendah 76
33 Siswa 33 Sedang 76
34 Siswa 34 Tinggi 76
35 Siswa 35 Tinggi 76
36 Siswa 36 Tinggi 80
37 Siswa 37 Tinggi 77
38 Siswa 38 Sedang 76
39 Siswa 39 Tinggi 86
40 Siswa 40 Sedang 76
41 Siswa 41 Tinggi 80
42 Siswa 42 Sedang 81
43 Siswa 43 Tinggi 80
44 Siswa 44 Sedang 98
45 Siswa 45 Tinggi 95
46 Siswa 46 Tinggi 89
47 Siswa 47 Sedang 80
48 Siswa 48 Tinggi 91
49 Siswa 49 Sedang 86
50 Siswa 50 Tinggi 86
51 Siswa 51 Sedang 91
52 Siswa 52 Tinggi 83
53 Siswa 53 Tinggi 85
54 Siswa 54 Sedang 89
55 Siswa 55 Tinggi 89
56 Siswa 56 Tinggi 80
57 Siswa 57 Sedang 91
58 Siswa 58 Tinggi 88
59 Siswa 59 Tinggi 84
60 Siswa 60 Sedang 80
61 Siswa 61 Tinggi 80
62 Siswa 62 Sedang 85
63 Siswa 63 Tinggi 80
64 Siswa 64 Sedang 80
Aktivitas Belajar…
286
No Nama Siswa Aktivitas belajar siswa di luar
kelas Hasil belajar Fikih
65 Siswa 65 Sedang 80
66 Siswa 66 Tinggi 80
67 Siswa 67 Tinggi 84
68 Siswa 68 Sedang 80
69 Siswa 69 Tinggi 80
70 Siswa 70 Tinggi 87
71 Siswa 71 Tinggi 80
72 Siswa 72 Tinggi 83
73 Siswa 73 Tinggi 80
74 Siswa 74 Sedang 82
75 Siswa 75 Tinggi 81
76 Siswa 76 Sedang 80
77 Siswa 77 Tinggi 86
78 Siswa 78 Tinggi 82
79 Siswa 79 Tinggi 82
80 Siswa 80 Tinggi 86
Jumlah 6673
Untuk menganalisis bagaimana aktivitas belajar siswa di luar kelas di
Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru, maka data yang telah disajikan
di atas dirangkum dalam suatu tabel rekapitulasi sebagai berikut.
Tabel 2. Rekapitulasi Korelasi Aktivitas Belajar Siswa di Luar Kelas di Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru Riau
No ALTERNATIF JAWABAN
3 2 1 TOTAL F P F P F P F P
1 53 66,2% 26 32,5% 1 1,2% 80 100%
2 51 63,8% 28 35% 1 1,2% 80 100%
3 20 25% 58 72,5% 2 2,5% 80 100%
4 19 23,8% 35 43,8% 26 32,5% 80 100%
5 29 36,2% 46 57,5% 5 6,2% 80 100%
6 13 16,2% 61 76,2% 6 7,5% 80 100%
7 32 40% 46 57,5% 2 2,5% 80 100%
8 33 41,25% 42 52,5% 5 6,25% 80 100%
9 12 15% 47 58,8% 21 26,2% 80 100%
10 29 36,2% 31 38,8% 20 25% 80 100%
11 26 32,5% 47 58,75% 7 8,75% 80 100%
12 12 15% 34 42,5% 34 42,5% 80 100%
13 36 45% 43 53,8% 1 1,2% 80 100%
14 41 51,2% 24 30% 15 18,8% 80 100%
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
287
15 39 48,75% 38 47,5% 3 3,75% 80 100%
16 42 52,5% 37 46,25% 1 2,5% 80 100%
JUMLAH 487 643 150 1280 1600%
Berdasarkan rekapitulasi angket tentang aktivitas belajar siswa di
luar kelas diketahui bahwa alternatif jawaban : a). 3 terpilih sebanyak 487
kali. b). 2 terpilih sebanyak 643 kali. c). 1 terpilih sebanyak 150 kali.
Jumlah pilihan seluruhnya adalah 1.280. selanjutnya jumlah pilihan setiap
alternatif jawaban dikalikan dengan skor nilai masing-masing jawaban.
Adapun hasil alternatif jawaban yang diperoleh sebagai berikut.
a. 3 487 x 3 = 1.461
b. 2 643 x 2 = 1.286
c. 1 150 x 1 = 150
Jumlah total = 2.897 (F)
Kemudian jumlah seluruh pilihan dikalikan dengan bobot tertinggi.
1.280 x 3 = 3.840 (N). Oleh karena unsur F dan N sudah diketahui,
selanjutnya disubsitusikan ke dalam rumus sebagai berikut:
x 100%
P = Angka Persentase F = Frekuensi Responden N = Total Jumlah 100% = Bilangan Tetap
100%
100%
P = 75,44%
Hasil yang diperoleh setelah dipersentasikan tersebut, kemudian
dirujuk kepada kategori yang telah ditentukan sebagai berikut.
81% - 100% : Sangat Tinggi 61% - 80% : Tinggi 41% - 60% : Cukup Tinggi 21% - 40% : Tidak Tinggi 0% - 20% : Sangat Tidak Tinggi
Aktivitas Belajar…
288
Berdasarkan kategori di atas, diketahui bahwa angka atau skor
75,44% berada pada rentang 61% - 80%%. Oleh karena itu disimpulkan
bahwa aktivitas belajar siswa di luar kelas di Madrasah Tsanawiyah Al-
Muttaqin Pekanbaru “Tinggi”.
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan penulis pada
pembahasan sebelumnya, maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa
aktivitas belajar siswa di luar kelas Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin
Pekanbaru pada dasarnya tinggi, namun tidak mencapai tingkat
signifikan, dengan angka atau skor 75,44% berada pada rentang 61% -
80%%.
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, (2015) Pendidikan Dalam Persfektif Hadits, UIN Jakarta: Press.
Amri Darwis, (2014) Metode Penelitian Pendidikan Islam, Raja Grafindo Persada.
Dimyati, dan Mudjiono, (2016) Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta.
M. Dalyono, (2017) Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Margono, (2014) Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Martinis Yamin, (2010) Kiat Membelajarkan Siswa, Jakarta: Gaung Persada Perss Cet. III.
Mohammad Ali, (2013) Penelitian kependidikan, Bandung: Angkasa.
Muhibbin Syah, (2010) Psikologi pendidikan Dengan Pendekatan Baru Bandung: Rosdakarya, Cet. 15.
Muhibbin Syah, (2010) Psikologi pendidikan suatu pendidikan guru, Bandung: Rosdakarya.
Nana Sudjana, (2011) Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru.
Nana Sudjana, (2010) Penilaian hasil proses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nana Sudjana dan Weri Suwariah, (2010) Model-model Mengajar CBSA, Bandung: Sinar Baru.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
289
Nana Syaodih, Sukmadinata, (2017) Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nanang Hanafiah dan Cucu Suhana Hanafiah, (2010) Konsep Strategi Pembelajaran, Bandung: Refika Aditama.
Nor Rohmah, (2012) Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Teras.
Oemar Hamalik, (2017)Proses Belajar Mengajar, Bumi Aksara, Jakarta.
Purwanto, (2015) Evaluasi Hasil Belajar, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
S. Nasution, (2010) Didaktit Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara.
Saefullah, (2012) Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, Bandung: Pustaka Setia.
Sardiman, (2011) Interkasi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Slameto, (2015) Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi, Jakarta; Rineka Cipta.
Syaiful Bahri Djamarah, (2016) Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, Cet, ke 3.
Syaiful Bahri Djamarah, (2016) Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta.
Tohirin, (2013) Psikologi Pemebelajaran Pendidikan Agama Islam, Pekanbaru: Sarana Mandiri Offset.
Wasty Soemanto, (2012) Psikologi Pendidikan Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.
Zainul Bahri, (2016) Hubungan Aktivitas Belajar Siswa Di Luar Kelas Dengan Hasil Belajar Fikih Di Madrasah Tsanawiyah Al-Muttaqin Pekanbaru, Skripsi.
Zakiah Darajat, (2011) Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Relasi Antara…
290
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.4456 RELASI ANTARA MATA PELAJARAN AQIDAH-AKHLAK PADA TRADISI BERANDEP DI DUSUN SUNGAI JAMBU KABUPATEN KAYONG UTARA
Dewi Nurhayati & Wahab
Institut Agama Islam Negeri Pontianak, Indonesia email: [email protected], [email protected]
Abstract
The culture of the Malays community of Sungai Jambu Hamlet has local wisdom in the tradition of holding the fields which are carried out once a year in cooperation when planting (rice paddy) and harvesting rice (rice cutting) to make work easier to complete quickly. Berandep is held in the morning starting from 6:30 to 10:30 WIB. In the implementation of holding, 4-6 people are formed and carried out in turns. If one of them gets a turn to plant and harvest rice the equipment that must be prepared is a penugal (a tool to make a hole to grow rice), a wood-based planter and a razor blade attached to a wood that is slightly made a hole so that the razor sticks easily to make it easier to plant (harvest rice), and the last to bring food and drinks to the perpetrator with a grip. This is done to help the perpetrator to have a difficult time when holding or planting and harvesting rice. In this study, researchers used a qualitative approach with ethnographic methods. Based on the research of the tradition above, that from the implementation of the tradition there is a behavior that leads to cooperation and helps others, in the sense of the subject of continuous ethics of the tradition of standing. The implementation of the tradition of berandep is related to the subjects of Aqeedah and Morals as outlined in the material of cooperation, help and good morals in neighboring and social life.
Keywords: Local culture; Berandep; Aqidah-akhlak.
Abstrak
Kebudayaan masyarakat Melayu Dusun Sungai Jambu memiliki kearifan lokal yang ada pada tradisi berandep di ladang yang dilaksanakan satu tahun sekali secara gotong royong pada saat menanam (nandor padi) dan memanen padi (mengetam padi) dengan tujuan agar mempermudahkan pekerjaan cepat selesai. Berandep dilaksanakan pagi hari mulai dari jam 06:30 s.d 10:30 WIB. Dalam pelaksanaan berandep terbentuk sebanyak 4-6 orang dan dilaksanakan secara bergiliran. Apabila salah satu di antaranya mendapatkan giliran menanam dan memanen padi perlengkapan yang
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
291
harus disiapkan adalah penugal (alat untuk membuat lubang untuk menanam padi), pengetam yang terbuat dari kayu dan ditempelkan silet pada kayu yang sedikit dibuat lubang agar siletnya mudah menempel agar mempermudah untuk mengetam (memanen padi), dan yang terakhir membawa makanan serta minuman untuk pelaku berandep. Hal ini dilakukan untuk menolong pelaku berandep tidak kesulitan ketika menandor atau menanam dan memanen padi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode etnografi. Berdasarkan penelitian tradisi berandep di atas, bahwa dari pelaksanaan tradisi tersebut terdapat perilaku yang mengarahkan pada kerjasama dan tolong-menolong terhadap sesama, dalam arti mata pelajaran akidah-akhlak berkesinambungan terhadap tradisi berandep. Pelaksanaan tradisi berandep terdapat relasi pada mata pelajaran Aqidah-Akhlak yang dituangkan dalam materi kerjasama, tolong-menolong dan akhlak yang baik dalam hidup bertetangga dan bermasyarakat.
Kata Kunci: Kearifan Lokal; Berandep; Aqidah-Akhlak.
PENDAHULUAN
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat
manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu
kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari betapa
pentingnya peran agama bagi kehidupan umat manusia maka
internalisasi nilai-nilai agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi
sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan
di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi
spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak
mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai
perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi spritual
mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai
keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
individual ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual
tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang
dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan
mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam
Relasi Antara…
292
secara menyeluruh, menghayati tujuan, dan pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.1 Oleh
..karena itu, ketika kita menyebut pendidikan Islam, maka akan
mencakup dua hal, yaitu: Pertama mendidik siswa untuk berprilaku
sesuai dengan nilai-nilai atau akhlak yang Islami. Kedua, mendidik siswa-
siswi untuk mempelajari materi ajaran Islam (subjek berupa pengetahuan
tentang ajaran Islam). Jadi pendidikan agama Islam merupakan usaha
sadar yang dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta
didik untuk meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran Islam
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah
ditentukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Nurul Hidayati Rofiah sebagaimana diketahui bahwa
dasar pokok utama dalam Islam adalah Akidah atau keyakinan.2 Secara
khusus Akidah berarti kepercayaan dalam hati, diikrarkan dengan lisan,
dan diamalkan dalam perbuatan. Karakteristik materi Akidah yaitu
bersifat teologis-ideologis, mengutamakan keyakinan, dan memerlukan
pembuktian. Tauhid adalah ilmu yang mempelajari tentang pokok-pokok
akidah Islam menuju “keEsaan dan meng-Esakan Tuhan”, baik dzat, sifat,
maupun perbuatan-Nya yang tanpa sekutu bagi-Nya. Men-Tauhidkan
Allah adalah merupakan puncak integrasi dari berbagai keilmuan yang
ada di perguruan tinggi Islam, sehingga berbagai keilmuan yang ada
sangat terkait erat dengan tauhid dan mengarah kepada hasil puncak
yaitu men-Tauhidkan Allah. Oleh karena itu, ilmu-ilmu yang mengkaji
ayat-ayat qur‟aniyah dan ayat-ayat kauniyah menjadi sarana pendukung
utama.
Kajian akhlak merupakan ilmu wajib yang harus dipahami dan
diamalkan oleh mahasiswa sebagai pedoman hidup bermasyarakat yang
_____________
1Abdul Majid. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 130.
2Nurul Hidayati Rofiah. 2016. “Desain Pengembangan Pembelajaran Akidah Akhlak Di Perguruan Tinggi” dalam Fenomena, Volume 8 (1): 58-59
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
293
digali dari al-Qur‟an dan Al-Hadist serta norma-norma islami dan
akhirnya akan menjadi insan kamil yang berakhlak mulia di sisi manusia,
alam lingkungan, dan Allah SWT serta mempunyai etos kerja yang tinggi
dan mulia. Pembelajaran akhlak tentu tidak sebatas berorientasi
“pembiasaan”, indoktrinasi, melainkan juga berorientasi “pembentukan
kesadaran moral” (moral reasoning; value clarification) mahasiswa. Tentu
saja ini disesuaikan dengan tingkat perkembangan intelektual mereka.
Berkaitan dengan akhlak mulia, tentu saja ada hubungannya
dengan kerja sama dan tolong-menolong. Menurut Abdulsyani, kerjasama
adalah suatu bentuk proses sosial, dimana didalamnya terdapat aktivitas
tertentu yang ditunjukkan untuk mencapai tujuan bersama dengan saling
membantu dan saling memahami aktivitas masing-masing.3 Selain itu,
pengertian tolong-menolong akan dipaparkan oleh para ahli di bawah ini.
Winardi menyatakan tolong menolong termasuk akhlak terpuji.
Kita tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan atau pertolongan orang
lain.4 Perilaku tolong menolong dapat mendatangkan banyak manfaat
yaitu antara lain sebagai berikut: Pekerjaan yang berat akan menjadi
ringan, masalah yang sulit menjadi mudah, dapat terjalin kerukunan antar
dengan orang lain, orang lain akan merasa senang menolong kita dan
mempunyai banyak teman.
Barmawie Umarie tolong menolong adalah ciri kehalusan budi,
kesucian jiwa, ketinggian akhlak dan membuahkan cinta antar teman,
solidaritas dan penguat persahabatan dan persaudaraan.5 Abduh Gholib
Ahmad Isa Islam menganjurkan setiap orang Islam agar menjadikan
tolong-menolong sebagai ciri dan sifat dalam mu‟amalah sesama mereka.6
_____________
3Abdulsyani, Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 156.
4Winardi. Membina Akidah dan Akhlak 3. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009), hlm. 91
5Barmawie Umarie. Materi Akhlak. (Solo: Ramadhani, 1995), hlm. 53
6Abduh Gholib Ahmad Isa. Etika Pergaulan Dari A-Z. (Solo: Pustaka Arafah, 2010), hlm. 38)
Relasi Antara…
294
Pendapat yang demikian juga dikemukakan Mohammad Daud Ali
bahwa “ruang lingkup akhlak salah satunya adalah akhlak terhadap
tetangga antara lain saling mengunjungi, saling memberi, dan saling
menghormati.7 Lebih lanjut Hasan menyatakan orang mukmin akan
tergerak hatinya apabila melihat orang lain tertimpa kerusakan untuk
menolong mereka sesuai dengan kemampuannya.8 Apabila tidak ada
bantuan berupa benda, kita dapat membantu orang tersebut dengan
nasihat atau kata-kata yang dapat menghibur hatinya. Bahkan, sewaktu-
waktu bantuan jasa pun lebih diharapkan daripada bantuan-bantuan
lainnya.
Tolong menolong didalam Islam disebut dengan ta’awun.9 Di
dalam Islam ta’awun tidak dapat direalisasikan dalam setiap kehidupan
manusia, karena bagi setiap muslimin tolong menolong harus dengan cara
yang sesuai dengan keadaan objek orang yang bersangkutan. Islam
mengajarkan kepada umatnya agar mau bekerja sama, tolong-menolong
dengan sesamanya atas dasar kekeluargaan. Allah SWT, berfirman “Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.
Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah amat besar siksa-Nya.”10
M. Quraish Shihab dari ayat di atas dapat dilihat bahwa tolong
menolong yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah tolong menolong
untuk kebaikan dan takwa kepada Allah.11 Allah mengajarkan kaum
muslimin untuk saling menolong diantara mereka dalam segala kondisi
maupun keadaan, karena dalam perbuatan saling menolong tersebut
merupakan prinsip dasar dalam menjalin kerjasama dengan siapapun.
_____________
7Mohammad Daud Ali (2004: 356-359)
8Rosihon Anwar. Akidah Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 243.
9Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Edisi yang Disempurnakan), jilid II. (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), hlm. 349)
10Qur‟an Surat al-Maidah ayat 2
11M. Quraish Shihab. Tafsir Al Misbah. (Jakarta Lentera Hati, 2014), hlm. 14
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
295
Mengenai pengertian tolong-menolong di atas, terdapat pada mata
pelajaran Akidah-Akhlak yang mana dikemukakan oleh Andi Prastowo
menyatakan dengan berdasarkan pada Standar Kompetensi Lulusan,
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, secara lebih spesifik, mata
pelajaran Akidah-Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah salah satunya adalah
aspek akhlak yang terdiri dari pembiasaan akhlakul karimah, yaitu:
disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat, hidup
sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat, rukun,
tolong-menolong, hormat dan patuh, siddiq, amanah, tablig, fathonah,
tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan, optimis,
qona‟ah, tawakkal, kesederhanaan, toleransi, dan cinta. 12
Manfaat tolong-menolong pada mata pelajaran Akidah-Akhlak erat
kaitannya dengan perilaku terpuji siswa-siswi. Perilaku yang baik atau
terpuji akan menghasilkan atau membuahkan perilaku yang akan
tertanam dalam pribadi anak. Maksudnya adalah pribadi anak yang
terbiasa berbuat baik akan menjadi kebiasaan dalam lingkungan baik di
rumah, di sekolah, maupun di masyarakat. Hal ini perlu ditekankan
bahwa perilaku terpuji baik di rumah, sekolah maupun di masyarakat
terus-menerus diterapkan baik kepada orang tua, guru, dan anak-anak.
Perilaku terpuji pada mata pelajaran Akidah-Akhlak juga
diterapkan di lingkungan masyarakat. Salah satunya pada masyarakat
Melayu Dusun Sungai Jambu yang terus-menerus melaksanakan tradisi
berandep di ladang yang dilakukan secara gotong-royong (kerja sama) di
bidang pertanian. Tradisi ini dilakukan, karena masyarakat setempat
merasa puas apabila dilakukan secara bersama-sama dan pekerjaan cepat
selesai. Selain itu, keunikan tradisi berandep pada masyarakat Melayu
Dusun Sungai Jambu adalah berbagi minuman dan makanan bagi
perilaku berandep. Tidak hanya itu, walaupun perilaku berandep dalam
keadaan sulit perekonomiannya senantiasa membawa minuman dan
_____________
12Andi Prastowo. Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah. (Jakarta: RajaGrapindo, 2015), hlm. 161-162.
Relasi Antara…
296
makanan apa adanya dan lebih-lebihnya lagi perilaku berandep
menghargai pemberiaan sesama mereka.
Hal ini membuat peneliti menjadi tertarik meneliti tradisi berandep
pada masyarakat Melayu Dusun Sungai Jambu. Karena tradisi tersebut
ada relasi pada mata pelajaran Akidah-Akhlak. Oleh karena itu, tradisi
berandep menawarkan perilaku terpuji di kalangan masyarakat Dusun
Sungai Jambu. Hanya saja tradisi berandep terdiri 4-6 orang saja. Maka
dari itu, peneliti akan menawarkan kepada masyarakat setempat bahwa
tradisi berandep di ladang juga diajarkan kepada anak-anak atau
melibatkan anak dalam proses pelaksanaan menanam maupun memanen
padi.
Based on the objectives to be achieved, this study uses a qualitative
approach.13 (Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif) dengan metode etnografi. Etnografi
melibatkan pengamatan yang luas terhadap kelompok. Para etnografer
mempelajari makna dari perilaku, bahasa, dan interaksi di kalangan para
anggota kelompok berkebudayaan sama tersebut.
Adapun kegunaan dari metode etnografi adalah untuk mencoba
memahami makna perbuatan dan kejadian bagi orang yang bersangkutan
menurut kebudayaan dan pandangan mereka sendiri. Dalam penelitian
etnografi, peneliti lebih banyak bertindak sebagai orang yang belajar
kepada pendukung kebudayaan, sehingga peneliti dapat memahami dan
menganalisis budaya masyarakat. Dari pemahaman ini, maka setting
penelitian ini adalah masyarakat Melayu Dusun Sungai Jambu Kabupaten
Kayong Utara yang melaksanakan tradisi berandep di ladang. Subjek
penelitian dalam penelitian ini adalah pelaku tradisi berandep di ladang.
Adapun informan yang dimaksud adalah Ibu Juliana, Langna, Sahibah,
Ayu, Biah dan Endang. Teknik yang digunakan untuk memperoleh
_____________
13Wahab. (2015). Sapa And Base Communication Of Sambas Society: A Case Of Malay-Madurese Post-Conflict 1999-2014: Of Scientific And Technology Research. Vol 4 (2) :254
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
297
informasi atau data adalah wawancara melalui via telepon pada pelaku
tradisi berandep di ladang.
Metode etnografi dari beberapa pendapat di atas menafsirkan
budaya ataupun kearifan lokal yang terdapat pada kebudayaan yang
sama dalam kehidupan berkelompok. Maka dari itu, metode etnografi
terdapat kaitannya dengan tradisi berandep yang mana proses
pelaksanaannya dikerjakan secara bersama-sama atau berkelompok.
PEMBAHASAN
Menurut Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2008 tentang Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi
Pendidikan Agama Islam dan Bahasa Arab di Madrasah Mata pelajaran
Akidah-Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah berisi pelajaran yang dapat
mengarahkan kepada pencapaian kemampuan dasar peserta didik untuk
dapat memahami rukun iman dengan sederhana serta pengamalan dan
pembiasaan berakhlak Islami secara sederhana pula, untuk dapat
dijadikan perilaku dalam kehidupan sehari-hari serta sebagai bekal untuk
jenjang pendidikan berikutnya. Ruang lingkup mata pelajaran Akidah-
Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah salah satunya dengan pembiasaan akhlak
karimah (mahmudah) yang disajikan pada tiap semester dan jenjang
kelas, yaitu: disiplin, hidup bersih, ramah, sopan-santun, syukur nikmat,
hidup sederhana, rendah hati, jujur, rajin, percaya diri, kasih sayang, taat,
rukun, tolong-menolong, hormat dan patuh, sidik, amanah, tablig,
fathanah, tanggung jawab, adil, bijaksana, teguh pendirian, dermawan,
optimis, qana‟ah, dan tawakal.
Pendapat yang demikian juga dikemukakan oleh Ahmad Al-
Hasyim14 “Barangsiapa yang menghendaki kebaikan di dunia maka
dengan ilmu. Barangsipa yang menghendaki kebaikan di akhirat maka
_____________
14Ahmad Al-Hasyim. Kitab Hadits Nabawiyah. (Semarang: Toha Putra, 2000), hlm. 52.
Relasi Antara…
298
dengan ilmu. Barangsiapa yang menghendaki keduanya maka dengan
ilmu” (HR. Bukhori dan Muslim)
Hadist diatas adalah hadist yang menjelaskan tentang pentingnya
sebuah pendidikan, karena tanpa sebuah pendidikan tidak akan ada ilmu
yang bisa di dapatkan. Dan pada dasarnya semua yang ada di dunia,
bahkan kelak di akhirat ilmu akan selalu berguna dan dibutuhkan oleh
manusia. Seperti yang dijelaskan diatas, bahwasanya siapa yang
menghendaki kebaikan hendaknya menggunakan ilmu, dan untuk
menuju kebahagiaan diakhirat pun, ilmu sangatlah berguna. Dan dari
sebuah ilmu itulah sebuah kesuksesan yang diharapkan akan tercapai.
Maka dari itu betapa pentingnya sebuah pendidikan sangatlah terlihat
jelas dan perlu di lakukan dengan sebaik mungkin agar dapat sesuai
dengan apa yang kita butuhkan dalam kehidupan ini.
Dalam pembelajaran akidah-akhlak mengandung makna sebuah
usaha yang sadar dilakukan untuk merubah tingkah laku, peningkatan
kualitas diri dan mengetahui suatu hal yang belum diketahui dan perlu
untuk diketahui. Sedangkan akidah diartikan sebagai sebuah keyakinan
kepada Allah yang tertanam dalam hati. Sedangkan akhlak mempunyai
arti sebuah sikap, perilaku atau perbuatan yang tertanam atau menjadi
kebiasaan, yang kadang sering dilakukakan tanpa harus berpikir panjang.
Dalam pembelajaran yang dilakukan disini difokuskan pada pembelajaran
aqidah akhlak, yang mana dapat kita ambil kesimpulan bahwasanya
pembelajaran akidah-akhlak adalah: upaya yang sadar dilakukan untuk
membentuk dan memperkuat keyakinan terhadap Allah dalam
peningkatan kualitas diri dalam perilaku yang baik dan terpuji baik
terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Menurut Muhammad Ali Hasan dalam Islam, dasar atau alat
pengukur yang menyatakan baik buruknya sifat seseorang itu adalah Al-
Qur‟an dan As-Sunnah Nabi SAW.15 Apa yang baik menurut Al-Qur‟an
_____________
15Rosihon Anwar. Akidah Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 208.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
299
dan As-Sunnah, itulah yang baik untuk dijadikan pegangan dalam
kehidupan sehari-hari. Sebaliknya, apa yang buruk menurut Al-Qur‟an
dan As-Sunnah, itulah yang tidak baik dan harus dijauhi.
Beberapa pernyataan di atas, setelah peneliti analisis bahwa mata
pelajaran akidah-akhlak berimplikasi pada keyakinan dan akhlak
manusia. Namun, di sini peneliti hanya membahas bagian akhlak saja. Di
bawah ini peneliti menyajikan beberapa teori yang berkaitan dengan
akhlak. Pernyataan selanjutnya dikemukakan Amr Khalid16 adapun
tujuan akhlak adalah:
1. Mengetahui Tujuan Utama Diutusnya Nabi Muhammad SAW.
Mengetahuinya tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad SAW.
tentunya akan mendorong kita untuk mencapai akhlak mulia karena
ternyata akhlak merupakan sesuatu yang paling penting dalam agama.
Akhlak bahkan lebih utama daripada ibadah. Sebab tujuan utama ibadah
adalah mencapai kesempurnaan akhlak. Jika tidak mendatangkan akhlak
mulia, ibadah hanya merupakan gerakan formalitas saja.
2. Menyatukan kerenggangan antara akhlak dan ibadah
Tujuan lain mempelajari akhlak adalah menyatukan antara akhlak
dan ibadah, atau dalam ungkapan yang lebih luas antara agama dan
dunia. Kesatuan antara akhlak dan ibadah, misalnya diperlihatkan oleh
Rasulullah SAW. dalam sabdanya: ”Demi Allah tidak beriman, demi
Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Ditanya, “Siapa ya
Rasulullah?” Jawab Nabi, „Orang yang tetangganya merasa tidak aman
dari gangguannya.” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hadis diatas dengan jelas mengecam orang yang mengaku beriman
(ibadah), tetapi tidak memberikan keamanan kepada tetangganya
(akhlak). Usaha menyatukan antara ibadah dan akhlak, dengan
bimbingan hati yang diridai Allah SWT. dengan keikhlasan, akan
_____________
16Rosihon Anwar. Akidah Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 26-28.
Relasi Antara…
300
terwujud perbuatan-perbuatan yang terpuji, yang seimbang antara
kepentingan dunia dan akhirat serta terhindar dari perbuatan tercela.
3. Mengimplementasikan Pengetahuan tentang Akhlak dalam Kehidupan
Tujuan lain dari mempelajari akhlak adalah mendorong kita
menjadi orang-orang yang mengimplementasikan akhlak mulia dalam
kehidupan sehari-hari. Menurut Nogarsyah Moede Gayo bahwa “tujuan
akhlak adalah hendak menciptakan manusia agar menjadi makhluk yang
tinggi dan sempurna serta membedakannya dari makhluk-makhluk yang
lain.”17 Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa tujuan akhlak
adalah untuk memberikan pedoman atau penerang bagi manusia dalam
mengetahui perbuatan yang baik atau buruk. Terhadap perbuatan yang
baik ia berusaha melakukannya, dan terhadap perbuatan yang buruk ia
berusaha untuk menghindarinya.
Menurut Ahmad Mustofa menyatakan orang yang berakhlak
karena ketakwaan kepada Tuhan semata-mata, maka dapat menghasilkan
kebahagiaan, antara lain:
1. Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat
2. Akan disenangi orang dalam pergaulan
3. Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusiawi dan
sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan
4. Orang yang bertaqwa dan berakhlak mendapatkan pertolongan dan
kemudahan dalam memperoleh keluhuran, kecukupan, dan sebutan
yang baik
5. Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan dan segala
penderitaan dan kesukaran.18
Sedangkan menurut Barmawi Umari disebutkan bahwa:
_____________
17Nogarsyah Moede Gayo. Kamus Istilah Agama Islam. (Jakarta: Progres, 2004), hlm. 39
18Ahmad Mustofa. Akhlak Tasawuf. (Bandung: Pustaka Setia, 1997), hlm. 26
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
301
1. Ilmu akhlak, dapat mengetahui batas antara yang baik dengan yang
buruk dan dapat menempatkan sesuatu pada tempatnya, yaitu
menempatkan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya.
2. Berakhlak, dapat memperoleh isyad, taufiq dan hidayah yang dengan
demikian maka Isnya Allah kita akan berbahagia di dunia dan di
akhirat.19
Menurut Ahmad Amin manfaat mempelajari ilmu akhlak itu
adalah sangat penting dan mendasar diantara urgensinya bahwa:
1. Dapat menyinari orang dalam memecahkan kesulitan-kesulitan rutin
yang dihadapi manusia dalam hidup sehari-hari yang berkaitan dengan
perilaku.
2. Dapat menjelaskan kepada orang untuk memelih perbuatan yang baik
dan lebih bermanfaat.
3. Dapat membendung dan mencegah kita secara kontinyu untuk tidak
terperangkap kepada keinginan-keinginan nafsu, bahkan
mengarahkannya kepada hal yang yang positif dengan menguatkan
unsur iradah.
4. Mengerti perbuatan baik akan menolong untuk menuju dan
menghadapi perbuatan itu dengan penuh minat dan kemauan.
5. Orang yang mengkaji ilmu akhlak akan tepat dalam memvonis
perilaku orang banyak dan tidak akan mengekor dan mengikuti
sesuatu tanpa pertimbangan yang matang lebih dahulu.20
Menurut Abuddin Nata bahwa “manfaat akhlak diantaranya
adalah:
1. Memperkuat dan Menyempurnakan Agama
2. Mempermudah Perhitungan Amal di Akhirat
3. Menghilangkan Kesulitan
4. Selamat Hidup Di Dunia dan Akhirat.21
_____________
19Ahmad Mustofa. Akhlak Tasawuf...., hlm. 31
20Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga. Pengantar Studi Akhlak. (Jakarta: Grapindo Persada, 2004), hlm 16.
Relasi Antara…
302
Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa manfaat akhlak
adalah memberi jaminan seseorang menjadi baik dan sopan dan
membuka mata hati seseorang untuk mengetahui suatu perbuatan baik
dan buruk, selain itu juga memberikan apa manfaatnya jika berbuat baik
dan apa pula bahayanya jika berlaku jahat.
Berdasarkan hasil wawancara melalui via telepon, peneliti
menjabarkan gambaran umum sejarah Dusun Sungai Jambu. Menurut
Datuk Mu‟in selaku ketua adat dan tokoh agama bahwa Dusun Sungai
Jambu disebut sebagai dusun yang mana dulunya di tepi sungai banyak
pohon-pohon jambu. Oleh karena itu, maka disebut nama Dusun Sungai
Jambu. Kedua, wawancara dengan Muhammad Junaidi selaku Dusun
Sungai Jambu yang menyatakan bahwa jumlah penduduk Dusun Sungai
Jambu adalah dengan total KK (kartu keluarga) sebanyak 210 dan jumlah
warga sebanyak 562 orang dengan penganut Agama Islam dan penganut
Agama Budha dalam satu KK terdiri dari tujuh orang. Ketiga, pekerjaan
Masyarakat Melayu Dusun Sungai Jambu Kabupaten Kayong Utara
terdiri dari 50% sawit, 30% petani dan 10% nelayan. Dari gambaran
umum Dusun Sungai Jambu di atas, bahwa terdapat beberapa suku pada
masyarakat tersebut yaitu suku Melayu penganut Agama Islam dan Suku
Sakya penganut Agama Budha.
Bentuk kebudayaan masyarakat Melayu Dusun Sungai Jambu
memiliki kearifan lokal yang ada pada tradisi berandep di ladang yang
dilaksanakan satu tahun sekali. Berandep di ladang adalah aktivitas
masyarakat Melayu Dusun Sungai Jambu yang dilaksanakan secara
gotong royong (kerja sama) pada saat menanam (nandor padi) dan
memanen padi (mengetam padi) dengan tujuan agar mempermudahkan
pekerjaan cepat selesai. Selain itu, berandep di ladang dilaksanakan pagi
hari mulai dari jam 06:30-10:30 WIB.
Dalam pelaksanaan berandep terbentuk sebanyak 4-6 orang dan
dilaksanakan secara bergiliran. Apabila salah satu di antaranya
21Abudin Nata. Akhlak Tasawuf. (Jakarta. GrafindoPersada, 2011), hlm 173-176.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
303
mendapatkan giliran menanam dan memanen padi perlengkapan yang
harus disiapkan adalah penugal (alat untuk membuat lubang untuk
menanam padi), pengetam yang terbuat dari kayu dan ditempelkan silet
pada kayu yang sedikit dibuat lubang agar siletnya mudah menempel
agar mempermudah untuk mengetam (memanen padi), dan yang terakhir
membawa makanan serta minuman untuk pelaku berandep. Hal ini
dilakukan untuk menolong pelaku berandep tidak kesulitan ketika
menandor atau menanam dan memanen padi.
Berdasarkan penelitian tradisi berandep di ladang, peneliti
menemukan bahwa dari pelaksanaan tradisi berandep tersebut terdapat
perilaku yang mengarahkan pada kerja sama dan tolong-menolong
terhadap sesama yang terdapat pada mata pelajaran akidah-akhlak.
Namun di sini, peneliti hanya membahas, menganalisis dan menawarkan
bahwa tradisi berandep di ladang termasuk dalam ruang lingkup akhlak
terhadap sesama manusia. Oleh karena itu, peneliti akan mengulas dan
mengembangkan penemuan yang telah ditemukan di lapangan serta
mengaitkannya dengan mata pelajaran akidah-akhlak yang di dalam mata
pelajaran tersebut membahas materi kerja sama dan tolong-menolong. Di
bawah ini, peneliti akan memaparkan beberapa teori akhlak yang relevan
dengan hasil temuan di lapangan.
Menurut Zakiah Darajat bahwa akhlak terhadap sesama manusia
adalah suka menolong orang lain. Dalam hidup ini, setiap orang pasti
memerlukan pertolongan orang lain. Adakalanya karena sengsara dalam
hidup, penderitaan batin atau kegelisahan jiwa, dan adakalanya karena
sedih setelah mendapat berbagai musibah.22
Nasharuddin (2015:273) menegaskan, “saling membantu dan saling
tolong-menolong menjadi penting dalam mencapai masyarakat madani.
Itu sebabnya, Nabi menganjurkan kehidupan sesama Muslim itu
laksanakan kehidupan bersaudara. Dalam al-Qur‟an disebutkan, bahwa
_____________
22Rosihon Anwar. Akidah Akhlak. (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm 215
Relasi Antara…
304
kaum muslimin itu adalah bersaudara. Akhlak antar sesama, merupakan
bagian dari ketakwaan seseorang. Dalam hadis di bawah ini, ada tiga
perintah, yaitu bertakwalah kepada Allah, ikuti yang buruk itu dengan
yang baik dan berprilaku baik antarsesama manusia.
Hadis Nabi Muhammad al-Mushthafa:
“Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah saw, wahai Rasulullah saw. berilah saya washiyat (pengajaran). Kemudian Rasulullah menjawab: Bertakwalah kepada Allah di mana saja kamu berada. Lalu Abu Dzar bertanya lagi, “Tambah lagi ya Rasul.” Kemudian Rasulullah menjawab: Ikutilah kejelekan dengan kebaikan, maka kebaikan tersebut akan menghapus kejelekan. Lalu Abu Dzar berkata lagi,”Tambah lagi ya Rasul: Kemudian Rasulullah menjawab: Berakhlaklah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR al-Tirmiziy) Hal senada juga dinyatakan oleh Saad Riyadh menegaskan,
“Dalam hadis-hadisnya, Rasulullah saw. banyak menyeru kita untuk
tolong-menolong atau bahu membahu. Dengan demikian, akan terbentuk
masyarakat yang kokoh laksana benteng yang masing-masing
komponennya saling menguatkan, atau laksana satu tubuh yang jika salah
satu bagian sakit maka yang lain juga akan ikut merasakan.23 Rasulullah
saw. bersabda,
“Siapa saja (di antara orang-orang mukmin) yang melapangkan satu kesusahan dunia yang dialami mukmin yang lain maka Allah swt. akan melapangkan satu kesusahan darinya di hari akhirat. Siapa saja yang menutub aib (kejelekan) seorang muslim maka Allah swt. juga akan menutub aibnya, baik di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Allah swt. akan selalu menolong seorang hamba selama ia tetap menolong saudaranya (sesama muslim).” (HR Tirmidzi) Berdasarkan teori tersebut, maka temuan dari penelitian ini bahwa
tradisi berandep di ladang relevansinya terletak pada materi kerja sama
dan tolong-menolong yang telah dituangkan dalam mata pelajaran
akidah-akhlak. Oleh karena itu, dalam penelitian ini lebih menekankan
_____________
23Saad Riyadh. Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah. (Jakarta: GemaInsani, 2007) hlm. 113-114
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
305
pada ruang lingkup akhlak terhadap sesama manusia dan sebagaimana
tercantum pada materi kerja sama dan tolong-menolong.
PENUTUP
Dari uraian diatas, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan gotong
royong (kerja sama) dan tolong-menolong pada masyarakat Melayu
Dusun Sungai Jambu sangat terpelihara kelestariannya. Dengan adanya
kegiatan gotong royong (kerja sama) dan tolong-menolong
mempermudahkan pekerjaan cepat selesai.
Bila dikaji secara saksama, dalam kegiatan gotong-royong (kerja
sama) dan tolong-menolong masyarakat Melayu Dusun Sungai Jambu
terkandung nilai-nilai kebersamaan, nilai membiasakan diri untuk
bersedekah, mempererat hubungan silaturrahmi dan solodaritas sosial
yang bermanfaat bagi keselarasan hidup bermasyarakat pada masa kini.
Nilai-nilai tersebut dalam tradisi gotong-royong dan tolong-menolong
dapat disosialisasikan kepada generasi penerus khususnya generasi muda
sebagai kelompok sosial yang akan melanjutkan kehidupan masa akan
datang guna membentuk budi pekerti serta dalam menghadapi berbagai
pergeseran nilai pada era budaya global.
DAFTAR PUSTAKA
Abduh Gholib Ahmad Isa. (2010) Etika Pergaulan Dari A-Z. Solo: Pustaka Arafah.
Abdul Majid. (2004). Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi: Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Abdulsyani, (1994) Sosiologi Skematika, Teori, dan Terapan, Jakarta: Bumi Aksara.
Abudin Nata. (2011) Akhlak Tasawuf. Jakarta. GrafindoPersada
Ahmad Al-Hasyim. (2000) Kitab Hadits Nabawiyah. Semarang: Toha Putra
Ahmad Mustofa. (1997) Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia
Andi Prastowo. (2015) Pembelajaran Konstruktivistik-Scientific Untuk Pendidikan Agama di Sekolah/Madrasah. Jakarta: RajaGrapindo.
Relasi Antara…
306
Barmawie Umarie. (1995) Materi Akhlak. Solo: Ramadhani
Kementerian Agama RI (2011). Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Edisi yang Disempurnakan), jilid II. Jakarta: Widya Cahaya
Kuswarno, Engkus. (2011) Etnografi Komunikasi: Pengantar dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran.
M. Quraish Shihab. (2002) Tafsir Al Misbah. Jakarta Lentera Hati
Nasharuddin. (2015) Akhlak (Ciri Manusia Paripurna). Jakarta: Raja Grapindo Persada.
Nogarsyah Moede Gayo. (2004) Kamus Istilah Agama Islam. Jakarta: Progres.
Nurul Hidayati Rofiah. (2016) “Desain Pengembangan Pembelajaran Akidah Akhlak di Perguruan Tinggi” dalam Fenomena, Volume 8 (1): 58-59
Rosihon Anwar. (2008) Akidah Akhlak. Bandung: Pustaka Setia.
Rosihon Anwar. (2010) Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia.
Saad Riyadh. (2007) Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah. Jakarta: GemaInsani
Salamun, dkk. (2002) Budaya Masyarakat Suku Bangsa Jawa di Kabupaten Wonosbo Provinsi Jawa Tengah. Yogyakarta: Badan Pengembangan dan Kebudayaan Pariwisata.
Wahab. (2015) Sapa and Base Communication of Sambas Society: a Case of Malay-Madurese Post-Conflict 1999-2014: of Scientific and Technology Research. Vol 4 (2) :254
Winardi. (2009) Membina Akidah dan Akhlak 3. Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Zahruddin dan Hasanuddin Sinaga. (2004) Pengantar Studi Akhlak. Jakarta: Grapindo Persada.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
307
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.4763 PENILAIAN SIKAP SOSIAL DAN SPIRITUAL SISWA DI SDIT ISTIQOMAH LEMBANG BANDUNG BARAT
A Wandi1, Chaerul Rochman2, Nina Nurmila3
123 Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstract
The purpose of this study was to determine the assessment of affective attitudes of students in learning PAI at SDIT Istiqomah Lembang, Bandung Barat district. This is very important to be discussed and known by every educator, given that the teacher's task is not only limited to teaching, but also evaluates, and one of them is the assessment of affective attitudes related to spiritual and social attitudes. The research method used in this research is descriptive explorative. The assessment technique used is the assessment sheet between students and the instruments used are checks and rating scales with class-based sociometric techniques consisting of fourteen indicators. The conclusions of this assessment are: 1) There are four students who are in a good category and eighteen students are in a very good category, 2) There are nine indicators of affective aspects which are in the good category namely indicators 4, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, and there are five indicators in the excellent category, namely indicators 1, 2, 3, 5, 7.
Keywords: Attitude Assessment; Social and Spiritual Attitudes; Between Students.
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penilaian sikap afektif siswa dalam pemebelajaran PAI di SDIT Istiqomah Lembang, Kabupaten Bandung Barat. Hal ini sangat penting untuk dibahas dan diketahui oleh setiap pendidik, mengingat bahwa tugas guru tidak hanya terbatas pada pengajaran, tetapi juga mengevaluasi, dan salah satunya adalah penilaian sikap afektif terkait dengan sikap spiritual dan sosial. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif eksploratif. Teknik penilaian yang digunakan adalah lembar penilaian antara siswa dan instrumen yang digunakan adalah cek dan skala penilaian dengan teknik sosiometrik berbasis kelas yang terdiri dari empat belas indikator. Kesimpulan dari penilaian ini adalah: 1) Ada empat siswa yang berada dalam kategori baik dan delapan belas siswa berada dalam kategori sangat baik, 2) Ada sembilan indikator aspek afektif yang berada pada kategori
Penilaian Sikap…
308
baik yaitu indikator 4, 6, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, dan terdapat lima indikator berada pada kategori sangat baik, yaitu indikator 1, 2, 3, 5, 7.
Kata Kunci: Penilaian Sikap; Sikap Social dan Spiritual; Antar Peserta Didik.
PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang di dalamnya
merubah tingkah laku dan sikap seorang peserta didik menuju sikap dan
tingkah laku baik melalui kegiatan komprehensif yang mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal ini sejalan dengan pendapat
Howard L. Kingkey yang dikutip oleh Syaiful Bahri Djamarah
mengatakan bahwa “Learning is the process by which behavior (in the broader
sensei) is originated or change througt practice or trining. Maksudnya adalah
belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan
atau dirubah melalui praktek atau latihan. Geoch merumuskan learning is
change is performance as a result of practice1. Maksudnya pembelajaran
merupakan suatu proses merubah tingkah laku peserta didik.
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang mencakup
kompetensi pengetahuan, keterampilan dan sikap secara terpadu yang
disebut dengan penilaian autentik. Kompetensi sikap perlu mendapat
perhatian lebih luas karena dari dunia Pendidikan inilah tempat anak-
anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Sangat diharapkan
Pendidikan sikap mampu membentengi diri anak dari kuatnya arus
globalisasi. Dengan Pendidikan sikap ini diharapkan kecerdasan
emosiaonal anak mampu tumbuh selaras dengan kecerdasan
intelektualnya.
Supardi mendefinisikan secara sederhana penilaian autentik yang
sering disebut dengan authentic assessment. Authentic assessment adalah
satu asesmen hasil belajar yang menuntut peserta didik menunjukan
prestasi dan hasil belajar berupa kemampuan dalam kehidupan nyata
dalam bentuk kinerja atau hasil kerja. Dalam penilaian autentik sikap dan _____________
1Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), hlm. 13.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
309
perilaku peserta didik dapat dinilai melalui observasi. Sedangkan secara
luas Supardi mendefinisikan penilaian autentik sebagai penilaian yang
dilakukan secara komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input),
proses (proces), dan keluaran (output) pembelajaran dalam rangka untuk
mengukur kompetensi sikap, kompetensi pengetahuan maupun
kompetensi keterampilan menggunakan variasi instrumen atau alat tes
yang digunakan untuk penilaian.2
Secara filosofis penilaian autentik memiliki relevansi kuat terhadap
pendekatan ilmiah dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan
kurikulum 2013. Penilaian autentik sebenarnya digariskan dalam standar
penilaian sebagaimana ditetapkan dalam Permendiknas Nomor 20 Tahun
2007 tentang standar penilaian pendidikan. Dalam permendiknas tersebut
ditetapkan bahan penilaian terdiri atas: tes tulis, tes lisan, praktik, dan
kinerja, observasi yang dilakukan selama kegiatan pembelajaran dan di
luar pembelajaran serta penugasan (terstruktur dan tugas mandiri tak
terstruktur). Penilaian autentik ranah sikap merupakan proses
pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran
perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial peserta didik. Gambaran
perkembangan sikap spiritual dan sikap sosial peserta didik perlu
diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa peserta didik
mengalami proses pembentukan sikap dengan benar.3
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Muslich menyatakan
bahwa masih banyak guru yang melakukan penilaian namun tidak sesuai
dengan petunjuk penulisan dalam penilaian afektif. Seharusnya sebelum
melakukan penilaian efektif, guru harus membuat kisi-kisi penilaian serta
format penilaian dan indikator yang akan dinilai dengan jelas. Karena
kurangnya ketelitian serta kesiapan guru dalam melakukan penialaian
_____________
2Supardi, Penilaian Autentik:Pembelajaran Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik (Konsep dan Aplikasi), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015), hlm. 24.
3Abdul Majid, Penilaian Autentik; Proses dan Hasil Belajar, (Bandung: RajaGrafindo Persada: 2013), hlm. 74.
Penilaian Sikap…
310
afektif, sehingga hasil yang diperolehpun tidak sesuai dengan seharusnya.
Maka disini penting bagi guru untuk mengetahui cara serta format yang
harus dipersiapkan sebelum melakukan penilaian afektif, agar hasil yang
diperoleh sesuai dengan seharusnya.4
Demikian pula menurut penelitian Endah Sri Winarni, dalam
praktek penilaian sikap pada kurikulum 2013 guru masih merasa
kesulitan untuk menerapkan secara ideal. Selain banyaknya yang harus
dinilai oleh guru pada penilaian sikap ini dengan beberapa metode yang
digunakan dirasa lebih kompleks sehingga kuran efisien.5
Kurikulum 2013 membagi penilaian meliputi sikap spiritual, sikap
sosial, pengetahuan dan keterampilan. Secara lebih umum dikategorikan
menjadi tiga domain yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap sosial dan
spiritual), dan psikomotor (keterampilan).6 Berdasarkan pembagian
penilaian tersebut, maka focus penelitian ini adalah mengenai penilaian
afektif yaitu penilaian sikap sosial dan spiritual. Adapun teknik penilaian
yang dipakai yaitu penilaian antarpeserta didik. Peneliti tertarik untuk
menerapkan penilaian antarpeserta didik ini di kelas, karena dengan
penilaian antarpeserta didik ini tidak hanya guru saja yang akan
mengenal sikap peserta didik dengan baik, tetapi juga peserta didik yang
melakukan penilaian. Dengan penilaian peserta didik ini, diharapkan
guru juga peserta didik lebih mengenal dan mengetahui sikap masing-
masing peserta didik, yang dengannya seorang guru akan tahu apa
tanggapan serta upaya apa yang akan dilakukan setelah mengetahui hasil
dari penilaian tersebut.
_____________
4Muhammad Muslich, “Pengembangan Model Assessment Afektif Berbasis Self Assessment dan Peer Assessment di SMA Negeri 1”, dalam Jurnal kebijakan dan pengembangan pendidikan, (2) 2, (2014), 143.
5Endah Sri Winarni, “Persepsi guru PAI dan Praktek penilaian sikap pada kurikulum 2006 dan kurikulum 2013, studi kasus di SMP Negeri Kecamatan Turi dan Sleman”, dalam MUKADDIMAH, jurnal studi islam, (2) 1, (2017), 110-111.
6Setiadi, H., “Pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013”, dalam Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 20 (2), (2016), 166-178.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
311
PEMBAHASAN
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif eksploratif yang
mendeskripsikan dan mengungkapkan pelaksanaan penilaian sikap
afektif (spiritual dan sosial). Teknik penilaian yang digunakan adalah
lembar penilaian antarpeserta didik yang merupakan teknik penilaian
dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan
pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan untuk penilaian
antarpeserta didik ini adalah dengan menggunakan cek dan skala
penilaian (rating scale) dengan teknik sosiometris berbasis kelas. Peserta
didik yang diberikan cek untuk melakukan penilaian merupakan siswa
kelas VI B SDIT Istiqomah Lembang Kabupaten Bandung Barat yang
berjumlah 22 siswa, terdiri dari 12 siswa perempuan dan 10 siswa laki-
laki. Adapun untuk waktu penilaiannya dilakukan pada Pertengahan
semester genap, yaitu pada bulan Mei 2019.
Tahap pertama dalam penelitian ini adalah perumusan indikator
yang akan menjadi acuan dalam penilaian afektif antarpeserta didik.
Adapun untuk indikator yang menjadi acuan dalam penilaian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 1. Daftar Deskripsi Indikator
Sikap dan Pengertian Indikator
Sikap Spiritual Berdoa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu
Memberi salam ketika bertemu dengan orang lain
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianut
Sikap Sosial Tidak menyontek dalam mengerjakan ujian/ulangan
Mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki
1. Jujur
2. Disiplin Datang tepat waktu
Patuh pada tata tertib atau aturan bersama/sekolah
3. Tanggungjawab Mengembalikan barang yang dipinjam
Mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan
4. Toleransi Menerima kesepakatan meskipun berbeda
pendapat
Penilaian Sikap…
312
Sikap dan Pengertian Indikator
Dapat memaafkan kesalahan orang lain
5. Sopan Santun
Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur
Mengucapkan terimakasih setelah menerima bantuan orang lain
6. Gotongroyong Bersedia membantu orang lain
7. Percaya diri Berani presentasi di depan kelas
Dari indikator tersebut, maka kemudian dibuat lembar penilaiannya,
adapun untuk lembar penilaiannya adalah sebagai berikut:
Tebel 2. Daftar Cek Penilaian Antarpeserta Didik
No Aspek Pengamatan Skor
4 3 2 1
1 Berdoa sebelum dan sesudah melakukan sesuatu
2 Memberi salam ketika bertemu dengan orang lain
3 Tidak menyontek dalam mengerjakan ujian/ulangan/tugas
4 Mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki
5 Masuk kelas tepat waktu
6 Membawa buku tulis sesuai mata pelajaran
7 Mengembalikan barang yang dipinjam
8 Meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan
9 Memaafkan kesalahan orang lain
10 Menghormati pendapat teman
11 Tidak berkata-kata kotor, kasar, dan takabur
12 Mengucapkan terimakasih setelah menerima bantuan orang lain
13 Bersedia membantu orang lain
14 Berani presentasi di depan kelas
Dengan ketentuan sebagai berikut :
4= apabila selalu melakukan sesuai pernyataan
3= apabila sering melakukan sesuatu dan kadang-kadang tidak melakukan
2= apabila kadang-kadang melakukan dan sering tidak melakukan
1= apabila tidak pernah melakukan
Adapun untuk petunjuk penskorannya yaitu sebagai berikut:
Tahap kedua dalam penelitian ini adalah pengembilan data, yang
selanjutnya diolah dengan menggunakan statistic deskriprif. Data yang
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
313
diperoleh berupa skor penilaian sikap afektif peserta didik, dengan
ketentuan sebagai berikut:
Tabel 3. Kriteria Perolehan Skor Peserta Didik
No Perolehan Skor Keterangan
1 3.33 < skor ≤ 4.00 Sangat Baik
2 2.33 < skor ≤ 3.33 Baik
3 1.33 < skor ≤ 2,33 Cukup
4 Skor ≤ 1.33 Kurang
(Sumber: Permendikbud No 81A Tahun 2013)
Dengan demikian, maka perolehan skor maksimal setiap peserta
didik adalah seribu dua ratus delapan puluh delapan (1.288). Adapun
rumus untuk menghitung persentase setiap skor adalah
%. Adapun untuk menentukan kualifikasi
persentase nilai afektif diinterpretasikan ke dalam tabel berikut ini:
Tabel 4. Kriteria Persentase Nilai Afektif
No % Jumlah Skor Kriteria
1 20.00%-36.00% Tidak Baik
2 36.01%-52.00% Kurang Baik
3 52.01%-58.00% Cukup
4 58.01%-84.00% Baik
5 84.01%-100% Sangat Baik
(Sumber: Umi Narimawati, 2010:85)
Dalam penelitian ini analisis data yang digunakan adalah dengan
teknik deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan data yang diperoleh
melalui penilaian antarpeserta didik tersebut, selanjutnya dideskripsikan
dan diambil kesimpulan mengenai masing-masing aspek yang dinilai.
Berdasarkan hasil pengambilan dan pengolahan data mengenai
penilaian sikap afektif peserta didik melalui penialaian antarpeserta didik,
maka dapat dijabarkan terkait dengan sikap afektif peserta didik, sebagai
berikut:
Penilaian Sikap…
314
Grafik 1. Hasil Penialaian Antarpeserta Didik
Berdasarkan grafik di atas, dapat diketahui bahwa terdapat empat
(4) peserta didik yang berada pada kategori baik (2.33 < skor ≤ 3.33), dan
18 peserta didik berada pada kategori sangat baik (3.33 < skor ≤ 4.00).
Adapun persentasi setiap indikator berdasarkan hasil penilaian antar
peserta didik SDIT Istiqomah Lembang Kabupaten Bandung Barat, dapat
dilihat pada grafik di bawah ini:
Grafik 2. Presentasi Setiap Indikator Hasil Penilaian Antarpeserta Didik
Berdasarkan grafik tersebut, diketahui bahwa terdapat sembilan
indikator yang berada pada kategori baik (58.01%-84.00%) yaitu indikator
4 (82.56%) indikator 6 (72.19 %), indicator 8 (83.56%), indicator 9 (81.52%),
indicator 10 (83.56%), indicator 11 (76.63%), indicator 12 (77.63%),
indicator 13 (79.57%), dan indokator 14 (68.30%), serta terdapat lima
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
315
indikator berada pada kategori sangat baik (84.01%-100%), yaitu indikator
1 (86.96%), indikator 2 (85.46%), indikator 3 (87.64%), indikator 5 (84.24%),
dan indikator 7 (87.86%).
Indikator 1 dan 2 merupakan indikator sikap spiritual yaitu
mengenai sikap peserta didik dalam berdo’a dan memberikan salam
ketika bertemu dengan orang lain. Indikator tersebut berada pada
kategori sangat baik. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sikap
spiritual peserta didik yang dibuktikan dengan berdo’a dan memberikan
salam kepada teman yang ditemuinya berada pada kategori sangat baik,
yaitu 86.96 % dan 85.46 %. Melalui penilaian antarpeserta didik ini, guru
dapat mengetahui indikator sikap afektif yang mana yang sudah baik,
sangat baik, atau masih kurang. Ramdani menyatakan bahwa education is
a conscious process done and provided for the students in order that they
implant and develop the physical and spiritual aspects optimally to
achieve the maturity. 7Dengan demikian bahwa guru harus bisa
mengembangkan aspek fisik dan spiritual secara optimal, guna
terwujudnya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan yaitu melahirkan
generasi muda yang berkualitas, tidak hanya dari segi kognitif tapi juga
dari segi efektik dan keterampilan.
Selain indikator spiritual, juga terdapat indikator social yang masih
berada pada kategori baik, yaitu berkaitan dengan aspek percaya diri.
Berdasarkan grafik di atas diketahui bahwa 68.30% pada aspek pesercaya
diri. Hal ini berarti sebagian besar peserta didik masih kurang memiliki
sikap percaya diri. Sedangkan percaya diri merupakan suatu sikap yang
harus ditanamkan pada anak. Hal ini sejalan dengan Erik Erikson yang
menyatakan bahwa anak pada usia 3-6 tahun yang berada pada tahap
perkembangan otonomi versus rasa malu dan ragu-ragu, sudah mulai
_____________
7 Ramdhani, et.al. “Building moderate attitude through character education.” Dalam makalah International Conference On Islam In Malay Word V (2015), 791-798.
Penilaian Sikap…
316
mengembangkan sikap percaya dirinya.8 Dengan demikian seharusnya
peserta didik di jenjang sekolah dasar sudah memiliki rasa percaya diri
yang tinggi, namun pada kenyataannya hal ini tidak berbanding lurus
dengan kenyataan bahwa peserta didik kelas VI sekolah dasar masih
memiliki rasa percaya diri yang rendah. Masalah kepercayaan diri pada
hakikatnya harus sangat diperhatikan karena salah satu faktor dalam
kesuksesan seseorang yaitu adanya rasa percaya diri yang tinggi.9
Mulkiyan dalam penelitiannya menyatakan bahwa salah satu cara
dalam mengatasi masalah percaya diri peserta didik adalah dengan
melalui konseling kelompok. Hal ini terbukti bahwa peserta didik yang
diberikan konseling kelompok dengan tahap-tahap konseling yang benar,
memiliki pengaruh positif yang signifikan dalam mengatasi rasa percaya
diri dalam proses belajar peserta didik. Dengan demikian koseling
kelompok bisa menjadi salah satu cara yang dapat diterapkan oleh guru
kepada peserta didik yang masih memiliki rasa percaya diri yang
rendah.10
PENUTUP
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan
bahwa penilaian sikap social dan spiritual antarapeserta didik kelas 6B dalam
pembelajaran PAI di SDIT Istiqomah Lembang Kabupatena Bandung Barat,
hasilnya sebagai berikut:
1. Terdapat empat (4) peserta didik yang berada pada kategori baik (2.33 < skor
≤ 3.3), dan 18 peserta didik berada pada kategori sangat baik (3.33 < skor ≤
4.00),
2. Terdapat sembilan indikator yang berada pada kategori baik (58.01%-84.00%)
yaitu indikator 4 (82.56%) indikator 6 (72.19 %), indicator 8 (83.56%),
_____________
8Adha Anggraini, “Peran Konselor Untuk Meningkatkan Perilaku Percaya Diri Pada Anak Usia Dini Kelompok A Berdasarkan Perspektif Perkembangan Psikososial Di TK Aisyiyah Busthanul Athfal (ABA) 31 WIYUNG’, dalam Jurnal BK Unesa, (4) 3, (2014), 5.
9 Mulkiyan, M., “Mengatasi Masalah Kepercayaan Diri Siswa melalui Konseling Kelompok”, dalam Jurnal Konseling dan Pendidikan, (5) 3, (2017), 136.
10 Mulkiyan, M., “Mengatasi Masalah …, 139.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
317
indicator 9 (81.52%), indicator 10 (83.56%), indicator 11 (76.63%), indicator 12
(77.63%), indicator 13 (79.57%), dan indokator 14 (68.30%), serta terdapat lima
indikator berada pada kategori sangat baik (84.01%-100%), yaitu indikator 1
(86.96%), indikator 2 (85.46%), indikator 3 (87.64%), indikator 5 (84.24%), dan
indikator 7 (87.86%).
Dengan demikian bahwa, penialaian antarpeserta didik sangat baik
digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui sikap afektif (spiritual dan
sosial) peserta didik. Dan dengannya guru dapat memberikan informasi kepada
orang tua setiap peserta didik terkait dengan perkembangan peserta didik, serta
dapat melakukan layanan bimbingan untuk meningkatkan sikap afektif bagi
peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Majid, (2013) Penilaian Autentik; Proses dan Hasil Belajar, Bandung: Raja Grafindo Persada.
Alawiyah, F. (2013). Peran Guru dalam Kurikulum 2013. Jurnal Aspirasi, 4(1), 65-74.
Anggraini, A. (2014). Peran Konselor Untuk Meningkatkan Perilaku Percaya Diri Pada Anak Usia Dini Kelompok A Berdasarkan Perspektif Perkembangan Psikososial Di TK Aisyiyah Busthanul Athfal (ABA) 31 WIYUNG. Jurnal BK Unesa, 4(3).
Mulkiyan, M. (2017). Mengatasi Masalah Kepercayaan Diri Siswa melalui Konseling Kelompok. Jurnal Konseling dan Pendidikan, 5(3), 136-142.
Muslich, K. M. (2014). Pengembangan Model Assessment Afektif Berbasis Self Assessment dan Peer Assessment di SMA Negeri 1. Jurnal kebijakan dan pengembangan pendidikan, 2(2).
Ramdhani, M. A., Jamaluddin, D., & Ainissyifa, H. (2015). Building moderate attitude through character education.
Setiadi, H. (2016). Pelaksanaan penilaian pada Kurikulum 2013. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 20(2), 166-178.
Suharyat, Y. (2009). Hubungan antara sikap, minat dan perilaku manusia. Jurnal Region, 1(3), 1-19.
Supardi, (2015) Penilaian Autentik:Pembelajaran Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik (Konsep dan Aplikasi), Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Syaiful Bahri Djamarah, (2002) Psikologi Belajar, Jakarta: Rineka Cipta.
Penilaian Sikap…
318
Umi Narimawati, (2010) Metodologi Penelitian: Dasar Penyusun Penelitian Ekonomi, Jakarta: Genesis.
Uus Ruswandi, (2010) dan Badrudin, Pengembangan Kepribadian Guru, Bandung: Insan Mandiri.
Winarni, E. S. (2018). Persepsi Guru PAI dan Praktek Penilaian Sikap Pada Kurikulum 2006 dan K Kurikulum 2013 S tudi Kasus di SMSMP Negeri Kecamatan Turi dan Sleman. Mukaddimah: Jurnal Studi Islam, 2(1), 95-114.
Zainal Arifin, (2014) Evaluasi Pembelajaran, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
319
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.4782
KONSEP PENDIDIKAN PROFETIK (MELACAK VISI KENABIAN DALAM PENDIDIKAN)
Arifuddin
Institut Agama Islam Negeri Palopo, Indonesia email: [email protected]
Abstract
Prophetic education is an educational model inspired by the educational model exemplified by Muhammad. The learning model practiced by the Prophet aims to form productive human beings and can contribute to the birth of scientific life that does not stop at the level of mere knowledge but can also be realized in daily life. Prophet Muhammad SAW. always make good as the main agenda and mission in each person's actions. He also became a human model that always rejected all forms of munkar and became evidence of the moral highness of the Prophet Muhammad. Therefore, his actions are often imaged as the Qur'an. Prophetic education is Islamic education based on values of humanization, liberation, and transcendence. These three pillars should be the central theme of Islamic education. First, calling on the righteous (ta`muruna bi al-ma'ruf). This can be understood as the spirit of fighting for humanitarian values. Second, preventing all forms of disobedience (wa tanhauna „an al-munkar). This point can be understood as an effort to liberate from all forms of oppression (liberation). Third, believe in Allah (wa tu‟minuna billah) which means the idea of transcendence. A concept of faith that removes all forms of worship of God besides Allah SWT.
Keywords: Education; Prophetic; Prophetic Vision
Abstrak
Pendidikan profetik adalah suatu model pendidikan yang terinspirasi dari model pendidikan yang dicontohkan oleh Muhammad saw. Model pembelajaran yang praktikkan Rasulullah bertujuan membentuk manusia yang produktif dan dapat berkontribusi terhadap lahirnya perabadan keilmuan yang tidak berhenti pada level pengetahuan tetapi dapat diwujudkan dalam kehidupan keseharian. Nabi saw senantiasa menjadikan kebaikan sebagai agenda dan misi utama dalam setiap tindakan seseorang. Beliau juga menjadi model manusia yang senantiasa menampik segala bentuk kemungkaran. Menjadi bukti ketinggian akhlak Nabi Muhammad saw. oleh karena itu, tindakan-tindakan beliau seringkali
Konsep Pendidikan…
320
dicitrakan sebagai al-Qur‟an. Pendidikan profetik adalah pendidikan Islam yang berbasis pada nilai-nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi. Ketiga pilar tersebut seharusnya menjadi tema sentral pendidikan Islam. Pertama, menyeru kepada yang makruf (ta`muruna bi al-ma‟ruf). Hal tersebut dapat dipahami sebagai semangat memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan (humanisasi). Kedua, mencegah segala bentuk kemungkaran (wa tanhauna „an al-munkar). Poin ini dapat dipahami sebagai upaya pembebasan dari segala bentuk penindasan (liberasi). Ketiga, beriman kepada Allah (wa tu‟minuna billah) yang berarti gagasan transendensi. Sebuah konsep keimanan yang menyingkirkan segala bentuk penyembahan tuhan selain Allah swt.
Kata Kunci: Pendidikan, Profetik, Visi Kenabian
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sistem yang mampu membantu dalam
mengembangkan segala potensi yang dimiliki manusia. Sehingga
pendidikan memiliki konstribusi yang sangat urgen dalam kehidupan
manusia. Segala potensi dan bakat dapat di tumbuh kembangkan,
sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi diri pribadi maupun untuk
kepentingan orang banyak. Selain itu pendidikan merupakan investasi
sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai yang
strategis bagi keberlangsungan peradaban manusia. Oleh sebab itu,
hampir semua negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu
yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan
negara. Demikian halnya dengan Indonesia yang menempatkan
pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama.
Fenomena sistem pendidikan di Indonesia hingga hari ini
mengalami dikotomi ilmu yaitu ilmu agama dan ilmu umum yang
menjadi persoalan sampai hari ini dan belum menemukan jalan
keluarnya. Dikotomi ini tidak muncul begitu saja melaikan melalui proses
panjang, sehingga menghasilkan berbagai produk berpikir dan lembaga
pendidikan yang turut bertanggung jawab terhadap dikotomisasi
tersebut. Hal tersebut sebagaimana disinyalir oleh Haidar, bahwa
dikotomi ilmu yang merupakan pemisahan antara agama dan sains
melahirkan efek munculnya asumsi dari sebagian masyarakat seakan-
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
321
akan terjadi perang dingin atau pertentangan antara agama dengan ilmu
pengetahuan.1
Idealnya, sistem pendidikan harusnya bersifat sempurna dan
bersifat universal. Muliwan menegaskan bahwa ajaran Islam memuat
semua sistem ilmu pengetahuan. Tidak ada dikotomi dalam sistem
keilmuan Islam.2 Nabi Muhammad sebagai peletak dasar ajaran Islam,
membawa obor kebenaran kapada segenap umat manusia. Rasulullah
sebagaimana dikutip Alfiah, merupakan seorang pendidik (guru). Hal
tersebut sebagaimana direkam dalam sabdanya yang menyebutkan
“Sesungguhnya Allah yang mengutusku sebagai seorang mu‟allim dan pemberi
kemudahan”. Rasulullah saw telah mendidik para sahabat dan generasi
muslim dengan sungguh-sungguh, sehingga mereka memiliki
kesempurnaan akhlak, kesucian jiwa dan karakter yang bersih.3
Dengan demikain, pendidikan profetik adalah suatu model
pendidikan yang terinspirasi dari model pendidikan yang dicontohkan
oleh Muhammad saw. Sebagai salah satu pola pendidikan, model
pembelajaran yang praktikkan Rasulullah bertujuan membentuk manusia
yang produktif dan dapat berkontribusi terhadap lahirnya perabadan
keilmuan. Perdaban ilmu yang tidak berhenti pada level pengetahuan
tetapi dapat diwujudkan dalam kehidupan keseharian. Model pendidikan
tersebut pada gilirannya mengantarkan seseorang menjadi pribadi yang
saleh. Dengan kata lain, pendidikan yang mencerminkan perilaku
kenabian, dalam hal ini adalah nabi Muhammad saw.
Pendidikan tidak hanya berhenti pada pencapaian ijazah namun
hampa nilai spiritual (iman). Pendidikan seharusnya mampu
mensinergikan antara dimensi pengetahuan dan dimensi keimanan
_____________
1Hidar Putra Daulay. (2009). Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Reneka Cipta, 6.
2Jasa Ungguh Muliwan. (2005). Pendidikan Islam Integratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1.
3Alfiah. (2010). Hadis Tarbawiy: Pendidikan Islam Tinjauan Hadis Nabi. Pekanbaru: Al Mujtahadah Press, 83.
Konsep Pendidikan…
322
sehingg mewujudkan perilaku yang berekadaban (ihsan). Oleh karena itu,
penelitian ini menguraikan konsep pendidikan profetik.
Cikal bakal lahirnnya pendidikan profetik di latar belakangi oleh
keprihatinan berbagai pihak melihat kondisi pendidikan Indonesia yang
semakin lama semakin kehilangan identitasnya. Selain itu, pendidikan
profetik juga merupakan respon terhadap sistem pendidikan yang belum
mampu berkontribusi bagi perbaikan negara-negara muslim.4
Khoiron Rosyadi sebagai salah satu tokoh penggagas pendidikan
profetik menilai bahwa pendidikan Islam adalah suatu ikhtiar untuk
menanamkan nilai-nilai Islam yang tidak terlepas dari landasan organik
(Al-Quran dan Sunnah) dan bertujuan untuk melahirkan manusia
bertakwa.5
Krisis relevansi dalam pendidikan Islam disebabkan karena adanya
paradigma dikotomi epistemologik antara ilmu agama dan ilmu umum,
antara ilmu modern Barat dan ilmu tradisional Islam.6 Berbeda dengan
analisis sebagaian cendikiawan yang menilai bahwa ajaran Islam memuat
semua sistem ilmu pengetahuan.7
Sejatinya, pendidikan harus kembali pada missi profetik. Misi
profetik yang dimaksud adalah pendidikan yang manusiawi. Dalam
terminologi Islam sering disebut sebagai insan kamil (manusia seutuhnya),
syumul (universal dan komprehensif), dan manusia takwa (nilai spiritual).8
Pendidikan profetik sejatinya merupakan proses untuk memanusiakan
_____________
4Moh. Shofan. (2004). Pendidikan Berparadigma Profetik. Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, 12.
5Khoiron Rosyadi. (2004). Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 303.
6Moh. Shofan. (2004). Pendidikan Berparadigma Profetik, 12.
7Endang Saifuddin Anshari. (1991). Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentang Islam dan Umatnya. Jakarta: Rajawali Press, 120-125.
8Khoiron Rosyadi. (2004). Pendidikan Profetik. 306.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
323
manusia. Dalam konteks ini, terdapat dua agenda penting pendidikan
profetik, yakni proses pemanusiaan dan proses kemanusiaan.9
Proses pemanusiaan adalah sebuah agenda pendidikan untuk
menjadikan manusia lebih bernilai secara kemanusiaan, membentuk
manusia menjadi insan sejati, memiliki dan menjunjung tinggi tata nilai
etik dan moral, memiliki semangat spiritualitas. Sedangkan proses
kemunisaan adalah sebuah agenda pendidikan untuk mengangkat
martabat manusia melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta keterampilan profesional yang dapat mengangkat harkat dan
martabatnya sebagai manusia.10
Melalui pendidikan profetik yang mendesain lingkungan dengan
rancang bangun tradisi profetik yang secara terus menerus
mengembangkan peserta didik di dalamnya untuk selalu meningkat nilai
transendensi sekaligus sebagai bagian penting dari komunitas sosial.11
Oleh karena itu, pendidikan profetik mengarahkan manusia untuk
senantiasa memiliki kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi untuk
memperkuat pondasi kemanusiaan (humanisasi) dan menghapuskan
sebaga bentuk ketidakadilan (liberasi).
PEMBAHASAN
1. Strategi dan Model Pendidikan Profetik
Nabi saw senantiasa menjadikan kebaikan sebagai agenda dan misi
utama dalam setiap tindakan seseorang. Beliau juga menjadi model
manusia yang senantiasa menampik segala bentuk kemungkaran. Hal
tersebut menjadi bukti ketinggian akhlak Nabi Muhammad saw. oleh
_____________
9Zainuddin Syarif. (2014). Pendidikan Profetik dalam Membentuk Bangsa Religius. Jurnal Tadris, No. 1 Vol. (9), 4.
10Sudarwan Danim. (2006). Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 4.
11Moh. Roqib. (2016). Filsafat Pendidikan Profetik: Pendidikan Islam Integratif dalam Perspektif Kenabian Muhmmad. Purwokerto: An-Najah Press, 182.
Konsep Pendidikan…
324
karena itu, tindakan-tindakan beliau seringkali dicitrakan sebagai al-
Qur‟an.12
Di era modern, Rasulullah tetap menjadi model ideal sebagai
pendidik. James E. Royster mengungkapkan bahwa Nabi Muhammad
saw tidak hanya menjadi model bagi abad ke 7 M, tetapi juga merupakan
imaginary educator pada masa sekarang.13 Metode yang diterapkan oleh
Nabi Muhammad dalam konteks pendidikan Islam merupakan wujud
konkret dari pesan-pesan al-Quran.14 Pertama, metode hikmah yang
bersifat dialogis. Sebagaimana dalam QS al-Nahl/16: 125.
Terjemahnya:
“Ajaklah manusia kepada jalan Allah dengan cara-cara yang bijak dan pelajaran yang baik serta berdialoglah dengan sikap yang baik. Sesungguhnya Allah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.15
Kedua, metode demonstrasi sebagaimana dicontohkan dalam QS al-
Maidah/5: 27-31.
_____________
12Fu‟ad Asy Syalhub. (2006). Guruku Muhammad SAW. Jakarta: Gema Insani, 11.
13Alfiah. (2010). Hadis Tarbawiy: Pendidikan Islam Tinjauan Hadis Nabi. Pekanbaru: Al Mujtahadah Press, 90.
14Abdurrahman al-Nahlawi. (1995). Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah, Wa Asalibuha fi al-Bait wa al-Madrasah wa al-Mujtama. diterjemahkan oleh Shihabuddin dengan judul Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah dan Masyarakat. Cet.I; Jakarta: Gema Insani Press, 204-289. Lihat Juga Chaeruddin B. (2009). Metodologi Pengajaran Agama Islam Luar Sekolah. Cet. I; Yogyakarta: Lanarka Publisher, 34-65. Lihat juga Muhammad Syafi‟i Antonio (Nio Gwan Chung). (2008). Muhammad SAW The Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM Centre, 198-199.
15Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 559.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
325
Terjemahnya:
“Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak terima. Dia (Qabil) berkata “Sesungguhnya aku pasti membunuhmu”. Dia (Habil) berkata “Sesungguhnya Allah hanya menerima amal orang yang bertakawa”. “Sesungghnya jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam”. “Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka, dan itulah balasan bagi orang-orang zalim”. Nafsu (Qabil) mendoorongnya untuk membunuh saudaranya kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah dia termasuk orang yang rugi. Kemudian Allah mengutus seekor burung gagak menggali tanah untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Qabil berkata “Oh, celaka aku! Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung
Konsep Pendidikan…
326
gagak ini sehingga aku dapat menguburkan mayat saudaraku?” maka, termasuklah ia menjadi orang menyesal.” 16 Ketiga, metode pembiasaan sebagaimana dalam QS al-Baqarah/2:
219 dan al-Maidah/5 : 90 dan QS al-Nisa/4 : 43
Terjemahnya: “Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar dari manfaatnya". Dan mereka menanyakan kepadamu yang harus mereka infakkan. Katakanlah: "Kelebiha dari apa yang diperlukan."Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkannya.” (QS al-Baqarah/2: 219)17
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, berkurban untuk berhala, mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung.” (QS al-Maidah/5 : 90)18
_____________
16Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 221.
17Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 65.
18Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 243.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
327
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati shalat, ketika dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang engkau ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) dalam keadaan junub, terkecuali sekedar melewati saja, sebelum mandi. Dan jika sakit, sedang dalam perjalanan, sehabis buang air, telah menyentuh perempuan, sedang tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf, Maha Pengampun.” (QS al-Nisa/4 : 43)19
Keempat, metode perumpamaan sebagaimana dalam QS al-
Baqarah/2: 261
Terjemahnya:
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah seperti sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipat gandakan siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas, Maha Mengetahui.”20
Kelima, metode eksperimentasi sebagaimana dalam QS al-Rum/30:
50
_____________
19Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 167.
20Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 85.
Konsep Pendidikan…
328
Terjemahnya: “Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati (kering). Sesungguhnya demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”21
Keenam, metode keteladanan sebagaiamana dalam QS al-Shaf/61: 2-
3
Terjemahnya:
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan. Amat besar kebencian Allah jika mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”22
Selain metode tersebut, beberapa metode pendidikan yang
dipraktekkan pada zaman Rasulullah saw di antaranya berupa tanya
jawab, khususnya yang berkaitan dengan persoalan keimanan. Selain itu,
metode demonstrasi seringkali digunakan ketika berkaitan dengan
persoalan ibadah, seperti salat, haji, dan selainnya. Demikian juga dengan
penggunaan kisah umat terdahulu, para pengikut setia dan penentang
dakwah para rasul serta ganjaran yang diperolehnya. Sebagaimana dalam
kisah Qarun, Musa, dan selainnya. Metode ini digunakan khususnya
ketika berbicara persoalan etika.23 Selain metode pedidikan, sifat dan
sikap seorang guru mendapat perhatian dalam Islam agara misi profetik
pendidikan dapat tercapai. Di antara karakter positif yang harus dipenuhi
oleh para pendidik dalam pendidikan profetik adalah keikhlasan,
_____________
21Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 815.
22Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 1099.
23Muhammad Yunus. (1990). Sejarah Pendidikan Islam. Cet.VI: Jakarta: Hidakarya Agung, 25-29.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
329
kejujuran, welk the talk, adil dan egaliter, rendah hati, berani, serta sabar
dan menahan amarah.24
Model pendidikan profetik yang dicontohkan Nabi Muhammad
saw tidak bergantung pada sarana dan prasarana tertentu. Tempat
pendidikan Islam yang pertama dalam sejarah pendidikan Islam adalah
rumah Arqam Bin Abi al-Arqam. Di tempat inilah, Nabi Muhammad saw
menanamkan dasar-dasar pendidikan Islam kepada sahabatnya. Di
tempat ini pula Nabi saw membacakan ayat-ayat al-Qur‟an kepada para
pengikutnya, menerima tamu dan orang-orang yang hendak mengenal
ajaran agama Islam serta menanyakan hal-hal yang menyangkut ajaran
agama Islam.25 Selain rumah Arqam Bin Abi al-Arqam, pendidikan Islam
dilaksanakan di rumah Nabi saw sendiri, tempat para sahabat berkumpul
untuk belajar dan memahami ajaran agama Islam.26 Selain itu, pada awal
perkembangan Islam, selain tempat beribadah, umat Islam telah
memberdayakan masjid sebagai lembaga pendidikan keagamaan. Melalui
masjid, para sahabat mendalami prinsip-prinsip ajaran Islam, hukum-
hukum agama dan sebagainya. Masjid pertama yang didirikan Rasulullah
saw adalah masjid Quba‟ yang terletak di luar kota Madinah. Di masjid
inilah, Nabi saw memberikan pelajaran kepada para sahabatnya mengenai
persoalan keagamaan dan keduniaan.27 Dalam catatan salah seorang
orientalis kenamaan Jerman, Goldziher menyebutkan bahwa sebelum
kedatangan Islam, sarana pendidikan berupa kuttab (lembaga pendidikan
anak) sudah ada di negeri Arab. Dalam artikel yang ditulis dalam
Ensiklopedi Agama dan Akhlak, ia menegaskan bahwa kuttab (lembaga
pendidikan anak) pada perkembangan berikutnya diadopsi sebagai
_____________
24Muhammad Syafi‟i Antonio (Nio Gwan Chung). (2008). Muhammad SAW the Super Leader Super Manager, 187-191.
25Muhammad Yunus. (1990). Sejarah Pendidikan Islam, 6.
26Mohd. Athiyah „Al-Abrasyi. Al-Tarbiyah al-Islamiyah. diterjemahkan oleh H. Bustami A. Gani dan Djohar Bahry, L.I.S. (1970). Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Cet I; Jakarta: Bulan Bintang, 62.
27Muhammad Yunus. (1990). Sejarah Pendidikan Islam, 14.
Konsep Pendidikan…
330
sarana pendidikan Islam, termasuk pengajaran al-Qur‟an dan prinsip-
prinsip dasar agama Islam.28
2. Misi Profetik Pendidikan Islam
Secara etimologis, pendidikan berasal dari kata “didik” dengan
awalan “pe” dan akhiran “an” yang mengandung arti perbuatan. Istilah
pendidikan, berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagie” yang berarti
bimbingan yang diberikan kepada seorang anak. Dalam bahasa Inggris,
istilah pendidikan diterjemahkan dengan “education” yang memiliki
makna pengembangan atau bimbingan. Sedangkan dalam bahasa Arab,
istilah pendidikan sering diterjemahkan dengan “tarbiyah” yang berarti
pendidikan.29
M. Ngalim Purwanto mengajukan pengertian pendidikan yaitu
segala bentuk usaha dan perlakuan seseorang terhadap anak-anak untuk
mengarahkan perkembangan jasmani dan rohaninya menuju kedewasaan.
Dengan ungkapan lain, pendidikan ialah bimbingan yang diberikan
dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam
pertumbuhan (jasmani dan rohani) agar berguna bagi masyarakat.30 Oleh
karena itu, pendidikan berarti bimbingan atau pertolongan yang
diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa agar
menjadi dewasa.31
Ramayulis mengutip pendapat Ali Akhalil menyebutkan bahwa
pendidikan Islam adalah ikhtiar untuk menjadikan peserta didik menjadi
hamba Allah yang saleh, menjadi pribadi muslim dan mukmin, yang
_____________
28Ahmad Syalabi. Tarikh al-Tarbiyah al-Islamiyah. alih Bahasa Muchtar Jahya dan M. Sanusi Latif. (1973). Sejarah Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 39.
29Ramayulis. (2015). Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filsofis Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 111.
30M. Ngalim Purwanto. (2011). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 10.
31Ramayulis. (2015). Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filsofis Sistem Pendidikan Islam, 111.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
331
hanya mengharapkan keridaan Allah.32 Menurut Abu Ahmadi,
pendidikan agama Islam merupakan usaha yang lebih khusus ditekankan
untuk mengembangkan fitrah keberagamaan siswa agar lebih mampu
memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam.33
Abuddin Nata menyimpulkan bahwa tujuan pendidikan adalah
membina manusia agar menjadi khalifah Allah di muka bumi. Akan
tetapi, implementasi tujuan pendidikan tersebut harus disesuaikan
dengan situasi dan kondisi suatu masyarakat.34
Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat dipahami bahwa
hakikat pendidikan Islam adalah proses dari upaya ihktiar manusia yang
menyentuh wujud manusia seutuhnya, baik segi jasmani maupun dari
segi rohaninya.35 Sedangkan term profetik diserap dari bahasa Inggris
prophet (nabi) atau prophetic yang berarti kenabian atau berkenaan dengan
nabi.36 Dalam hal ini, kenabian mengandung makna segala ihwal yang
berhubungan dengan seorang yang telah memperoleh potensi kenabian.37
Jika istilah profetik dihubungkan dengan term النبوية dalam bahasa Arab,
dapat dipahami bahwa Rasul saw adalah referensi otentik segala sesuatu.
Hal tersebut berarti bahwa Nabi Muhammad saw merupakan panutan,
baik dalam perkataan, perbuatan, atau persetujuannya.38 Dengan
demikian, makna profetik mengandung arti seseorang memiliki
kualifikasi, sifat atau ciri seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad saw.
_____________
32 Ramayulis. (2015). Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filsofis Sistem Pendidikan Islam, 120.
33Abu Ahmadi. (1992). Ilmu Pendidikan. Jakarta: Balai Pustaka, 9.
34Ibrahim. (1998). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Grasindo, 89.
35Ramayulis. (2015). Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filsofis Sistem Pendidikan Islam, 121.
36M. Dagum. (2006). Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, 897.
37Hamdani Bakran Adz-Dzakiey. (2007). Prophetic Psychology: Psikologi Kenabian, Menghidupkan Potensi dan Kepribadian Kenabian dalam Diri. Yogyakarta: Pustaka al-Furqan, 44.
38Muhammad Nur Abdul Hafizh Suawid. (2009). Prophetic Parenting. Yogyakarta: Pro-U Media, 42.
Konsep Pendidikan…
332
Pendidikan profetik merupakan pendidikan yang orientasi peserta
didiknya dipersiapkan sebagai individu sekaligus komunitas. Oleh karena
itu, standar keberhasilan pendidikan diukur berdasarkan capaian yang
terinternalisasi dalam individu dan teraktualisasi secara sosial.39
Target utama pendidikan profetik adalah pencapaian tujuan dan
cita-cita tertinggi pendidikan Islam yaitu melahirkan manusia-manusia
yang memiliki keteguhan iman dan pengetahuan yang dalam sebagai ciri
insan kamil.40
Misi ajaran Islam yang sesungguhnya adalah misi pendidikan
profetik itu sendiri, yaitu terwujudnya manusia yang paripurna (insan
kamil) sehat jasmani, rohani dan akal, serta berakhlak mulia. Selain itu
manusia paripurna juga memiliki pengetahuan dan keterampilan hidup
(life skill) yang memungkinkannya untuk memanfaatkan berbagai
peluang yang Allah ciptakan di muka bumi ini, serta dapat mengelolanya
demi kemaslahatan hidupnya secara pribadi dan untuk kemaslahatan
bersama secara umum.41
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh sistem
pendidikan. Pendidikan senantiasa menjadi perhatian utama dalam
rangka memajukan kehidupan dari generasi ke generasi selanjutnya. Hal
ini dapat dipahami karena pendidikan berfungsi sebagai transfer of
knowlege dan transfer of culture pada dari genereasi ke generasi. Sejalan
dengan fenomena tersebut, pendidikan menjadi tumpuan bahkan
tuntutan kemajuan masyarakat dalam lintasan zaman.42
Dalam proses pendidikan termasuk pendidikan Islam, faktor
determinan adalah faktor pendidik dan peserta didik. Pendidik di zaman
_____________
39Moh. Roqib. (2016). Filsafat Pendidikan Profetik: Pendidikan Islam Integratif dalam Perspektif Kenabian Muhmmad. Purwokerto: An-Najah Press, 88.
40Zakiyah Daradjat, dkk. (1992). Ilmu Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 29.
41Ramayulis. (2015). Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filsofis Sistem Pendidikan Islam, 121-122.
42Nur Uhbiyati. (1999). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 9.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
333
Rasulullah saw adalah Nabi sendiri. Nabi mengemban misi utama sebagai
pendidik, sebagaimana disebutkan dalam firmanNya QS Ali Imran/3: 164
Terjemahnya: “Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan al-Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”43
Al Qur‟an juga menegaskan kepada umat Islam untuk senantiasa
meneladani Rasulullah saw, sebagaimana disebutkan dalam QS al-
„Araf/7:158.
Terjemahnya:
Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk".44
_____________
43Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 139.
44Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 337.
Konsep Pendidikan…
334
Al-Qur‟an menunjukkan bahwa Rasulullah menjadi model atau
contoh dalam pelaksanaan ajaran Islam, termasuk di dalamnya
pendidikan yang dilaksanakan oleh Rasul saw. Dalam hal ini, Rasulullah
dibimbing atau didik langsung oleh Allah swt agar dapat melaksanakan
tugasnya dengan sempurna. Sejarah mencatat bahwa sebelum
Muhammad saw memulai tugasnya sebagai rasul, yaitu memberikan
pendidikan kepada umatnya, terlebih dahulu Allah mendidik dan
mempersiapkannya untuk melaksanakan tugas tersebut secara sempurna
melalui pengalaman, pengenalan serta perannya dalam kehidupan
masyarakat dan lingkungannya.45 Dasar pendidikan Profetik itu
terangkum dalam QS Ali Imran/3: 110.
Terjemahnya:
Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Menyeru kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah. Sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.46
Terdapat tiga unsur dalam ayat tersebut yang perlu diuraikan.
Pertama, menyeru kepada yang makruf (ta`muruna bi al-ma‟ruf). Hal
tersebut dapat dipahami sebagai semangat memperjuangkan nilai-nilai
kemanusiaan (humanisasi). Kedua, mencegah segala bentuk kemungkaran
(wa tanhauna „an al-munkar). Poin ini dapat dipahami sebagai upaya
pembebasan dari segala bentuk penindasan (liberasi). Ketiga, beriman
kepada Allah (wa tu‟minuna billah) yang berarti gagasan transendensi.
_____________
45Zuhairini, et al. (1986). Sejarah Pendidikan Islam. Ditjen Binbaga Islam Depag RI, 18.
46Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing, 125.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
335
Sebuah konsep keimanan yang menyingkirkan segala bentuk
penyembahan tuhan selain Allah swt.47
Sejatinya, ketiga pilar tersebut seharusnya menjadi tema sentral
pendidikan Islam. Pendidikan Islam harus memuat unsur humanisasi,
liberasi dan transendensi. Oleh karena itu, tiga pilar tersebut harus
berjalan seirama dalam pendidikan Islam. Tanpa transendensi,
pendidikan Islam tidak akan terealisasi. Demikian halnya dengan
humanisasi, karena Islam adalah ikatan manusia dengan Allah sekaligus
ikatan dengan sesama makhluk.48 Dengan konsep liberasi pendidikan,
manusia akan terbebas dari segala bentuk penindasan yang menyebabkan
manusia kehilangan modal utama sebagai khalifatullah fi al-Ardh (manusia
sebagai wakil Tuhan di alam jagad raya). Sebaliknya, ketiganya tidak
dapat dipisahkan satu sama lain karena merupakan satu kesatuan. Oleh
karena itu, pendidikan profetik adalah pendidikan Islam yang berbasis
pada nilai-nilai transendensi, humanisasi dan liberasi plus transendensi.
Pendidikan yang bercorak transenden sering kali tidak cukup, terlebih
lagi dalam realitas pendidikan modern yang seringkali meminggirkan
nilai-nilai humanisasi dan liberasi pendidikan.
PENUTUP
Dari berbagai uraian di atas dapat disimpuilkan bahwa Pendidikan
profetik adalah suatu model pendidikan yang terinspirasi dari model
pendidikan yang dicontohkan oleh Muhammad saw. Model pembelajaran
yang praktikkan Rasulullah bertujuan membentuk manusia yang
produktif dan dapat berkontribusi terhadap lahirnya perabadan keilmuan
_____________
47Dalam konteks ilmu sosial, konsep profetik juga diperkenalkan oleh Kuntowijoyo. Ia menyebutkan bahwa gagasan ilmu sosial profetik meliputi humanisasi, liberasi dan transendensi. Kuntowijoyo. (2001). Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Trasendental. Bandung: Mizan, 106-107.
48Moh. Roqib. (2016). Filsafat Pendidikan Profetik: Pendidikan Islam Integratif dalam Perspektif Kenabian Muhammad, 35-36.
Konsep Pendidikan…
336
yang tidak berhenti pada level pengetahuan tetapi dapat diwujudkan
dalam kehidupan keseharian.
Nabi saw senantiasa menjadikan kebaikan sebagai agenda dan misi
utama dalam setiap tindakan seseorang. Beliau juga menjadi model
manusia yang senantiasa menampik segala bentuk kemungkaran. Menjadi
bukti ketinggian akhlak Nabi Muhammad saw. oleh karena itu, tindakan-
tindakan beliau seringkali dicitrakan sebagai al-Qur‟an.
Pendidikan profetik adalah pendidikan Islam yang berbasis pada
nilai-nilai humanisasi, liberasi, dan transendensi. Ketiga pilar tersebut
seharusnya menjadi tema sentral pendidikan Islam. Pertama, menyeru
kepada yang makruf (ta`muruna bi al-ma‟ruf). Hal tersebut dapat dipahami
sebagai semangat memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan (humanisasi).
Kedua, mencegah segala bentuk kemungkaran (wa tanhauna „an al-munkar).
Poin ini dapat dipahami sebagai upaya pembebasan dari segala bentuk
penindasan (liberasi). Ketiga, beriman kepada Allah (wa tu‟minuna billah)
yang berarti gagasan transendensi. Sebuah konsep keimanan yang
menyingkirkan segala bentuk penyembahan tuhan selain Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
A. Gani, H. Bustami dan Djohar Bahry, L.I.S. (1970). Dassar-Dasar Pokok Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang.
Ahmadi, Abu. (1992). Ilmu Pendidikan. Jakarta: Balai Pustaka.
Alfiah. (2010). Hadis Tarbawiy: Pendidikan Islam Tinjauan Hadis Nabi. Pekanbaru: Al Mujtahadah Press.
Asy Syalhub, Fu‟ad. (2006). Guruku Muhammad SAW. Jakarta: Gema Insani.
Bakran Adz-Dzakiey, Hamdani. (2007). Prophetic Psychology: Psikologi Kenabian, Menghidupkan Potensi dan Kepribadian Kenabian dalam Diri. Yogyakarta: Pustaka al-Furqan.
Chaeruddin. B. (2009). Metodologi Pengajaran Agama Islam Luar Sekolah. Cet. I; Yogyakarta: Lanarka Publisher.
Dagum, M. (2006). Kamus Besar Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
337
Danim, Sudarwan. (2006). Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Daradjat, Zakiyah, dkk. (1992). Ilmu Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Agama RI. (2010). Syaamil Al Qur‟an; Miracle the Reference. Bandung: Sigma Publishing.
Ibrahim. (1998). Inovasi Pendidikan. Jakarta: Grasindo.
Jahya, Muchtar dan M. Sanusi Latif. (1973). Sejarah Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang.
Kuntowijoyo. (2001). Muslim Tanpa Masjid: Esai-esai Agama, Budaya dan Politik dalam Bingkai Strukturalisme Trasendental. Bandung: Mizan.
Nur Abdul Hafizh Suawid, Muhammad. (2009). Prophetic Parenting. terj. Yogyakarta: Pro-U Media.
Purwanto, M. Ngalim. (2011). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Putra Daulay, Hidar. (2009). Pemberdayaan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Reneka Cipta.
Ramayulis. (2015). Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filsofis Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Roqib, Moh. (2016). Filsafat Pendidikan Profetik: Pendidikan Islam Integratif dalam Perspektif Kenabian Muhmmad. Purwokerto: An-Najah Press.
Rosyadi, Khoiron. (2004). Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saifuddin Anshari, Endang. (1991). Wawasan Islam: Pokok-pokok Pikiran tentang Islam dan Umatnya. Jakarta: Rajawali Press.
Shihabuddin. (1995). Pendidikan Islam Di Rumah, sekolah dan Masyarakat. Cet.I, Jakarta: Gema Insani Press.
Shofan, Moh. (2004). Pendidikan Berparadigma Profetik. Yogyakarta: IRCiSoD.
Syafi‟i Antonio (Nio Gwan Chung), Muhammad. (2008). Muhammad SAW the Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia Multimedia & ProLM Centre.
Syarif, Z. (2014). Pendidikan Profetik dalam Membentuk Bangsa Religius. TADRIS: Jurnal Pendidikan Islam, 9(1), 1-16.
Uhbiyati, Nur. (1999). Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Ungguh Muliwan, Jasa. (2005). Pendidikan Islam Integratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Konsep Pendidikan…
338
Yunus, Muhammad. (1990). Sejarah Pendidikan Islam. Cet.VI; Jakarta: Hidakarya Agung.
Zuhairini, et al. (1986). Sejarah Pendidikan Islam. Ditjen Binbaga Islam Depag RI.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
339
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.4785 KELAYAKAN MEDIA PEMBELAJARAN FOCUSKY TERINTEGRASI NILAI AGAMA UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER DISIPLIN
Irma Yunita1, Retno Triwoelandari2, Muhammad Fahri3
123Universitas Ibn Khaldun Bogor, Indonesia email: [email protected], [email protected],
Abstract
The purpose of this study was to determine the feasibility of integrated focusky learning media of religious value to develop the discipline character of elementary school students. The method used in this research is research and development or Research and Development (R & D) which consists of three stages, namely: 1) preliminary study, 2) model development, 3) model testing. This learning media is assessed by three experts. The expert consists of material, language and media experts. Data collection techniques use media questionnaires, lattice instruments for student assessment of products, character achievement instruments. Analysis of data using SPSS 20 for Windows using paired samples t-test and t test independent samples t-test. The sample used is grade 5 elementary school students. Results obtained by material experts with a percentage of feasibility of 84% with very valid categories, linguists with a feasibility percentage of 77% with valid categories, media expert assessment results of 93% with very valid categories and learning media are valued by students as support. The average results of differences in pretest and posttest in the experimental class get a value of 7.56250 and the control class gets the average difference in pretest and posttest of 4.35714. This shows that focusky media integrated religious values are worthy of being used in the learning process and can develop the character of student discipline.
Keywords: Focusky Learning Media; Discipline; Character.
Abstrak
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan media pembelajaran focusky terintegrasi nilai agama dapat mengembangkan karakter disiplin siswa sekolah dasar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dan pengembangan atau Reasearch and Development (R&D) yang terdiri atas tiga tahap, yaitu: 1) study pendahuluan, 2) pengembangan model, 3) uji model. Media pembelajaran ini dinilai oleh tiga ahli. Ahli tersebut terdiri dari ahli materi, bahasa dan
Kelayakan Media…
340
media. Teknik pengumpulan data menggunakan angket media, kisi-kisi intrumen penilaian siswa tehadap produk, instrumen pencapaian karakter. Analisis data menggunakan SPSS 20 for windows dengan menggunakan uji t paired samples t-test dan uji t independent samples t-test. Sampel yang digunakan adalah siswa siswi sekolah dasar kelas 5. Hasil yang diperoleh ahli materi dengan presentase kelayakan sebesar 84% dengan kategori sangat valid, ahli bahasa dengan presentase kelayakan sebesar 77% dengan kategori valid, hasil penilaian ahli media sebesar 93% dengan katagori sangat valid dan media pembelajaran dinilai oleh siswa sebagai penunjang. Hasil rata-rata perbedaan pretest dan posttest pada kelas ekperimen mendapatkan nilai sebesar 7,56250 dan kelas kontrol mendapatkan hasil rata-rata perbedaan pretest dan posttest sebesar 4,35714. Hal ini menunjukkan bahwa media focusky terintegrasi nilai agama layak digunakan dalam proses pembelajaran dan dapat mengembangkan karakter disiplin siswa.
Kata Kunci: Media Pembelajaran Focusky; Karakter; Disiplin.
PENDAHULUAN
Media pelajaran merupakan alat bantu dengan berbagai bentuknya,
baik berupa alat-alat elektronik, gambar, alat peraga, buku ataupun yang
lainnya, yang kesemuanya digunakan untuk membantu menyalurkan isi
pelajaran pada peserta didik . Adapun pendapat lain bahwa media
merupakan alat bantu yang digunakan guru dengan desain yang
disesuaikan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan pemapamaran di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa media pembelajaran merupakan sebuah alat bantu yang
digunakan oleh seorang pendidik untuk mempermudah peserta didik
dalam menerima materi pembelajaran agar tujuan pembelajaran tercapai
dengan baik. Manfaat media pembelajaran dalam proses pembelajaran
yaitu: 1) Media pembelajaran dapat memperjelas menyajian pesan dan
informasi, 2) Media pembelajaran dapat meningkatkan dan mengarahkan
perhatian anak sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, interaksi
yang lebih langsung antara siswa dengan lingkungannya, 3) Media
pembelajaran dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu, 4)
media pembelajaran dapat memberikan kesamaan pengalaman kepada
siswa tentang peristiwa-peristiwa dilingkungan mereka.
Alat bantu yang akan digunakan sebagai media pembelajaran
merupakan alat bantu yang memanfaatkan aplikasi komputer. Media ini
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
341
dipilih karena masih rendahnya penggunaan media pembelajaran pada
saat proses pembelajaran sehingga materi yang disampaikan oleh
pendidik kurang diterima oleh peserta didik. Selain itu, media ini
merupakan media yang memanfaatkan ilmu teknologi yang
dikembangkan sesuai dengan zaman yang sudah berkembang. Ilmu
pengetahuan dan teknologi sangatlah berpengaruh besar terdahap dunia
pendidikan. Teknologi pendidikan merupakan disiplin ilmu terapan,
artinya teknologi ini berkembang karena adanya kebutuhan, yaitu
kebutuhan untuk pembelajaran yang lebih efektif, lebih banyak, lebih
luas, lebih cepat dan lebih produktif. Teknologi dapat dimanfaatkan
untuk mengatasi masalah belajar dalam dunia pendidikan.
Aplikasi yang akan dikembangkan oleh peneliti berupa aplikasi
focusky. Aplikasi ini merupan sebuah aplikasi dengan menggunakan efek
zoom (memperbesar dan memperkecil) dan efek path (pergeseran)
sehingga termasuk ke dalam media pembelajaran interaktif. Aplikasi ini
dapat mengkombinasikan antara audio, visual, teks, animasi dan lain
sebagainya yang dapat digabungkan menjadi sebuah vidio, sehingga
tampilan media akan menarik untuk dilihat.
Aplikasi focusky ini dapat digunakan pada berbagai macam mata
pelajaran, pendidik tinggal memilih mata pelajaran apa yang akan
dimasukan dalam aplikasi tersebut. Dalam penelitian ini, mata pelajaran
yang digunakan oleh peneliti yaitu mata pelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam (IPA) yang diintegrasikan oleh nilai agama. Integrasi adalah sebuah
pendekatan atau proses yang dapat digunakan dalam bidang pendidikan
untuk menciptakan generasi madani yang memiliki pengetahuan multi
disiplin. Integrasi juga dapat didefinisikan sebagai gabungan antara dua
atau lebih ilmu menjadi satu kesatuan yang saling memperkuat.
Ilmu pengetahuan alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari
seluruh alam semesta dan fenomena-fenomena alam. IPA tidak terlepas
dari nilai agama, sebab segala sesuatu yang berkaitan dengan alam
semesta ini sudah tercatat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Bahkan di dalam
Kelayakan Media…
342
ayat-ayat Al-Qur’an bahwa manusia diperintahkan untuk senantiasa
memikirkan segala kejadian yang ada di alam untuk memperteguh
keyakinan agamanya, tercata dalam surah (Al-Anbiya, 21:30) IPA dalam
hal ini merupakan bagian yang tidak terpisah dari agama. IPA
mengajarkan kepada manusia tentang bagaimana mengelola alam dengan
baik untuk kebutuhan hidup. Sedangkan agama mengajarkan tentang
nilai ketakwaan manusia terhadap Allah SWT serta nilai kebaikan
terhadap sesamanya.
Pentingnya integrasi nilai agama dalam pembelajaran IPA menjadi
satu kerangka dalam merumuskan tujuan pendidikan karena
pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik menjelajahi dan
memahami alam sekitar secara ilmiah yang terintegrasi dengan nilai-nilai
spiritual. Pendidik dapat merancang media pembelajaran dengan
memasukan materi pembelajaran IPA yang dipadukan dengan nilai
agama yang dapat menambah wawasan siswa mengenai nilai agama serta
dapat menambahkan nilai karakter pada media tersebut.
Karakter yang akan dikembangkan yaitu karakter disiplin sisiwa.
Karakter disiplin merupakan suatu nilai atau sifat yang tertanam dalam
diri seseorang yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang
menunjukkan nilai ketertiban, kesetiaan, kepatuhan, dan ketaatan
terhadap segala bentuk peraturan dan ketentuan yang sudah diatur secara
sistematis serta dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan menyisipkan nilai karakter pada media pembelajaran maka
dapat menumbuhkan nilai karakter siswa yang mungkin di zaman
sekarang nilai karakter sudah hampir menurun. Maka berdasarkan
pemaparan di atas dalam penelitian ini, peneliti mengembangkan sebuah
media pembelajaran focusky pada mata pelajaran IPA yang terintegrasi
dengan nilai agama untuk mengembangkan karakter disiplin siswa
sekolah dasar.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
343
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan
media pembelajaran yang dikembangkan oleh peneliti, jika media
pembelajaran telah layak maka media pembelajaran bisa diuji cobakan
pada tahap berikutnya. Manfaat dari penelitian ini adalah mengaktifkan
siswa agar lebih tertarik dengan pembelajaran IPA dengan menggunakan
media pembelajaran focusky dan mengubah pandangan siswa yang
menganggap bahwa pembelajaran IPA membosankan merubah menjadi
pembelajaran yang menyenangkan.
Penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian dan
pengembangan atau Reasearch and Development (R&D). Penelitian dan
pengembangan adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu dan mengkaji keefektifan produk tersebut.
Ruang lingkup dalam penelitian ini ialah siswa siswi sekolah dasar (SD)
yang bertempat di SDN Pondok Rumput, objek yang digunakan dalam
penelitian adalah siswa-siswi kelas 5 SD dengan menggunakan dua kelas
yang dibedakan menjadi kelas ekperimen dan kelas kontrol.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan SPSS 20 for
windows dengan menggunakan uji t paired samples t-test dan uji t
independent samples t-test. Jenis instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu: 1) angket media yang harus diisi oleh para ahli, 2)
kisi-kisi intrumen penilaian siswa tehadap produk, 3) instrumen penilaian
indikator pencapaian karakter. Angket yang digunakan dinilai oleh tiga
ahli yaitu: ahli materi, bahasa dan ahli media. Selain penilaian ketiga ahli,
siswa-siswi kelas 5 memberikan penilaian untuk menunjang media
pembelajaran focusky terintegrasi nilai agama untuk mengembangkan
karakter disiplin.
PEMBAHASAN
Pengembangan penelitian ini menggunakan model Borg and Gall
(1983) yang kemudia di modifikasi oleh Nana Syaodih dan kawan-kawan
terdiri atas tiga tahap, yaitu: study pendahuluan, pengembangan model
Kelayakan Media…
344
dan uji model.1 Angket validasi yang digunakan oleh peneliti untuk
mengetahui kelayakan produk yaitu menggunakan skala likert dengan
rumus sebagai berikut:
Skala Likert
𝑃𝑘= 𝑥 100%
Keterangan:
Pk = Nilai katagori skala layak
S = Jumlah skor yang diperoleh
N = Jumlah nilai yang ideal
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui kelayakan media
pembelajaran focusky terintegrasi nilai agama, peneliti memberikan
produknya kepada validator untuk dinilai sebelum diuji cobakan. Para
ahli yang dipilih untuk menilai produk yaitu dosen Fakultas Agama
Islam. Kriteria kelayakan media pembelajaran ini berupa kevalidan untuk
merevisi media pembelajaran, kriteria ini digunakan oleh peneliti sebagai
pedoman untuk melihat tingkat kevalidan media pembelajaran. Adapun
tabel kriteria interpretasi skor kevalidan media pembelajaran sebagai
berikut2:
Tabel 1. Kriteria Interpretasi Skor kevalidan Media Pembelajaran Presentasi (%) Tingkat Kevalidan Kriteria Kelayakan
81-100 Sangat Valid Tidak Revisi
61-80 Valid Tidak Revisi
41-60 Cukup Valid Perlu Revisi
21-40 Kurang Valid Revisi
0-20 Tidak Valid Revisi Total
Berdasarkan kualifikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa jika hasil
presentasi menunjukkan angka 61-100% media pembelajaran focusky
_____________
1 Sukmadinata dan Nana Syaodih, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 184-189.
2 Riduwan, Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian (Bandung: Alfabeta, 2012), 14.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
345
terintegrasi nilai agama dapat dikatakan valid dan dapat digunakan
kepada tahap berikutnya.
Dalam ini, Peneliti menggunakan tiga ahli yaitu ahli materi, ahli
bahasa dan ahli media. Ketiga ahli digunakan untuk menilai media
pembelajaran layak atau tidak sebelum digunakan dalam proses
pembelajaran di sekolah. Adapun hasil validasi dari ketiga ahli yaitu:
1. Ahli Materi
Dalam penilaian ini yang menjadi ahli materi yaitu Ibu Dr. Hj
Maemunah Sa’diah, M.Ag. Beliau adalah dosen studi Pendidikan Agama
Islam Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khladun Bogor. Pengambilan
data validasi ahli materi menggunakan angket ahli materi. Angket ahli
materi berisi kelayakan isi dan aspek kelayakan penyajian. Hasil yang
diperoleh ahli materi dengan presentase kelayakan sebesar 84% dengan
kategori sangat valid. Adapun hasil revisi dari ahli materi sebagai berikut:
Pada path ke-10 akan lebih baik jika ditambahkan keterangan air
bersuci.
Gambar 1. Pembahasan Keterangan Air Bersuci Sebelum dan Sesudah Revisi
Pada Gambar 1 pembahasan yang disajikan merupakan
pembahasan mengenai air bersuci sebelum dan sesudah direvisi.
Validator memberika masukan yaitu penambahan materi air bersuci
(mandi, istinja, wudhu) agar memperkuat nilai agama dalam media yang
dikembangkan. Hasil revisi merupakan masukan dari ahli materi yang
kemudian peneliti tambahkan dalam media pembelajaran.
Kelayakan Media…
346
2. Ahli Bahasa
Dalam penelitian ini yang menjadi ahli bahasa yaitu Ibu Salati
Asmahasanah, M.Pd. Beliau adalah dosen studi Pendidikan Guru
Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khladun
Bogor. Angket ahli materi berisi kelayakan isi dan aspek kelayakan
penyajian. Hasil yang diperoleh ahli bahasa dengan presentase kelayakan
sebesar 77% dengan kategori valid. Adapun hasil revisi dari ahli bahasa
sebagai berikut:
Pada path ke-20 akan lebih baik jika ada penambahan contoh
gambar konkrit
Gambar 2. Pembahasan Akibat Pasokan Air Berkurang Sebelum dan Sesudah Direvisi
Pada Gambar 2 pembahasan yang disajikan merupakan
pembahasan mengenai akibat pasokan air berkurang sebelum dan
sesudah direvisi, validator memberikan masukan yaitu penambahan
gambar konkrit agar lebih memperjelas materi dan mempermudah siswa
dalam memahami materi pembelajaran. Hasil revisi merupakan masukan
dari ahli materi yang kemudian peneliti tambahkan dalam media
pembelajaran.
3. Ahli Media
Dalam penelitian yang menjadi ahli media yaitu Irfan Supriatna,
M.Pd. Beliau adalah dosen studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
Fakultas Agama Islam Universitas Ibn Khladun Bogor. Angket ahli materi
berisi kelayakan isi dan aspek kelayakan penyajian. Hasil yang diperoleh
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
347
ahli media sebesar 93% dengan katagori sangat valid. Adapun Saran revisi
ahli media dalam pengembangan media pembelajaran focusky terintegrasi
nilai agama adalah penambahan durasi pada setiap path agar
mempermudah siswa dalam membaca dan memahami materi
pembelajaran yang ditayangkan dalam video pembelajaran.
Setelah melalui penialai para ahli, peneliti melakukan uji coba
produk, uji coba dilakukan pada uji validasi yaitu di SDN Pondok
Rumput pada siswa kelas 5 dengan menggunakan kelas eksperimen yang
memiliki siswa sebanyak 32 dan kontrol yang memiliki siswa sebanyak 28
siswa. pada uji ini terdapat perbedaan perlakuan antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol. kelas eksperimen pada saat kegiatan posttest
menggunakan media pembelajaran focusky pada saat pembelajaran
berlangsung. Berbeda dengan kelas eksperimen, kelas kontrol tidak
menggunakan media pembelajaran pada saat posttest berlangsung.
Dengan membedakan perlakuan dalam kelas eksperimen dan kontrol,
peneliti dapat membandingkan perbedaan antara kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Sebelum peneliti menghitung hasil paired samples t-test pada
kelas eksperimen dan kontrol, peneliti melakukan uji normalitas dan
homogenitas, uji ini dilakukan untuk mengetahui data yang digunakan
berdistribusi normal atau tidak dengan taraf ɑ sebesar 0,05. Jika hasil uji
normalitas dan homogenitas berdistribusi normal, maka peneliti bisa
melakukan tahap berikutnya yaitu uji paired samples t-test dengan
menggunakan SPSS 20 for windows. Adapun hasil yang diperoleh dari uji
paired samples t-test dengan menggunakan SPSS 20 for windows sebagai
berikut:
Kelayakan Media…
348
Tabel 2. Paired Samples T-Test Karakter Disiplin Kelas Eksperimen
Berdasarkan Tabel 2 paired samples t- test di atas bahwa rata-rata
perbedaan hasil pretest dan posttest adalah sebesar -7,56250 tanda minus (-)
menandakan bahwa hasil posttest lebih besar dibandingkan hasil pretest.
Artinya ada peningkatan hasil sesudah menggunakan media
pembelajaran focusky terintegrasi nilai agama dengan rata-rata 7,56250.
Hasil perhitungan nilai “t” adalah sebesar -17,859 dengan p-value
0,000 sing (2 tailed), dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa Ha
diterima dan Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa adanya
perbedaan yang signifikan antara hasil rata-rata pretest dengan posttest.
Dengan demikian penggunaan media pembelajaran focusky terintegrasi
nilai agama dapat meningkatkan karakter disiplin siswa.
Tabel 3. Paired Samples T-Test Karakter Disiplin Kelas Kontrol
Paired Samples Test
Paired Differences T Df Sig.
(2-
tailed) Mean Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
NilaiPretest
-
NilaiPosttest
-
7,56250 2,39539 ,42345
-
8,42613
-
6,69887
-
17,859 31 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences T Df Sig.
(2-
tailed) Mean Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
NilaiPretest
–
NilaiPosttest
-
4,35714 3,02109 ,57093
-
5,52860
-
3,18569
-
7,632 27 ,000
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
349
Berdasarkan Tabel 3 paired sample t- test di atas bahwa rata-rata
perbedaan hasil pretest dan posttest adalah sebesar -4,35714 tanda minus (-)
menandakan bahwa hasil posttest lebih besar dibandingkan hasil pretest.
Artinya ada peningkatan hasil sesudah menggunakan media
pembelajaran focusky terintegrasi nilai agama dengan rata-rata 4,35714.
Hasil perhitungan nilai “t” adalah sebesar -7,632 dengan p-value
0,000 sing (2 tailed), dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa Ha
diterima dan Ho ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa adanya
perbedaan yang signifikan antara hasil rata-rata pretest dengan posttest.
Dengan demikian penggunaan media pembelajaran focusky terintegrasi
nilai agama dapat meningkatkan karakter disiplin siswa.
Tabel 4. Independent Samples T-Test Karakter Disiplin Kelas Ekperimen dan Kontrol
Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 4 independent sample t-test
kelas eksperimen dengan menggabungkan data pretest dan posttes
diperoleh nilai mean difference Equal variances assumed sebesar 3,65625.
Hasil sig (2-tailed) equal variances assumed sebesar 0,000 dan Hasil sig (2-
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality
of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. T Df Sig.
(2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Posttest
Equal
variances
assumed
4,521 ,038 3,758 58 ,000 3,65625 ,97299 1,70861 5,60389
Equal
variances
not
assumed
3,692 50,347 ,001 3,65625 ,99022 1,66767 5,64483
Kelayakan Media…
350
tailed) equal variances not assumed 0,001. Maka Ha diterima dan Ho ditolak,
terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pretest dan hasil posttest.
Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh media pembelajaran focusky
terintegrasi nilai agama pada mata pelajaran IPA untuk meningkatkan
karakter disiplin siswa.
PENUTUP
Berdasarkan hasil yang diperoleh peneliti mengenai kelayakan
media pembelajaran focusky terintegrasi nilai agama, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Media pembelajaran focusky terintegrasi nilai agama telah memenuhi
kriteria kelayakan media dengan memperoleh hasil dari ahli materi
sebesar 84% ahli bahasa sebesar 77% dan ahli media sebesar 93%.
Setelah dinilai oleh para ahli, media pembelajaran focusky melewati
beberapa revisi untuk menyempurnakan media tersebut. Sehingga
dapat dikatakan bahwa media pembelajaran layak digunakan pada saat
proses pembelajaran berdasarkan hasil yang telah didapatkan.
2. Dengan penggunaan media pembelajaran focusky pada saat proses
pembelajaran berlangsung dapat meningkatkan karakter disiplin siswa.
Hal tersebut dapat dinyatakan dari hasil rata-rata yang didapatkan
pada saat uji coba validasi pada kelas eksperimen dengan hasil rata-
rata sebesar 7,56250 dan kelas kontrol dengan niali rata-rata sebesar
4,35714 dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa media pembelajaran
focusky terintegrasi nilai agama dapat mengembangkan karakter
disiplin siswa.
Dari hasil penelitian yang dilakuakan, peneliti berpendapat bahwa
dengan adanya media pembelajaran dapat berdampak positif terhadap proses
pembelajaran karena media pembelajaran dapat mempermudah peserta didik
dalam memahami materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru dan
menambah pemahaman siswa mengenai nilai agama yang ada dalam media
tersebut. Media pembelajaran juga dapat membantu pendidik dalam proses
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
351
pembelejaran agar lebih efektif dan efesien, serta dapat menarik perhatian siswa
dan selain itu dapat mengembangkan karakter disiplin siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Azhar Arsyad, (2017) “Media Pembelajaran”, Jakarta: Raja Grapindo Persada,
Faizatul Muslimah, (2018) “Pengaruh Pembelajaran IPA Terintegrasi nilai-nilai islam dalam Mengembangkan Karakter Religius Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar”, (Artikel AcoMT, online).
MM Maswan dan Khoirul Muslimin, (2017) “Teknologi Pendidikan”, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Musfiqon, HM, (2016) “Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran”, Jakarta: Prestasi Pustakarya.
Muspiroh, N. (2013). Integrasi Nilai Islam dalam Pembelajaran IPA. Jurnal Pendidikan Islam. Vol. XXVIII No. 3 2013, 1435.
Riduwan, (2012) “Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian”, Bandung: Alfabeta.
Sugiyono, (2015) “Metode Penelitian Pendidikan”, Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih, (2013) “Metode Penelitian Pendidikan”, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Susilowati, S. (2017). Pengembangan bahan ajar IPA terintegrasi nilai Islam untuk meningkatkan sikap dan prestasi belajar IPA siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 3(1), 78-88.
Ulin Nuha, (2016) “Ragam Metodologi dan Media Pembelajaran Bahasa Arab”, Yogyakarta: Diva Press.
Nilai Nasionalisme…
352
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.4713 NILAI NASIONALISME KEBANGSAAN AKTIVIS ROHIS
Ashif Az Zafi
Institut Agama Islam Negeri Kudus, Indonesia email: [email protected]
Abstract
Having a Nationalism Value is a duty for every citizen. In other words, it is an unconditional value. At the same time, the issue of racial disunity has been grown lately. This issue is related to religion. Most compelling evidence, high school student’s Nationalism Value moreover theirs who follow spiritual organization has been descending due to the incorporation between religion and nationality. The scope of this field research is within SMA Negeri 1 Purworejo. Qualitative analysis method supported by descriptive statistical data is being used in this study. As a result, this research found that Nationalism Value can be instilled through classroom learning, recitation and activities in the spiritual program. The value of Unity and Patriotism, which constitutes for Nationalism Value, is invested through verbal and non verbal communication. For this reason, Islamic religion teacher is the most crucial agent in instilling Nationalism Values to spiritual activists. In the event that 57% of students have a high Unity Value and 68% of students have high Patriotism Value, henceforth the Nationalism's Value of spiritual activists tends to be high.
Keywords: Value; Nationalism; Rohis.
Abstrak
Nilai Nasionalisme Kebangsaan merupakan nilai mutlak yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. Namun akhir-akhir ini marak isu yang berkaitan dengan perpecahan Bangsa. Isu tersebut berkaitan dengan agama. Salah satu isu agama dan kebangsaan adalah semakin terkikisnya Nilai Nasionalisme Kebangsaan dikalangan remaja SMA terutama yang mengikuti organisasi rohis. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yang dilakukan di SMA Negeri 1 Purworejo. Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif yang didukung dengan data statistik deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa Nilai Nasionalisme Kebangsaan dapat ditanamkan melalui pembelajaran di kelas, pengajian dan kegiatan dalam program rohis. Nilai Kebangsaan yang tediri dari Nilai Persatuan dan Kesatuan serta Nilai Cinta Tanah Air ditanamkan melalui komunikasi verbal maupun non verbal. Agen yang paling berperan dalam
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
353
menanamkan Nilai Nasionalisme Kebangsaan kepada aktivis rohis adalah Guru PAI. Nilai Nasionalisme Kebangsaan yang dimiliki aktivis rohis cenderung tinggi. Hal itu dibuktikan dengan 57% siswa memiliki Nilai Persatuan dan Kesatuan yang tergolong tinggi serta 68% siswa memiliki Nilai Cinta Tanah Air yang tergolong tinggi.
Kata Kunci: Nilai; Nasionalisme; Rohis.
PENDAHULUAN
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) meminta agar pelaku penyebar
berita palsu alias hoax dan juga fitnah berbau agama harus ditindak tegas
dan keras. Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas membahas
antisipasi terkait dengan media sosial. Rapat tersebut juga menyinggung
mengenai MCA (Muslim Cyber Army). Dalam rapat itu, Jokowi meminta
aparat hukum melakukan penindakan yang tegas dan keras bagi
pengguna media sosial yang melontarkan ujaran kebencian dan fitnah.
Jokowi sadar bahwa perkembangan teknologi memberikan dampak
negatif bagi masyarakat. "Seperti yang kita lihat akhir-akhir ini, banyak
berseliweran informasi yang meresahkan, mengadu-domba, memecah-
belah,".1 Berita tersebut mengindikasikan bahwa saat ini banyak beredar
informasi yang ingin memecah belah Indonesia. Hal ini sudah disadari
oleh pmerintah.Berita yang disebar ingin melunturkan rasa persatuan dan
kesatuan, mengadu-domba satu sama lain, memecah belah Bangsa
Indonesia. Tidak sedikit berita yang mengaitkannya dengan isu-isu SARA
terutama agama.
Organisasi Islam ikut memberikan komentar mengenai isu-isu
agama yang bebau kebangsaan. Berdasarkan berita yang dirilis oleh
Kompas2 setidaknya terdapat empat organisasi Islam yang muncul.
Organisasi Islam yang memberikan komentar yaitu Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah, Hizbut Tahrir Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
Komentar organisasi tersebut berkaitan dengan Nilai Kebangsaan. Selain
_____________
1Detik. 2018. Berita Hoax Bisa Ancam Persatuan Dan Kesatuan Bangsa. https://news.detik.com/berita/d-3384849/mui-berita-hoax-bisa-mengancam-persatuan-dan-kesatuan-bangsa diakses pada 21 Maret 2018.
2Kompas: Agustus 2017 sampai Januari 2018
Nilai Nasionalisme…
354
organisasi yang berskala nasional, terdapat organisasi dilingkup
persekolahan yang dianggap berkaitan dengan isu-isu keagamaan dan
kebangsaan. Organisasi tersebut adalah Rohani Islam (Rohis) di sekolah.
Rohis di sekolah dapat memunculkan benih radikalisme di
kalangan remaja. Pada tahun 2011, beberapa alumni dan aktivis rohis dari
sebuah SMKN di Kabupaten Klaten Jawa Tengah ditangkap atas dugaan
melakukan aksi terorisme di kabupaten tersebut.3 Penelitian oleh
MAARIF Institute menyimpulkan bahwa bibit gerakan radikalisme dapat
tumbuh subur di sekolah karena pihak sekolah cenderung bersikap
terbuka terhadap pihak-pihak luar. Pihak luar yang dimaksud pada
umumnya adalah alumni dari sekolah tersebut yang telah berafiliasi
dengan organisasi berpaham radikal. Selanjutnya, para alumni tersebut
mencoba menginternalisasi ideologi radikal melalui kegiatan mentoring,
liqo, dan atau halaqoh.4 Berdasarkan penelitian pada tahun 2013 yang
dilakukan oleh ACDP Indonesia (Education Sector Analytical and Capacity
Development Partnership) di beberapa wilayah Indonesia, Pendidikan
Agama Islam di sekolah menengah menanamkan benih paham radikal.
Benih paham radikal ini masuk secara langsung melalui partisipasi dalam
organisasi masa yang berpaham radikal di masyarakat dan secara tidak
langsung penggiatnya melakukan intervensi kegiatan ekstrakurikuler
terutama rohis.5
Terdapat juga penelitian serius mengenai rohis yang berkaitan
dengan dakwah Islam modern. Studi mengenai rohis pada tahun 2011
dilakukan oleh Farid Wajidi, Hairus Salim HS dkk dan Najib Kailani.
Penelitian Farid Wajidi menjelaskan bahwa fenomena rohis berkaitan erat
dengan gerakan Islam pada masa Orde Baru dan Reformasi. Wajidi _____________
3Hayadin. Tragedi Kecolongan Rohis: Keterlibatan Alumni Rohis SMKN Anggrek pada Aksi Radikalisme. Jurnal Al-Qalam, (2013), hlm. 231-240
4Gaus, A. Pemetaan Problem Radikalisme di SMU Negeri di 4 Daerah. (Jakarta: MA’ARIF, 2013), hlm. 174-191
5Soegondo, Sari. Kementerian Agama Kukuhkan Visi dan Kembangkan Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Islamdi Indonesia. (ACDP dan Kementerian Agama, 2016), hlm. 2
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
355
menjelaskan bahwa gerakan Islam kampus yang mencapai
kematangannya pada masa Orde Baru meyebabkan gerakan ini
mengembangkannya pada dunia politik dan sekolah-sekolah. Wajidi
mengatakan bahwa dominasi gerakan keislaman rohis di sekolah
mendiskriminasi ekspresi kebebasan yang lain sehingga memicu
intoleransi di kalangan remaja.6 Berbeda dengan temuan Wajidi,
penelitian Hairus Salim, Najib Kailani dan Nikmal Azekiyah di
Yogyakarta menunjukkan bahwa meskipun terdapat gejala intoleran
akibat dominasi rohis namun siswa menegosiasikan bahkan
meghadapkan identitas mereka dengan dominasi rohis. Terdapat dimensi
“agency” siswa yang mempertanyakan bahkan menolak praktik
keislaman rohis yang konservatif.7
Penelitian lain yang dilakukan oleh Najib Kailani melihat sisi lain
dari munculnya gerakan dakwah rohis. Najib Kailani menyebutkan
bahwa keberadaan rohis tidak terlepas dari munculnya Budaya Pop Barat
yang masuk ke Indonesia. Budaya Pop Barat direspon oleh gerakan
dakwah Islam sehingga terbentuklah rohis di sekolah. Hal ini disebabkan
oleh kekhawatiran terhadap Budaya Pop Barat yang akan menggerus
moral remaja muslim (moral panics).8
Hasil penelitian sebelumnya diperkuat dengan penelitian terbaru
yang dilakukan oleh beberapa lembaga. Penelitian yang dilakukan pada
tahun 2016 hingga 2017 berkaitan tentang disintegrasi Nilai Kebangsaan
dalam organisasi rohis. Penelitian dilakukan oleh Masooda Bano dkk,
Wahid Foundation dan Balitbang Kemenag Jateng. Studi Masooda Bano
dkk dilakukan di beberapa daerah Indonesia utamanya di pulau Jawa.
_____________
6Wajidi, Farid. “Kaum Muda dan Pluralisme Kewargaan” dalam Zainal Abidin Bagir dkk. Pluralisme Kewargaan: Arah Baru Politik Keragaman di Indonesia. (Jakarta: CRCS-Mizan, 2011), hlm. 89-113
7Salim, Hairus HS, Najib Kailani dan Nikmal Azekiyah. Politik Ruang Publik Sekolah: Negosiasi dan Kontestasi di SMUN Yogyakarta. (Yogyakarta: Monograf CRCS UGM, 2011), hlm. 67-83
8Najib Kailani. Kepanikan Moral dan Dakwah Islam Populer,Jurnal Analisis Vol. XI No. 1 (2011), hlm 89-107
Nilai Nasionalisme…
356
Studi ini menjelaskan ada radikalisme di Sekolah Menengah. Jalur utama
masuknya radikalisme di sekolah melalui organisasi Rohis.9 Studi tersebut
dikuatkan dengan hasil temuan dari Wahid Foundation yang melakukan
penelitian pada kalangan aktivis Rohis yang melakukan Perkemahan
Rohis Nasional di Cibubur tahun 2016. Studi ini menyimpulkan bahwa
lebih dari 20% aktivis Rohis sering dan sangat sering mendengarkan
pengajian yang bersifat radikal, 33% mengartikan jihad sebagai perang,
78% mendukung ide kekhalifahan dan relasi sosial aktivis Rohis
cenderung terbuka (70%) namun rendah dalam mengucapkan selamat
hari raya pada umat beragama lain (66%).10 Studi terbaru dilakukan
Balitbang Kemenag Jateng yang melakukan penelitian di Purworejo,
Surakarta dan Sleman. Studi ini menyimpulkan bahwa (1) Rohis setingkat
SMA merupakan organisasi yang paling berperan dalam melakukan
transmisi nilai keagamaan karena remaja usia SMA sebagai bentuk
kaderisasi untuk membentuk militansi bermuara pada orientasi politik
menguasai perlemen bahkan pemerintahan, (2) Orientasi politik angota
Rohis terkait pemilihan pemimpin diutamakan adalah laki-laki yang
beragama Islam, Rohis tidak anti demokrasi, pendukung NKRI lebih
banyak dibanding pendukung khilafah, (3) Sikap toleransi anggota Rohis
terbagi menjadi 2 tipe yaitu eksklusif dan inklusif, yang paling menonjol
adalah tipe eksklusif terhadap umat yang berbeda dengan agama yang
dipeluk anggota Rohis.11
Kenyataan mengenai rohis bertentangan dengan hakekat
Pendidikan Islam. Pendidikan Islam di sekolah pada dasarnya berusaha
untuk membina sikap dan perilaku keberagaman peserta didik itu sendiri
yang tidak hanya difokuskan pada aspek pemahaman (tentang agama) _____________
9Bano, Masooda, dkk. Study on Islamic Religious Education in Secondary Schools in Indonesia. (Jakarta: Directorate General of Islamic Education, 2016), hlm. 4
10Wahid Foundation. Potensi Radikalisme di Kalangan Aktivis Rohani Islam di Sekolah-sekolah Negeri. Jakarta, 2016.
11Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang. Transmisi Nilai-nilai Keagamaan Melalui Organisasi ROHIS (Orientasi Politik dan Sikap Toleransi Peserta Didik). Semarang. 2017.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
357
semata tetapi bagaimana usaha pendidikan agama (Islam) mampu
menanamkan perilaku khalq dan khuluqnya, dengan mengetahui ajaran
agama (knowing) kemudian mempraktekkan tentang apa yang
diketahuinya (doing), dan mampu beragama atau menjalani hidup atas
dasar ajaran dan nilai-nilai agama (being).12 Pendidikan Islam memang
merupakan suatu upaya pendidikan dan ajaran nilai-nilai Islam menjadi
way of life seseorang. Namun demikian, sebagai pandangan dan sikap
hidup, nilai-nilai tersebut akan bisa berimplikasi positif maupun negatif,
sebab penanaman konsep nilai semacam itu berpotensi mewujudkan pada
sikap integrasi atau disintegrasi, berpotensi mengarah pada sikap toleran
atau intoleran yang dapat merusak persatuan bangsa. Fenomena-
fenomena tersebut tidak menutup kemungkinan akan banyak ditentukan
setidaknya oleh pandangan teologi agama dan doktrin ajarannya; sikap
dan perilaku pemeluknya dalam memahami dan menghayati agama
tersebut; lingkungan sosio-kultur yang mengelilinginya; dan peranan dan
pengaruh pemuka agama termasuk guru agama dalam mengarahkan
pengikutnya.13
Pada dasarnya semua agama membawa misi untuk menciptakan
kedamaian dan mempererat solidaritas dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Tetapi dalam waktu bersamaan, agama juga bisa menimbulkan
konflik sosial. Karena itu, nilai Nasionalisme Kebangsaan perlu diajarkan
melalui Pendidikan Islam. Ada radikalisme di dalam beragama yang
harus dinetralisasi oleh Pendidikan Islam. Sebenarnya bukan agama yang
mengajarkan kekerasan, tetapi orang yang menerjemahkan agama itu
berpandangan radikal.14 Dalam hal ini, sebagai manusia beriman, guru
agama punya tanggungjawab untuk mewujudkan kedamaian di keluarga,
sekolah dan masyarakat.
_____________
12Muhaimin, 2009: 306
13Ismail, Faisal. Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 46
14Balitbang Agama Semarang, 2016
Nilai Nasionalisme…
358
Tujuan Pendidikan Agama dalam Peraturan Menteri Agama No. 16
Tahun 2010 mengamanatkan kepada sekolah untuk melaksanakan
Pendidikan Agama. Dalam pasal 6 dijelaskan bahwa Pendidikan Agama
bertujuan untuk mewujudkan kerukunan antar umat dalam membangun
persatuan dan kesatuan bangsa. Proses pembelajaran pendidikan agama
dapat dilakukan melalui kegiatan intrakulikuler dan ekstrakurikuler.15
Salah satu kegiatan ekstrakurikuler pendidikan agama di sekolah adalah
Rohis. Maka dari itu Rohis diharapkan mampu menanamkan Nilai
Nasionalisme Kebangsaan.Secara eksplisit disebutkan dalam UUD 1945
pasal 31 ayat 3 bahwa pendidikan di Indonesia bertujuan untuk
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia. Dalam
konteks kebangsaan, hal tersebut dapat dimaknai sebagai manusia yang
memiliki wawasan dan kepribadian Pancasila, yaitu manusia yang
religius, berwatak kerakyatan, berkeadilan sosial, menjaga persatuan
tanpa melalui kekerasan.Oleh karena itu, wawasan nasionalPancasila
perlu dikembangkan dalam Rohis sehingga dapat menjadi jembatan
kepentingan agama dan kepentingan bangsa dalam konteks relasi-relasi
sosial.16
Gerakan Islam radikal yang semakin berkembang pada rohis serta
menyasar kaum muda sebenarnya bisa ditangkal dengan pemahaman
kebangsaan yang komprehensif. Pemahaman kebangsaan yang dimaksud
adalah pemahaman akan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa
berlandaskan Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, serta Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber hukum di
Indonesia tidak perlu dipertentangkan dengan ajaran Agama Islam karena
pencetus Pancasila mengadopsi teks ajaran Agama Islam menjadi sila-sila
_____________
15Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah.
16Ridwan, N. K. Pancasila dan Deradikalisasi Berbasis Agama. Jurnal Pendidikan Islam, (2012), hlm. 173-196
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
359
Pancasila.17 Namun demikian, hal inilah yang tidak dipahami oleh
gerakan Islam radikal yang menuntut penetapan hukum Islam secara
mutlak di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara menanamkan Nilai
Nasionalisme Kebangsaan dan tingkat Nilai Nasionalisme Kebangsaan
yang telah tertanam. pada aktivis Rohis di SMA Negeri 1 Purworejo.
Pemilihan tempat penelitian karena terdapat berita yang mengabarkan
bahwa 70% siswa di Purworejo menganut paham radikal18 dan ada stigma
dari masyarakat bahwa Rohis SMA Negeri 1 Purworejo merupakan Rohis
yang berpaham radikal. Namun SMA Negeri 1 Purworejo juga
merupakan sekolah rujukan yang menerapkan Wawasan Kebangsaan.19
PEMBAHASAN
1. Rohis dan Nasionalisme Kebangsaan
Rohani Islam atau biasa disebut dengan rohis merupakan salah
satu organisasi kesiswaan yang berada di lingkungan sekolah. Rohis
merupakan organisasi yang berlandaskan konsep nilai keislaman dan
menjadi sarana memperdalam pemahaman Agama Islam para
anggotanya. Posisi rohis di sekolah dapat dikatakan sebagai wadah
keagamaan yang bersifat independen karena dikembangkan secara
mandiri oleh siswa serta pembina rohis.20 Sebagaimana organisasi
kesiswaan lainnya, rohis juga memiliki struktur organisasi, seperti ketua,
_____________
17Khamdan, M. Pengembangan Nasionalisme Keagamaan Sebagai Strategi Penanganan Potensi Radikalisme Islam Transnasional. Jurnal Addin, (2016), hlm. 207-232
18Ansori, Muhamad. Paham Radikalisme Sudah Racuni Pelajar, Pemerintah Didesak Agar Segera Turun Tangan. Sorot Purowrejo. Purowrejo, diakses 29 Mei 2017
19Padmo Sukoco, Kepala SMA N 1 Purworejo, 10 Januari 2018
20Noer, A., Tambak, S., Rahman, H. 2017. Upaya Ekstrakurikuler Kerohanian Islam (ROHIS) dalam Meningkatkan Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Ibnu Taimiyah Pekanbaru. Jurnal AlThariqah, (2017), hlm. 21-38
Nilai Nasionalisme…
360
wakil ketua, bendahara, sekretaris, dan divisi-divisi yang bertugas pada
bagiannya masing-masing.21
Kegiatan Rohis bertujuan untuk mewujudkan generasi muda yang
kuat, bertakwa, sekaligus cerdas, memiliki kesamaan cara pandang, visi,
dan akidah, sehingga memiliki peribadatan yang sama, tujuan yang sama,
serta harmoni dalam gerak langkahnya menyerupai barisan yang kokoh.
Barisan ini harus pandai memadukan aspek iman dan takwa (imtak) serta
ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Kecerdasan, kemampuan
intelektual, ketekunan belajar dan berlatih, serta kedisiplinan adalah bekal
dasar agar dapat menjadi manusia yang kompetetif dalam menghadapi
masa depan di era globalisasi.22
Kerohanian Islam memiliki dua fungsi utama yaitu syakhsiyah
islamiyyah, yaitu pribadi-pribadi yang Islami. Maksudnya adalah rohis
berfungsi membina muslim teladan yang menjadi pribadi-pribadi yang
unggul, baik dalam kapasitas keilmuannya maupun keimanannya. Fungsi
lainnya adalah untuk pembentukan jama’atul muslimin. Hal ini bermakna
rohis berfungsi sebagai ’base camp’ dari siswa-siswi muslim, untuk
menjadikan pribadi maupun komunitas yang Islami. Dari sini maka tekad
untuk membumikan Islam akan mudah tercapai.23 Melalui dua fungsi
utamanya, rohis berperan penting dalam pembinaan agama Islam di
lingkungan sekolah. Fungsi rohis tersebut terdapat dalam Visi rohis di
setiap sekolah. Rohis SMA Negeri 1 Purworejo memiliki visi
yaitu“Memperkuat ukhuwwah Islamiyah dan ukhuwah insaniyah dengan
membumikan Islam Rahatallil’alamin”.
Visi Kerohanian Islam (Rohis) bertujuan untuk mewujudkan
barisan pelajar yang mendukung dan memelopori persaudaraan sesama
_____________
21Imania. Pengaruh Keaktifan Berorganisasi Kerohanian Islam (Rohis) Terhadap Kemandirian Belajar Siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Salatiga Tahun Pelajaran 2012-2013. (Salatiga: Jurusan Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam STAIN, 2012), hlm. 32
22Imania. Pengaruh Keaktifan..., hlm. 35
23Imania. Pengaruh Keaktifan..., hlm. 34
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
361
dan antar umat beragama. Tujuannya agar pelajar muslim mempunyai
nilai dan mampu bersikap damai terhadap sesama.24 Berdasarkan visi
rohis SMA Negeri 1 Purworejo, terdapat nilai Nasionalisme Kebangsaan
yang ingin ditanamkan kepada aktivis Rohis. Nasionalisme mengacu
kepada kesadaran warga negara akan pentingnya persatuan bangsa dan
dalam visi rohis SMA Negeri 1 Purworejo mengedepankan ukhuwah baik
islamiyah maupun insaniyah. Para pendiri bangsa tidak menjadikan
agama sebagai sumber hukum negara karena Negara Indonesia memiliki
keragaman dalam hal agama, suku, bangsa, bahkan status sosial. Oleh
karena itu, Pancasila dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”
diputuskan sebagai dasar negara dan sumber dari segala hukum yang ada
di Indonesia. Semboyan tersebut merupakan penegasan bahwa perbedaan
yang ada di Indonesia merupakan sumber kekuatan untuk menciptakan
persatuan dan kesatuan bangsa.25
Semangat kebhinnekaan tersebut juga melandasi munculnya
wawasan kebangsaan yang tercermin dalam setiap sila dalam Pancasila.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Sugiyarto,26 sila pertama bermakna
pentingnya keimanan dan ketakwaan diperlukan sebagai unsur
pemersatu, sila kedua bermakna pengamalan kewajiban dan hak asasi
manusia sehingga perilaku yang ditampilkan dalam kehidupan bernegara
tidak melanggar hak-hak asasi orang lain, sila ketiga dapat dikatakan
penggambaran eksplisit wawasan kebangsaan dimana interaksi semua
elemen bangsa ditujukan untuk menciptakan persatuan dan kesatuan, sila
keempat bermakna kepentingan rakyat merupakan yang paling utama
yang tercermin dalam demokrasi Pancasila, dan sila kelima menunjukkan
bahwa keadilan diperuntukkan bagi seluruh masyarakat tanpa melihat
perbedaan yang ada.
_____________
24Faqih, Ketua rohis SMAN 1 Purworejo, 11 Januari 2018
25Khamdan, M. Pengembangan Nasionalisme..., hlm. 217
26Sugiyarto. Tantangan Terhadap Eksistensi Negara Bangsa Indonesia dan Pemaknaan Kembali Nasionalisme. Jurnal Humanika, (2012), hlm. 1-8
Nilai Nasionalisme…
362
Pemahaman kebangsaan yang komprehensif mutlak diperlukan
dalam menangkal gelombang radikalisme yang mulai menginfiltrasi
dunia pendidikan di Indonesia. Darraz menyatakan bahwa materi
pelajaran untuk pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan Agama
Islam belum mencerminkan karakter dan nilai kebangsaan secara
operasional.27 Inilah sebab pembentukan karakter siswa sebagai warga
negara yang baik di tengah realitas keragaman belum terwujud.
2. Nilai Nasionalisme Kebangsaan Aktivis Rohis
Menurut Richard West dan Lynn H. Turner, komunikasi adalah “A
social process in which individuals employ symbols to establish and interpret
meaning in their environment”.28 Berdasarkan pengertian tersebut bahwa
komunikasi merupakan proses sosial untuk memahami makna di
lingkungan dimana manusia tersebut tinggal. Nilai Nasionalisme
Kebangsaan dapat diketahui dengan memahami makna lingkungan
sekolah dimana aktivis rohis melakukan proses soseial. Menurut Onong
Uchjana Effendy, komunikasi mengalami beberapa tahapan yang disebut
sebagai proses komunikasi.29 Proses komunikasi terdiri dari komunikator,
pesan, media dan komunikan. Dimana komunikator menyampaikan
pesan (nilai) sesuai tujuan yang diharapkan kepada komunikan melalui
media tertentu. Pemahaman komunikan mengenai pesan dapat diketahui
berdasarkan feedback yang diberikan. Komunikasi akan menjelaskan
melalui jalur apa Nilai Nasionalisme Kebangsaan masuk, apa pesan (Nilai
Nasionalisme Kebangsaan) yang ditransmisikan kepada aktivis rohis dan
bagaimana Nilai Nasionalisme Kebangsaan yang terdapat pada
komunikan (aktivis rohis).
_____________
27Darraz, M. A. Radikalisme dan Lemahnya Peran Pendidikan Kewargaan. (Jakarta: MA’ARIF, 2013), hlm. 154-173
28West, Richad dan Lynn H. Turner. Introducing Communication Theory. (New York: McGraw-Hill, 2010), hlm. 5
29Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 11
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
363
Gambar 1. Proses Komunikasi
Komunikator adalah pihak yang bertindak sebagai pengirim pesan
dalam proses komunikasi. Dengan kata lain, komunikator merupakan
seseorang atau sekelompok orang yang berinisiatif untuk menjadi sumber
dalam sebuah hubungan. Komunikator tidak hanya berperan sebagai
pengirim pesan saja, namun juga memberikan respons dan menjawab
pertanyaan yang disampaikan sebagai dampak dari proses komunikasi
yang berlangsung, baik secara langsung maupun tidak langsung.30
Berdasarkan hasil temuan dan analisis menunjukkan bahwa
komunikator memegang peran sentral dalam penanaman Nilai
Nasionalisme Kebangsaan kepada komunikan (aktivis rohis).
Komunikator merupakan tokoh sentral sebagai tempat bergantung dan
tempat bertanya peserta didik. Ada beberapa komunikator proses
penanaman Nilai Nasionalisme Kebangsaan dalam organisasi rohis yaitu
Guru PAI, penceramah dan sesama siswa. Peran utama adalah Guru PAI.
SMA Negeri 1 Purworejo mempunyai tiga Guru PAI. Pertama,
Herman Suwardi berpendidikan S2 dari IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Beliau memiliki latar belakang ilmu al Quran yang kuat. Dalam
pembelajaran menekankan pada bacaan al Quran yang tartil dan benar.
Beliau menekankanNilai Nasionalisme Kebangsaan dalam kegiatan
Peringatan Hari Besar Islam (Maulid Nabi dan Isra’Mi’raj). Namun beliau
kurang setuju dengan pemimpin non muslim. Beliau berafiliasi dengan
organisasi Nahdlatul Ulama. Kedua, Titik Istiqomah berpendidikan S1 dari
_____________
30Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi..., hlm. 12
Komunikator Pesan Media Komunikan
Feedback
Nilai Nasionalisme…
364
IAIN Salatiga. Beliau lebih menekankan pada pembelajaran yang praktis
dan mengkontekstualisasikan dengan masalah aktual. Beliau berafiliasi
dengan organisasi Nahdlatul Ulama. Ketiga, Ahmad Faizin berpendidikan
S1 dari IAIN Walisongo Semarang. Beliau memiliki background pesantren
yang kuat. Dalam pembelajaran Beliau lebih menekankan pada
pembelajaran yang praktis sesuai dengan Kompetensi Dasar. Dalam
kegiatan diluar pembelajaran (yang masih berkaitan dengan program
keislaman sekolah) beliau lebih menkankan pada penangkalan bibit
radikalisme dan liberalisme. Beliau berafiliasi dengan organisasi
Nahdlatul Ulama.31
Penentuan penceramah kegiatan di sekolah merupakan pilihan
siswa yang dikonsultasikan dengan Pembina. Penceramah di SMA Negeri
1 Purworejo ada yang dari daerah Purworejo dan luar daerah.
Penceramah didatangkan ketika ada acara PHBI atau kegiatan seperti
MABIT dan KISS (Kajian Islam Sepulang Sekolah). Penceramah yang
sering mengisi adalah Bapak K.H. Abdul Haq yang memiliki background
pesantren Nahdlatul Ulama yang memberikan pengajuan tentang rasa
toleransi dan nasionalisme. Ada juga Kyai dari Kebumen yang memiliki
background Nahdlatul Ulama. Ada juga Kyai yang merangkap sebagai
dosen di UNSIQ Wonosobo. Ada juga kegiatan shalat jumah yang di isi
oleh khatib dari kalangan Guru PAI di SMA Negeri 1 Purworejo.32
Siswa dapat menjadi komunikator dalam mentransfer Nilai
Nasionalisme Kebangsaan. Aktivisrohis melakukan transfer nilai dengan
menggunakan media sosial dan artikel 2 bulanan. Latar belakang siswa
yang mengikuti rohis berasal dari pesantren, ormas Nahdlatul Ulama,
ormas Muhammadiyah dan ormas HTI.33 Untuk tahun 2017/2018 yang
menjadi Pengurus Harian merupakan siswa yang memiliki background
pesantren Nahdlatul Ulama.
_____________
31Herman, Guru PAI SMAN 1 Purworejo, 10 Januari 2018
32Sekar, Sekertaris rohis SMAN 1 Purworejo, 11 Januari 2018
33Faqih, Ketua rohis SMAN 1 Purworejo, 11 Januari 2018
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
365
Pesan merupakan keseluruhan apa yang disampaikan oleh
komunikator. Pesan dapat berupa kata-kata, tulisan, gambaran atau
perantara lain. Pesan ini memiliki inti, yakni mengarah pada usaha untuk
mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Inti pesan akan selalu
mengarah pada tujuan akhir komunikasi itu.34 Pesan yang ditransfer
merupakan Nilai Nasionalisme Kebangsaan. Nilai Nasionalisme
Kebangsaan yang ditanamkan adalah persatuan dan kesatuan serta cinta
tanah air. Pesan ini ditransfer melalui proses verbal dan non verbal.35
Proses verbal dapat melalui pembelajaran dan program sekolah
sedangkan non verbal dapat berupa kegiatan.
Nilai Persatuan dan Kesatuan dilaksanakan melalui cara verbal.
Menurut Mulyana komunikasi verbal merupakan komunikasi yang
dilakukan dengan menggunakan bahasa.36 Bahasa merupakan simbol-
simbol yang memiliki arti tertentu. Komunikasi verbal dapat dilakukan
secara lisan atau tulisan. Guru PAI di SMA Negeri 1 Purworejo
menyampaiakn prinsip-prinsip Persatuan dan Kesatuan pada
penyampaian materi: (1) prasangka baik/husnuzan (kelas 10), (2) toleransi
(kelas 11), (3) makna iman kepada kitab-kitab Allah SWT (kelas 11), (4)
makna iman kepada rasul-rasul Allah SWT (kelas 11), (5) perkembangan
Islam pada masa modern (kelas 11), (6) prinsip-prinsip dan praktek
ekonomi dalam Islam (kelas 11), (6) strategi dakwah dan perkembangan
Islam di Indonesia (kelas 12), (7) perkembangan dan kemunduran Islam di
Indonesia (kelas 12). PeyampaianNilai Persatuan dan Kesatuan melalaui
program rohis meliputi materi Sirah Nabi dan sahabat, adab bergaul
dengan sesama, hubungan negara dengan Islam, kajian tentang Islam
Rahmatan Lil Alamin dan pergaulan bebas.
_____________
34Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi..., hlm. 12
35Hardjana, Agus M. Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal. (Yogyakarta: Kanisius, 2003), hlm. 22
36Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017), hlm. 28
Nilai Nasionalisme…
366
Nilai Persatuan dan Kesatuan dilaksanakan melalui cara non
verbal. Menurut Mulyana komunikasi non verbal merupakan komunikasi
yang tidak menggunakan kata-kata dan tulisan.37 Komunikasi dilakukan
dengan kegiatan atau gerak tubuh. Kegiatan yang dilakukan dalam
menanamkan Nilai Persatuan dan Kesatuan adalah melalui
penyembelihan hewan kurban yang dilaksanakan bersama-sama.
Pengelolaan hewan kurban dilaksanakan oleh perwakilan kelas yang
terdiri dari beberapa penganut agama. Dalam melaksanakan pengolahan
hewan kurban tidak terjadi perbedaan antara penganut agama Islam
dengan penganut agama lain. Begitupun dalam pembagian hewan
kurban. Semua penganut agama mendapatkan bagian masing-masing.
Selanjutnya ada kegiatan PIK R. Acara ini merupakan acara dari salah satu
kepengurusan OSIS yang dibina oleh Guru Bimbingan Konseling. Pada
tahun 2018, acara ini membahas mengenai pergaulan bebas dan zina.
Acara ini diikuti oleh semua siswa kelas X. Pembicara dalam acara ini
adalah Kyai, Pendeta dan Dinas Sosial.
Nilai Cinta Tanah Air dilaksanakan melalui cara verbal. Guru PAI
di SMA Negeri 1 Purworejo menyampaiakn prinsip-prinsip Cinta Tanah
Airpada penyampaian materi: (1) berprasangka baik, (2) metode dakwah
Rasul di Mekkah (kelas 10), (3) metode dakwah Rasul di Madinah (kelas
10), dan (4) berpikir kritis dan demokratis (kelas 12). Penyampaian Nilai
Cinta Tanah Air melalui program rohis meliputi materi Sirah Nabi dan
sahabat, birul walidain, hubungan negara dengan Islam, kajian tentang
wanita dalam Islam.
Nilai Cinta Tanah Air dilaksanakan melalui cara non verbal.
Kegiatan yang dilakukan dalam menanamkan Nilai Cinta Tanah Air
adalah melalui pemilihan ketua OSIS. Penentuan ketua OSIS dilaksanakan
secara demokratis dengan cara pemilihan langsung. Semua siswa berhak
mencalonkan diri (sesuai dengan peraturan). Semua siswa berhak
_____________
37Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi..., hlm. 30
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
367
memberikan hak suaranya dalam pemilihan ketua OSIS. Namun yang
menjadi menarik bahwa ada beberapa siswa baik laki-laki ataupun
perempuan yang menganggap bahwa ketua OSIS sebaiknya laki-laki.
Namun tidak ada anggapan bahwa ketua OSIS harus bergama atau
bersuku tertentu. Selain itu, Nilai Cinta Tanah Air juga ditampilkan dalam
penentuan perwakilan kelas atau sekolah yang akan mengikuti lomba.
Semua siswa berhak untuk mengikuti seleksi dalam setiap kegiatan.
Semua siswa berhak mengembangkan dirinya dan mewakili kelas atau
sekolah.
Media digunakan sebagai penyalur pesan dalam proses
komunikasi. Pemilihan sarana/media dalam proses komunikasi
tergantung pada sifat berita yang akan disampaikan.38 Media atau sarana
yang digunakan mentransfer Nilai Nasionalisme Kebangsaan adalah
program sekolah seperti PHBI, KISS, MABIT dan PIK R. Guru dan siswa
juga menggunakan video atau youtube dalam pembelajaran. Media sosial
yang digunakan seperti Facebook, Whatsapp, Instragram, Twitter. Media
sosial ini digunakan oleh rohis dalam menanamkan Nilai Nasionalisme
Kebangsaan. Selain media sosial pengurus rohis juga menggunakan
artikel setiap 2 bulan sekali yang memuat kolom nasionalisme.
Komunikan merupakan penerima pesan atau berita yang
disampaikan oleh komunikator. Komunikan bisa terdiri satu orang atau
lebih, bisa dalam bentuk kelompok. Dalam proses komunikasi,
komunikan adalah elemen penting karena dialah yang menjadi sasaran
komunikasi dan bertanggung jawab untuk dapat mengerti pesan yang
disampaikan dengan baik.39 Komunikan dapat dibagi menjadi 3 jenjang
yaitu siswa kelas X, siswa kelas XI dan siswa kelas XII.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Nilai Nasionalisme
Kebangsaan tertanam dengan baik. Nilai Nasionalisme Kebangsaan terdiri
_____________
38Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 89
39Effendy, Onong Uchjana. Ilmu Komunikasi..., hlm. 13
Nilai Nasionalisme…
368
dari Nilai Persatuan dan Kesatuan serta Nilai Cinta Tanah Air. Penilitian
ini melihat Nilai Persatuan dan Kesatuan dari 20 aspek atau indikator
yaitumembangun rasa persaudaraan, solidaritas, kedamaian, dan
antikekerasan antarkelompok masyarakat dengan semangat persatuan;
menjaga dan melindungi negara dari segala bentuk ancaman, baik dari
dalam maupun luar negeri; memajukan pergaulan demi kesatuan dan
persatuan bangsa; mengakui dan menghargai keanekaragaman pada diri
bangsa Indonesia; ikut berpastisipasi dalam suatu kegiatan yang berguna
untuk memajukan bangsa dan negara; mengembangkan persatuan
Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika; memiliki rasa senasib dan
sepenanggungan diantara sesama bangsa Indonesia; ikut berpartisipasi
dalam memelihara ketertiban bangsa dan negara; mampu menempatkan
persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan
negara sebagai kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan
golongan; menjungjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kesatuan bangsa;
menciptakan suasana aman, damai, dan tentram dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara; menjaga kedaulatan bangsa dan negara; aktif
memberi usul, saran, dan kritik terhadap penyelenggara negara; menjaga
ketertiban masyarakat dengan mematuhi aturan yang berlaku; mampu
memperoleh prestasi pada kompetisi Internasional guna mengharumkan
nama Negara; menjaga kerukunan antar sesama warga negara Indonesia;
menciptakan suatu karya seni yang berhubungan dengan nasionalisme;
mengembangkan nilai-nilai perjuangan bangsa yang dilandasi oleh jiwa
tekad, dan semangat kebangsaan; mampu menunjukan identitas nasional
dan kepribadian bangsa Indonesia; mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerja sama antar sesama bangsa Indonesia.40
Penelitian ini melihat Nilai Cinta Tanah Air dari 20 aspek atau
indikator yaitumengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa;
_____________
40Kartawinata, Ade Makmur. Persatuan dan Kesatuan Bangsa: Suatu renungan Pembentukan Indonesia Merdeka Ke Arah Kebudayaan Kebangsaan. (Bandung: Primaco Akademika, 1999) 98
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
369
mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia; memperingati dan menghayati hari kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia; mencintai dan menggunakan produk dalam
negeri; mematuhi dan mentaati peraturan negara; berinisiatif mengadakan
perubahan demi kemajuan bangsa dan negara; menyaring masuknya
budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa; menanamkan
rasa cinta tanah air sejak usia dini; mendukung tim-tim dari Indonesia
pada saat berkompetisi di kancah Internasional; bangga menjadi bangsa
Indonesia; menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar; menjaga
nama baik bangsa dan negara; belajar dengan sungguh-sungguh demi
kemajuan bangsa dan Negara; mematuhi dan menghayati nilai-nilai yang
ada pada UUD 1945 dan Pancasila; mengembangkan sikap kesetiaan
kepada bangsa dan negara; bersedia mempertahankan dan memajukan
negara; peduli terhadap segala bentuk masalah yang dihadapi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara; ikut serta dalam upaya pembelaan
negara; sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan
negara apabila diperlukan; bertindak secara teratur, menyeluruh, terpadu,
dan berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air.41
Nilai Nasionalisme Kebangsaan diketahui dengan menggunakan
angket berskala likert.42 Instrument skala likert, setelah melalui uji
reliabilitas dan validitasnya, angket yang valid dan reliabel untuk sikap
karakteristik Nilai Persatuan dan Kesatuan 30 item dan untuk sikap
karakteristik Nilai Cinta Tanah Air 24 item. Skala sikap tersebut terdiri
dari lima pilihan bertingkat, masing-masing item diberi skor satu sampai
dengan lima, diberikan kepada 67 aktivis rohis SMA Negeri 1 Purworejo
dan yang memenuhi syarat analisis ada 53 siswa. Perhitungan skala sikap
Nilai Persatuan dan Kesatuan skor minimal 30, skor maksinal 150. Skala
_____________
41Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pembangunan Bangsa: Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan. (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 74
42Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabeta, 2012), hlm. 93
Nilai Nasionalisme…
370
sikap Nilai Cinta Tanah Air skor minimal 24, skor maksimal 120.
Perolehan masing-masing aspek tersebut dibagi ke dalam tiga tingkatan
dengan jumlah interval sama dalam tiap tingkat. Selanjutnya diperoleh
gambaran siswa dengan sikap Nilai Persatuan dan Kesatuan kurang,
sedang dan tinggi serta sikap Nilai Cinta Tanah Air kurang, sedang dan
tinggi. Hasil penelitian sikap Nilai Persatuan dan Kesatuan serta sikap
Nilai Cinta Tanah Air aktivis rohis dapat ditampilkan pada grafik 1 dan 2.
Grafik 1. Hasil Pengukuran Nilai Persatuan dan Kesatuan Aktivis Rohis
Nilai Cinta Tanah Air
1 Kurang
2 Sedang
3 Tinggi
Grafik 2. Hasil Pengukuran Nilai Cinta Tanah Air Aktivis Rohis
Grafik 1 tentang Nilai Persatuan dan Kesatuan menunjukkan
bahwa 8 siswa atau 15% aktivis rohis memiliki Nilai Persatuan dan
Kesatuan yang kurang, 15 siswa atau 28% aktivis rohis memiliki Nilai
Persatuan dan Kesatuan yang sedang serta 30 siswa atau 57% aktivis rohis
memiliki Nilai Persatuan dan Kesatuan yang tinggi. Grafik 2 tentang Nilai
Cinta Tanah Air menunjukkan bahwa 5 siswa atau 9% aktivis rohis
memiliki Nilai Cinta Tanah Air yang kurang, 12 siswa atau 23% aktivis
rohis memiliki Nilai Cinta Tanah Air yang sedang serta 36 siswa atau 68%
aktivis rohis memiliki Nilai Cinta Tanah Air yang tinggi. Berdasarkan data
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
371
tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Nilai Nasionalisme Kebangsaan
yang dimiliki oleh mayoritas aktivis rohis SMA Negeri 1 Purworejo
tergolong sedang bahkan tinggi.
PENUTUP
Nilai Nasionalisme Kebangsaan merupakan nilai penting yang
harus dimiliki oleh semua warga negara. Namun nilai ini semakin terkikis
karena banyak faktor. Salah satunya berkembangnya paham keagamaan
yang radikal. Paham ini masuk sekolah menengah melalui organisasi
rohis. Namun tidak semua aktivis rohis memiliki Nilai Nasionalisme
Kebangsaan yang rendah karena nilai tersebut juga dipengaruhi oleh
budaya sekolah.
Penelitian ini menemukan bahwa Nilai Nasionalisme Kebangsaan
dapat ditanamkan melalui pembelajaran di kelas, pengajian dan kegiatan
dalam program rohis. Nilai Kebangsaan yang tediri dari Nilai Persatuan
dan Kesatuan serta Nilai Cinta Tanah Air ditanamkan melalui komunikasi
verbal maupun non verbal. Agen yang paling berperan dalam
menanamkan Nilai Nasionalisme Kebangsaan kepada aktivis rohis adalah
Guru PAI. Nilai Nasionalisme Kebangsaan yang dimiliki aktivis rohis
cenderung tinggi. Hal itu dibuktikan dengan 57% siswa memiliki Nilai
Persatuan dan Kesatuan yang tergolong tinggi serta 68% siswa memiliki
Nilai Cinta Tanah Air yang tergolong ting
DAFTAR PUSTAKA
Ansori, Muhamad. 2017. Paham Radikalisme Sudah Racuni Pelajar, Pemerintah Didesak Agar Segera Turun Tangan. Sorot Purowrejo. Purowrejo.
Azra, Azyumardi, dkk. 2015. Pengayaan Muatan Nilai-nialai Budaya Damai dalam Materi Kurikulum Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di Sekolah Menengah (Buku Panduan Bagi Guru). Jakarta: Kementerian Agama Republik Indonesia.
Baidhawy, Zakiyudin. 2005. Pendidikan Islam Berwawasan Multikultural.Jakarta: Erlangga.
Nilai Nasionalisme…
372
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang. 2017. Transmisi Nilai-nilai Keagamaan Melalui Organisasi ROHIS (Orientasi Politik dan Sikap Toleransi Peserta Didik). Semarang.
Bano, Masooda, dkk. 2016. Study on Islamic Religious Education in Secondary Schools in Indonesia. Jakarta: Directorate General of Islamic Education.
Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Centre for Research and Development of Religious Education and Education, Board of Research, Development and Training. 2012.The Strategic Role of Religious Education in The Development of Culture of Peace.Bogor: Ministry of Religious Affair.
Darraz, M. A. 2013. Radikalisme dan Lemahnya Peran Pendidikan Kewargaan. Jakarta: MA’ARIF.
Detik. 2018. Berita Hoax Bisa Ancam Persatuan Dan Kesatuan Bangsa. https://news.detik.com/berita/d-3384849/mui-berita-hoax-bisa-mengancam-persatuan-dan-kesatuan-bangsa diakses pada 21 Maret 2018.
Effendy, Onong Uchjana. 2005. Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Gaus, A. 2013. Pemetaan Problem Radikalisme di SMU Negeri di 4 Daerah. Jakarta: MA’ARIF.
Hainun, Rusnita. 2014 “Pembentukan Karakter Siswa di Sekolah: Studi Kasus Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Negeri 4 Kota Bengkulu”.Disertasi.Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Hardjana, Agus M. 2003. Komunikasi Intrapersonal & Komunikasi Interpersonal. Yogyakarta: Kanisius.
Hayadin. 2013. Tragedi Kecolongan Rohis: Keterlibatan Alumni Rohis SMKN Anggrek pada Aksi Radikalisme. Jurnal Al-Qalam.
Imania. 2012. Pengaruh Keaktifan Berorganisasi Kerohanian Islam (Rohis) Terhadap Kemandirian Belajar Siswa di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Salatiga Tahun Pelajaran 2012-2013. Salatiga: Jurusan Tarbiyah Prodi Pendidikan Agama Islam STAIN.
Ismmail, Faisal. 2014. Dinamika Kerukunan Antarumat Beragama. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kartawinata, Ade Makmur. 1999. Persatuan dan Kesatuan Bangsa: Suatu renungan Pembentukan Indonesia Merdeka Ke Arah Kebudayaan Kebangsaan. Bandung: Primaco Akademika.
Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pembangunan Bangsa: Etos Nasionalisme dan Negara Kesatuan. Yogyakarta: Kanisius.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
373
Khamdan, M. 2016. Pengembangan Nasionalisme Keagamaan Sebagai Strategi Penanganan Potensi Radikalisme Islam Transnasional. Jurnal Addin.
Membangun Budaya Damai melalui Pendidikan Agama. http://blasemarang.kemenag.go.id diakses pada 19 Maret 2018.
Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Najib Kailani. 2011. Kepanikan Moral dan Dakwah Islam Populer,Jurnal Analisis Vol. XI No. 1.
Noer, A., Tambak, S., Rahman, H. 2017. Upaya Ekstrakurikuler Kerohanian Islam (ROHIS) dalam Meningkatkan Sikap Keberagamaan Siswa di SMK Ibnu Taimiyah Pekanbaru. Jurnal AlThariqah.
Peraturan Menteri Agama No. 16 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama Pada Sekolah.
Ridwan, N. K. 2012. Pancasila dan Deradikalisasi Berbasis Agama. Jurnal Pendidikan Islam.
Salim, Hairus HS, Najib Kailani dan Nikmal Azekiyah. 2011. Politik Ruang Publik Sekolah: Negosiasi dan Kontestasi di SMUN Yogyakarta. Yogyakarta: Monograf CRCS UGM.
Soegondo, Sari. 2016. Kementerian Agama Kukuhkan Visi dan Kembangkan Strategi Peningkatan Kualitas Pendidikan Islamdi Indonesia. ACDP dan Kementerian Agama.
Sugiyarto. 2012. Tantangan Terhadap Eksistensi Negara Bangsa Indonesia dan Pemaknaan Kembali Nasionalisme. Jurnal Humanika.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Wahid Foundation. 2016. Potensi Radikalisme di Kalangan Aktivis Rohani Islam di Sekolah-sekolah Negeri. Jakarta.
Wajidi, Farid. 2011. “Kaum Muda dan Pluralisme Kewargaan” dalam Zainal Abidin Bagir dkk. Pluralisme Kewargaan: Arah Baru Politik Keragaman di Indonesia. Jakarta: CRCS-Mizan.
West, Richad dan Lynn H. Turner. 2010. Introducing Communication Theory. New York: McGraw-Hill.
Pembelajaran Kitab…
374
http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.5514 PEMBELAJARAN KITAB ARAB-MELAYU DI ACEH BESAR SEBAGAI PROSES TRANSFER ILMU AGAMA ISLAM DAN UPAYA MENJAGA BUDAYA
Teuku Zulkhairi
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia email: [email protected]
Abstract
This article discusses about Arabic-Malay books that were written by scholars in the past and are still a source of Islamic learning in the midst of Acehnese society today. Many books that read Arabic-Malay were born during the Samudera Pasai Kingdom and the Kingdom of Aceh Darussalam. The Arabic-Malay books written by scholars at the time were an important heritage of Islamic scientific culture which is still the main reference for Islamic learning of Muslim societies today. Then what is the actual process of learning Arabic-Malay books today which takes place informally through study assemblies that are held independently by the community?. What methods and books are used and what are the main objectives of learning this Arabic-Malay book in the midst of society? This question is what I am trying to answer in this article.
Keywords: Arabic-Malay Books; Culture; Spread of Islam.
Abstrak
Artikel ini membahas tentang kitab Arab-Melayu yang dikarang oleh ulama di masa lalu dan masih menjadi sumber pembelajaran agama Islam di tengah-tengah masyarakat Aceh dewasa ini. Banyak kitab-kitab bertuliskan Arab-Melayu yang lahir di masa Kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Aceh Darussalam. Kitab-kitab Arab-Melayu yang dikarang para ulama di masa merupakan warisan penting dari budaya keilmuan Islam yang masih menjadi referensi utama pembelajaran Islam masyarakat muslim hingga saat ini. Lalu bagaimana sebenarnya proses pembelajaran kitab Arab-Melayu dewasa ini yang berlangsung secara informal melalui majelis-majelis pengajian yang diselenggarakan secara independen oleh masyarakat?. Metode dan kitab apa saja yang dipakai serta apa tujuan utama dari pembelajaran kitab Arab-Melayu ini di tengah-tengah masyarakat? Pertanyaan inilah yang dicoba jawab dalam artikel ini.
Kata Kunci: Kitab Arab-Melayu; Budaya; Penyebaran Islam.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
375
PENDAHULUAN
Meskipun dunia semakin maju dalam semua sendi kehidupan,
namun kitab-kitab Arab-Melayu atau juga dikenal Arab-Jawi terus
diajarkan di tengah-tengah masyarakat Aceh. Pengajaran kitab Arab-
Melayu bagi masyarakat muslim ini dilakukan sebagai upaya untuk
mentransfer ilmu-ilmu agama Islam seperti Tasawuf, Tauhid, dan Fiqh
kepada masyarakat. Selain itu, proses pembelajaran kitab Arab-Melayu ini
juga ikut berperan dalam menjaga budaya. Sebab, kitab-kitab Arab-
Melayu ini merupakan produk masa lalu dunia Islam Melayu yang
dirintis di masa Kerajaan Islam Samudera Pasai yang hari ini masuk
dalam kabupaten Aceh Utara. Pada fase berikutnya, Kerajaan Aceh
Darussalam melanjutkan estafet peradaban Melayu. Dengan kata lain, di
satu sisi pembelajaran kitab Arab-Melayu di tengah-tengah masyarakat
Aceh yang masih berlanjut hingga hari ini membuktikan bahwa kitab-
kitab Arab-Melayu telah berperan sebagai media transmisi ilmu
pengetahuan Islam bagi masyarakat Aceh khususnya, dan bagi dunia
Melayu Islam umumnya. Masyarakat memperoleh ilmu-ilmu tentang
Tasawuf, Tauhid dan Fiqh yang umumnya dipelajari dari kitab-kitab
bertuliskan Arab-Melayu ini. Dan di sisi lain, proses pembelajaran kitab-
kitab Arab-Melayu ini merupakan upaya menjaga kebudayaan, agar
budaya membaca Arab-Melayu atau penulisan tidak menjadi semakin
hilang di telan zaman.
Di masa dahulu, kitab Arab-Melayu ini berperan dalam
penyebaran agama Islam. Bahkan penyebaran kitab Arab-Melayu adalah
seiring dengan penyebaran Islam itu sendiri. Sebagaimana dikatakan
Kang Kyoung Seok, bahwa salah satu di antara pengaruh Islam yang
masuk ke dalam budaya Melayu adalah tulisan Jawi, yaitu tulisan Melayu
huruf Arab. Tulisan Jawi ini sampai ke dunia Melayu bersama-sama
dengan kedatangan agama Islam.1 Tulisan Arab – Melayu atau Arab –
_____________
1Kang Kyoung Seok, Perkembangan Tulisan Jawi dalam Masyarakat Melayu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia, 2015), hlm. xxi
Pembelajaran Kitab…
376
Jawi, maksudnya bahasa Melayu -- termasuk bahasa Indonesia di
dalamnya -- ditulis dengan menggunakan aksara Arab.2 Tulisan Arab
Melayu juga dikenal dengan sebutan tulisan Jawi. Namun keduanya
sebenarnya hanya perbedaan sebutan. Intinya sama. Kalau disebut tulisan
Arab – Melayu, maka yang dimaksudkan itu adalah tulisan Jawi. Begitu
juga, jika disebutkan tulisan Jawi, maka yang dimaksudkan itu adalah
tulisan Arab – Melayu.
Lebih ringkasnya dapat kita pahami, bahwa yang disebut dengan
tulisan Jawi adalah tulisan yang ditulis dengan huruf Arab, namun
penulisannya menggunakan bahasa Melayu. Tulisan Jawi atau Arab
Melayu ini berasal dari tulisan Arab yang tiba ke Kepulauan Melayu
bersama-sarna dengan kedatangan agama Islam. Dan memang, sejarah
penggunaan tulisan Jawi sangat erat kaitannya dengan sejarah
masuknya Islam di seluruh Kepulauan Melayu umumnya. 3 Tulisan Jawi
sering juga disebut tulisan Arab Melayu, khususnya di wilayah Sumatera
kecuali Aceh.4 Di Aceh justru lebih populer dengan sebutan tulisan
Jawi atau Jawoe. Para ulama menulis kitab-kitab bertuliskan Arab-
Melayu dalam berbagai kategori keilmuan untuk tujuan memperkenalkan
Islam kepada masyarakat luas. Kitab-kitab ini menjadi rujukan
pembelajaran masyarakat muslim dunia Melayu karena kemudahan
dalam proses pembelajarannya. Bahkan kemudian tulisan Arab-Melayu
ini menjadi tulisan pengantar (lingua franca) yang mempersatukan bangsa-
bangsa muslim di dunia Melayu. Kebudayaan ini terus berlangsung
hingga saat ini. Para teungku-teungku di gampong-gampong mengajarkan
kitab-kitab Arab-Melayu ini kepada masyarakat sebagai proses
_____________
2Teungku Muhammad Kalam Daud, Qaidah Penulisan Arab – Melayu, (Banda Aceh, 2005), hlm. 1
3Hashim Hj. Musa: Peranan Tulisan Jawi dalam Perkembangan Islam di Malaysia, Jurnal Pengajian Melayu, Jilid 16 Tahun 2015, hlm. 88-92
4Masyhur, Tulisan Jawi Sebagai Warisan Intelektual Islam Melayu Dan Peranannya Dalam Kajian Keagamaan Di Nusantara, Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam, Tamaddun: Vol. XVIII No. 2, tahun 2018 hlm. 94
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
377
memahamkan masyarakat terhadap ilmu-ilmu agama Islam dan juga di
sisi lain bahwa proses ini berperan sebagai upaya menjaga kebudayaan.
Oleh sebab itu, penelitian ini mengambil tema “Pembelajaran Kitab
Arab-Melayu di Aceh Besar sebagai Proses Transfer Ilmu Agama Islam
dan Upaya Menjaga Budaya‟. Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif dengan pendekatan etnografi. Data dikumpulkan melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi. Peneliti mewawancarai tiga
orang teungku pengajar kitab Arab-Melayu di tiga kecamatan berbeda di
Aceh Besar dalam medio 2018 hingga 2019. Ketiga teungku pengajar ini
sangat aktif mengajarkan kitab-kitab Arab-Melayu kepada masyarakat.
Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif.
PEMBAHASAN
1. Kelahiran Kitab-Kitab Arab-Melayu di Aceh
Sejumlah fakta sejarah menjelaskan bahwa Kesultanan Samudera
Pasai adalah pencetus aksara Arab – Melayu atau Jawi. Antara lain
dibuktikan dengan adanya sejumlah naskah-naskah yang menyebut
tulisan Jawi berasal dari Pasai yang saat ini masuk dalam wilayah
kabupaten Aceh Utara. Dari berbagai catatan sejarah, Islam telah identik
dengan bahasa Melayu sejak Kerajaan Samudera Pasai yang didirikan
oleh Sultan Malik al-Saleh atau Meurah Silu pada tahun 1270 M. Meurah
Silu sendiri merupakan keturuan dari sultan Perlak.5 Sebagaimana
diungkapkan oleh Noriah Mohamed, bahwa di Samudera Pasai para
ulama sangat giat dalam menyebarkan agama Islam ke seluruh Sumatera
dan Tanah Melayu. Dakwah Islam pada mulanya disampaikan melalui
lisan (tablīgh), tetapi setelah kawasan yang menerima Islam semakin luas,
maka semakin dirasakan seperluasan menullis asas agama Islam. Buku
agama yang mula-mula ditulis adalah Kitab Risālah yang mencatatkan
rukun iman dan rukun Islam. Walaupun demikian, tidak dapat dipastikan
_____________
5Pocut Haslinda Muda, Silsilah Raja-Raja Islam di Aceh, (Jakarta: Yayasan Tun Sri Lanang, 2011), hlm. 108
Pembelajaran Kitab…
378
dengan tepat kapan penulisan kitab ini tetapi mungkin sekitar abad
keempat belas atau minimal abad ke lima belas.6
Samudera-Pasai telah menjadi pusat tamadun Melayu Islam
yang pertama dan semasa pemerintahan raja yang berjuluk Malik
al-Zahir. Hal ini sebagaimana dilaporkan oleh Ibnu Bathuthah, seorang
pengembara dari Maroko bahwa ia telah sampai ke Jawa (h) yang
penghuninya adalah muslim, dan penguasanya adalah seorang Sultan
Muslim yang berjuluk Malik al-Zhahir. Ia juga menyatakan bahwa balai
untuk menghadap Raja senantiasa dikunjungi para ulama dan
sastrawan. 7 Samudera Pasai sendiri telah diakui secara luas oleh para
sejarawan dunia sebagai kerajaan Islam paling pertama diwilayah dunia
Melayu. Walaupun terdapatnya pandangan bahwa Islam telah
disebarkan ke dunia Melayu lebih awal lagi, yaitu semenjak disebarkan di
Semenanjung Tanah Arab, namun tidak adanya bukti kongkrit yang tidak
boleh dipertikaikan menyebabkan pendapat ini tidak dapat diguna pakai
dalam menentukan kapan kah sebenarnya Islam diperkenalkan di dunia
Melayu ini. Namun demikian, sarjana dan peneliti sepakat dengan
pandangan yang diberikan oleh sumber Barat bahawa Samudera-Pasai
(abad ke-13 – ke-14 Masehi) merupakan kerajaan Melayu-Islam yang
pertama diwujudkan di dunia Melayu.8
Dalam bidang keilmuan, Kesultanan Pasai menciptakan tulisan
Jawi sebagai tulisan resmi kesultanan wilayah Semenanjung Melayu dan
Nusantara tanpa menanggalkan bahasa dan fonemnya. Penciptaan
tersebut merupakan terobosan baru pada masanya yang belum dilakukan
oleh daerah-daerah (kesultanan) lainnya. Proses transmisi tersebut seiring
dengan islamisasi di Aceh dan Nusantara, sehingga dianggap sangat _____________
6Noriah Mohamed, Sejarah Sosiolinguistik Bahasa Melayu Lama, (Pulau Pinang: Penerbit Universiti Sains Malaysia, 1999), hlm. 34. Lihat juga Gazali, Dunia Sastera Melayu Lama, Prosa dan Puisi, (Kuala Lumpur: Fajar Bakti, 1992), hlm. 3
7Ibnu Bathuhthah, Tuḥfah an-Nazhāir fī Gharaih al-Amsar (Rihlal Ibni Bathuthah, (Kairo: Al-Mathba‟ah al-Khairiyah, 1322 H), hlm. 185
8Hamka, Sejarah Umat Islam, (edisi baru), (Singapura: Pustaka Nasional. 1997), hlm. 702
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
379
relevan dalam konteks periode tersebut. Lahirnya tulisan Jawi dalam
konteks tersebut tidak terlepas dari kekuasaan dan kedaulatan dalam
mengimplementasikan ke seluruh wilayahnya.9
Beberapa karya tulis dalam abjad Jawi atau Arab-Melayu dari masa
Samudera Pasai dapat disebutkan, seperti: Terjemahan Hikayat Amir
Hamzah; Terjemahan Hikayat Muhammad Hanafiyah; Terjemahan Kitab
Durrul Manzhum, Hikayat Bayan Budiman; Hikayat Raja-Raja Pasai, Riwayat
Hidup Nabi Muhammad Saw; Epos-epos Islam dan; kitab-kitab ajaran
agama Islam lainnya.10 Tentu kitab-kitab ini dalam perkembangan
kemudian menjadi referensi pembelajaran yang penting di wilayah
kerajaan Samudera Pasai dan kemudian menyebar ke berbagai kawasan
dunia Melayu. Hal ini dibuktikan bahwa dari Samudera Pasai, tradisi
penulisan tulisan dan kitab-kitab Arab- Melayu kemudian menyebar ke
berbagai kawasan Asia Tenggara dan menjadi referensi pembelajaran bagi
umat Islam di kawasan ini. Hal ini misalnya diungkapkan Teuku
Iskandar, bahwa kejayaan Samudera Pasai tersebut kemudian disusul oleh
munculnya pusat-pusat kebudayaan Melayu lainnya seperti Melaka, (1400
– 1511 M), Johor (1511 – 1798 M), Aceh (1514 – 1900 M), Palembang (1650 –
1824 M), Riau (1798 – 1900 M), Brunei, Banjar, Patani.11
Dalam perkembangan kemudian, setelah Kerajaan Pasai
ditaklukkan oleh kerajaan Aceh pada tahun 1524, kebudayaan Melayu
Pasai berpindah ke Bandar Aceh Darussalam, ibukota kerajaan Aceh.
Kerajaan Aceh Darussalam sendiri didirikan oleh Sultan Alaiddin Johan
Syah pada tahun 601 H /1203 M. 12 Kerajaan Aceh Darussalam mengalami
perluasan wilayah di masa Sultan Ali Mughayat Syah anak dari Sultan
_____________
9Hermansyah, Kesultanan Pasai Pencentus Aksara Jawi, Jurnal Bimantara, PNRI Jakarta, Vol. 5. No.2 Tahun 2014, hlm. 26
10Tim Penulis A. Rani Usman dkk, Budaya Aceh, (Pemerintah Aceh: Banda Aceh, 2009), hlm. 119 – 120. Lihat juga Teuku Iskandar; Kesusastraan Melayu Klasik Sepanjang Abad, (Jakarta: Penerbit Libra, 1996), hlm. 99-182.
11Tim Penulis A. Rani Usman dkk, Budaya Aceh..., hlm. 120. Lihat juga Teuku Iskandar; Kesusastraan Melayu Klasik Sepanjang Abad..., hlm. xxiv-xxvii
12Pocut Haslinda Muda, Silsilah Raja-Raja.., hlm. 141
Pembelajaran Kitab…
380
Syamsu Syah dan kemudian mengalami puncak kejayaan di masa Sultan
Iskandar Muda dan anaknya Sultan Iskandar Tsani. Di masa mereka
Kerajaan Aceh Darussalam menjadi pusat peradaban Islam di kawasan
dunia Melayu. Di pusat kebudayaan baru ini sangat banyak dihasilkan
karya tulis baik dalam bahasa Melayu ataupun bahasa Arab antara lain
Kitab Tāj al-Salātīn atau Mahkota Segala Raja yang dikarang oleh Bukhari al-
Jauhari pada tahun 1603. Kemudian karena dianggap demikian
pentingnya sebagai kitab pegangan bagi raja-raja Islam di Nusantara, raja-
raja Mataram Islam merasa perlu kitab itu diterjemahkan ke dalam bahasa
Jawa dengan judul Serat Tāj al-Salātīn.13
Kitab lain adalah Kitab Sirāṭ al-Mustaqīm karya Nuruddin ar-Raniry,
yang diselesaikan di Aceh pada tahun 1044H/1644 yang isinya membahas
ilmu fikih, meskipun terbatas hanya pada ibadat. Kitab ini tersebar sampai
ke Semenanjung Tanah Melayu, dan antara lain juga terdapat di istana
Sultan Palembang yang naskahnya disalin pada tahun 1167H/1753.
Disamping itu, sebagaimana disinggung di muka Kitab Mir'āt al-Ṭullāb
yang ditulis dalam bahasa Melayu atau bahasa Jawi Pasai dipelajari di
Riau oleh Raja Muda-nya pada awal abad ke-19. 14
Syaikh Nuruddin Ar-Raniry sendiri pernah memangku jabatan
sebagai mufti besar Kesulthanan Aceh masa Iskandar Tsani (1637-1641 M).
Beliau adalah seorang ulama besar di masa Kerajaan Aceh Darussalam
yang memiliki ilmu pengetahuan yang sangat luas, pembaharu pemikiran
dan tercatat paling banyak menghasilkan karya.15 Karya-karya Syaikh
Nuruddin Ar-Raniry lainnya antara lain yaitu Kitab Durrāt al-Farāiḍ bi
Syarh al-‘Aqāid, kitab al-Fawāid al-Babiyyāt fi al-Ahādist al-Nabawiyyah, Bustān
al-Salātīn fi Dzikr al-Awwalīn wa al-Ākhirīn, Kitab Asrār al-Insān fi Ma’rifāt al-
_____________
13Teuku Haji Ibrahim Alfian, Proses Perkembangan Bahasa Jawi di Samudera Pasai (Aceh Utara) Menjadi Bahasa Nasional Indonesia, dalam buku Warisan Budaya Melayu Aceh, editor: Darwis A. Soelaiman (Banda Aceh: PUSMA, 2003), hlm. 148
14Teuku Haji Ibrahim Alfian, Proses Perkembangan Bahasa Jawi..., hlm. 148
15Muliadi Kurdi, Syaikh Nuruddin Ar-Raniry, Ulama Aceh Penyanggah Paham Wujudiah, (Banda Aceh: Penerbit Naskah Aceh, 2013), hlm. 1
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
381
Rūh wa al-Raḥman. Berikutnya yaitu Kitab Al-Tibyān fi Ma’rifāt al-Adyān,
Kitab Akhbār al-Akhīrah fi Ahwal a-Qiyāmah, Kitab Ma’al Hayāt li ‘Ahl al-
Mamāt, Kitab ‘Ayn al-‘Alam Qabl an Yukhlaq, Kitab Hujjat al-Ṣiddīq li Daf’i al-
Zindīq. Kitab Bad’u al-Samawāt wa al-Ardh. Kitab Laṭaif al-Asrār, Kitab
Nubzat Da’wa al-Zhill, Kitab Jawāhir al-‘Ulūm fi Kasy al-Ma’lūm dan belasan
kitab lainnya.16
Selain Syaikh Nuruddin Ar-Raniry, ulama terkemuka dan memiliki
pengaruh besar di Aceh serta memiliki jaringan tarekat Syattariyah terluas
di Nusantara adalah Syeikh Abdurrauf al-Jawi al-Fansuri (As-Singkel)
atau dikenal juga dengan Syiah Kuala (w. 1693 M). Tokoh utama ini
sangat produktif dalam menulis karya-karyanya di dalam multidisipliner
keilmuan, sebagiannya masih menjadi rujukan utama bagi muslim di
wilayah Melayu Nusantara.17 Semasa hidupnya, Syaikh Abdurrauf As-
Singkili telah menulis puluhan kitab. Antara lain yaitu kitab Tarjuman al-
Mustafīd, kitab Sullām al-Mustafidīn, kitab Syarh Laṭif ‘ala Arba’ina Hadīthan li
al-Imām al-Nawawi, kitab al-Mau’izhah al-Badī’ah, kitab Bayān Tajalli, Daqāiq
al-Hurf, kitab Risalah Adab Murid Akan Syaikh dan puluhan lainnya.18
Menurut catatan Wan Nasyruddin wan Abdullah, setidaknya terdapat 35
buku beliau tentang tasawuf yang dapat dilacak. Satu buku tentang
Hadīth. 6 buku tentang Fiqh. 3 buku tentang akhlak dan satu buku
tentang Tafsir, yaitu Kitab Tafsīr Tarjumān al-Mustafīd.19 Adapun jumlah
yang sebanarnya bisa jadi lebih banyak dari itu. Wallahu a’lam bishshawab.
Nama-nama ulama lain di masa Kerajaan Aceh Darussalam yang
cukup produktif menulis antara lain yaitu Syaikh Hamzah Fansuri yang
juga menulis puluhan kitab. Salah satu kitabnya yaitu berjudul Mir‟at al-
Mukminīn, kitab Jawāhir al-Haqāiq, kitab Ṭarīq al-Sālikīn, kitab al-
_____________
16Erawadi Tradisi, Wacana dan Dinamika Intelektual Islam Aceh Abad XVIII dan XIX, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Kemenag RI, 2011), hlm. 35-39
17Hermansyah, Kesultanan Pasai Pencetus...., hlm. 3
18Erawadi Tradisi, Wacana dan Dinamika Intelektual..., hlm. 41-44
19Wan Nasyruddin wan Abdullah dkk, Intertekstualiti dalam Tarjuman al-Mustafid, (Bangi: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia, 2014)., hlm. 43-47
Pembelajaran Kitab…
382
Martabah dan sebagainya.20 Berikutnya berdasarkan hasil penelitian
Erawadi,21 kitab-kitab lain yang muncul pada abad ke XVIII dan XIX
misalnya seperti Kitab Kasy al-Kirām fi Bayān Niyyat fi al-Takbīr al-Ihrām,22
kitab Kaifiyyāt Zikir Syattariyah, kitab Nafi Itsbat pada Kalimat La Ilaha
Illalah, kitab Talkhīṣ al-Falāh fi Bayān Aḥkām al-ṭalaq wa al-Nikāḥ yang
semuanya adalah karangan Muhammad Zayn ibn al Faqih Jalaluddin al-
Asyi. Kemudian ada juga kitab Syifā’ al-Qulūb (Penawar Hati), kitab I’lam
al-Muttaqīn karangan Abdullah Asyi yang pernah menjadi Qadhi Malikul
„Adil pada masa Sultan Alaidin Jauharul Alam Syah. Lalu ada juga kitab
Dawa’ al-Qulūb min al-‘Uyūb (obat hati dari segala yang tercela), kitab
Mi’rāj al-Sālikīn ila Martabat al-Wasaliyyīn bi Jah Sayyid al-‘Arifīn dan kitab
Ḍhia’ al-Wara’ karangan Muhammad Ibn Ahmad Khatib al-Langgini.
Seterusnya ada juga kitab-kitab lain yang dikarang oleh para ulama
lainnya yang barangkali tidak tercatat dalam catatan sejarawan dan
penelitI. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa selepas Samudera
Pasai masuk dalam wilayah Kerajaan Aceh Darussalam, maka Kerajaan
Aceh Darussalam telah meneruskan tradisi penulisan kitab-kitab Arab-
Melayu yang sebelumnya pernah maju dan populer di Samudera Pasai.
Dan bahkan di masa Kerajaan Aceh Darussalam tradisi ini terus
berkembang dan maju yang ditandai dengan banyaknya kitab-kitab
bertuliskan Arab-Melayu yang ditulis oleh para ulama di masa kerajaan
Aceh Darussalam. Kitab-kitab tersebut menjadi referensi pembelajaran
bagi umat Islam di Aceh dan kawasan dunia Melayu pada saat itu dan
hingga saat ini.
2. Peranan Kitab Arab-Melayu dalam Penyebaran Ilmu Agama Islam
Sejumlah fakta sejarah menunjukkan besarnya pengaruh ajaran
Islam dalam kebudayaan Melayu. Sikap keagamaan masyarakat Melayu
_____________
20Erawadi Tradisi, Wacana dan Dinamika Intelektual..., hlm. 32-34
21Erawadi, Tradisi, Wacana dan Dinamika Intelektual..., hlm. 173-178
22Oman Fathurrahman dan Munawar Holil (Peny), Katatalog Naskah Ali Hasjmy Aceh, (Tokyo dan Jakarta: C-DATS-PPIM UIN Jakarta, 2007), hlm. 99
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
383
sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam, baik dalam bidang aqidah, syari‟ah
maupun akhlak. Maka Melayu itu sendiri diidentikkan dengan Islam.
Menurut Ali Hasjmy mengatakan, demikian besar peranan Islam dalam
membina dan menyempurnakan Bahasa dan Sastra Melayu lewat karya-
karya tulis dalam Huruf Arab, dibuktikan oleh kenyataan bahwa Melayu
itu identik dengan Islam, Bahasa Melayu sama sengan Bahasa Islam dan
Tulisan Jawi/Huruf /Arab Melayu sama dengan tulisan/huruf Islam. Hatta
kalau orang Cina atau bangsa lainnya yang masuk Islam disebut bahwa si
Yab Hok atau Frederik telah masuk Melayu (sebutan lidah Cina telah masuk
Melayu). 23Syed Muhammad Naquib al-Attas menerangkan, salah satu
kejadian baru yang terpenting mengenai kebudayaan, yang secara
langsung digerakkan oleh proses sejarah kebudayaan Islam adalah
penyebaran bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar, bukan saja dalam
kesusasteraan epik dan roman, akan tetapi - lebih penting - dalam
pembicaraan falsafah. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa
kesusasteraan falsafah Islam di Kepulauan Melayu-Indonesia menambah
serta meninggikan perbendaharaan katanya dan istilah-istilah khususnya,
dan merupakan salah satu faktor terutama yang menjunjungnya ke
peringkat bahasa sastra yang bersifat rasional. 24
Penggunaan dan pengolahan bahasa Melayu oleh Islam untuk
mengembangkan kesusasteraan Islam telah membawa akibat modernisasi
terhadapnya sehingga dapat tersebar luas merata ke daerah kepulauan ini.
Sangatlah penting untuk memperhatikan bahwa cerita-cerita dalam epik
Mahabharata yang terdapat dalam bahasa Melayu itu banyak berasal dari
sumber Jawa, sedangkan banyak bilangan tulisan-tulisan mengenai
falsafah Islam yang terdapat dalam bahasa Jawa berasal dari sumber
Melayu, atau sekurang-kurangnya terpengaruh oleh gaya bahasa Melayu.
_____________
23A. Hasjmy, Warisan Budaya Melayu Aceh, editor: Darwis A. Soelaiman, (PUSMA: Banda Aceh, 2003), hlm. 99
24Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, (Petaling Jaya: Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM), 1990), hlm. 21
Pembelajaran Kitab…
384
Bersangkutan juga dengan hal terpenting mengenai perkembangan serta
penyebaran bahasa Melayu adalah sejarah kedatangan Islam ke daerah
Kepulauan ini. Kesimpulan yang harus diambil dari sejarah ialah
keutamaan daerah-daerah Melayu dalam proses pengislaman. Kerajaan-
kerajaan Melayu lah, seperti Sumatra, yaitu Pasai dan Aceh, dan
Semenanjung Tanah Melayu, yaitu Melaka, bukan Jawa, yang mengambil
peranan utama.25
Peranan Islam dalam Kesusastraan Melayu lewat karya-karya para
ulama lainya cukup benar, sehingga karenanya Bahasa Melayu menjelma
menjadi Bahasa Tulisan setelah pada awalnya ia hanya Bahasa Lisan.
Sebagai Bahasa tulisan setelah mulanya ia hanya Bahasa Lisan. Sebagai
Bahasa Tulisan, Bahasa Melayu telah menjelma menjadi bahasa ilmiah.
Satu hal lagi yang patut diingat, bahwa kebanyakan para Ulama/Wali
adalah seniman dan pengarang lagu, yang dengan lagu-lagu yang
dikarangnya mereka menyiarkan dan mengembangkan Islam dan ajaran-
ajarannya dan disini kelihatan pula bagaimana besar Peranan Agama
(Islam) Dalam Kesusastraan Melayu. 26Jika para Wali Sembilan (Wali
Songo) di Pulau Jawa berperan sebagai seniman-seniman dan pengarang-
pengarang lagu-lagu atau tembang Jawa, seperti yang ditulis oleh Umur
Hasyim,27 maka di dunia Melayu para ulama mengarang kitab-kitab
Arab-Melayu atau menerjemahkannya dari kitab-kitab berbahasa Arab.
Di atas telah dijelaskan tentang pengaruh Islam dalam kebudayaan
Melayu. Bahwa kebudayaan Melayu sangat identik dengan Islam. Dalam
konteks ini, tulisan Arab – Melayu ikut berperan dalam penyebaran ilmu
agama Islam di kawasan nusantara. Di sini, kitab-kitab berbahasa Arab-
Melayu yang dikarang oleh para ulama memiliki peranan penting dalam
penyebaran Islam di kawasan nusantara. Baik kitab-kitab sastra, maupun
_____________
25Syed Muhammad Naquib al-Attas, Islam dalam Sejarah..., hlm. 21
26A. Hasjmy, Warisan Budaya Melayu...., hlm. 100
27Umur Hasyim: Sunan Muria, Antara Fakta dan Lagenda, (Kudus: Penerbit Tawang Alun, 1983) hlm. 65-66.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
385
kitab-kitab hukum, aqidah dan fikih, tasawuf, tafsir dan seterusnya.
Sebagaimana dikatakan Muhammad Redzuan Othman bahwa proses
pemindahan ilmu Islam kepada masyarakat Melayu terjadi melalui kitab
Jawi.28 Dalam konteks ini, yaitu pemindahan pemikiran, pendapat dan
pandangan ulama ulama di Timur Tengah dipindahkan dan
disebarkan kepada umat Islam di Kepulauan Melayu. Peranan
sebagai „perantara‟ oleh Kitab Jawi ini telah menjadi sebab penting
terjadinya perubahan-perubahan di dalam jiwa masyarakat Melayu
Nusantara baik dari sudut pendidikan agama dan pandangan hidup
mereka. 29 Selain itu juga dengan penerjemahan-penerjemahaan dari kitab
berbahasa Arab ke dalam bahasa Arab - Melayu.
3. Pembelajaran Kitab Arab-Melayu Dewasa Ini
Pembelajaran kitab Arab – Melayu atau disebut juga Jawi memiliki
sejumlah metode yang cukup bervariasi. Dalam observasi peneliti,
metode-metode yang dipraktekkan dalam pengajaran kitab Arab-Jawi di
Aceh Besar yaitu:
a. Baca dan Surah Kitab
Dalam pengajaran dan pembelajaran kitab Arab – Melayu, Teungku
Seumeubeut atau pengajar membaca kitab Arab – Melayu tertentu yang
telah dijadwalkan. Sementara para jama‟ah pengajian menyimak dengan
ketekunan. Jama‟ah pengajian juga ikut mengikuti pembacaan baris ke
baris kitab Arab – Melayu. Dan jika ada istilah-istilah dalam kitab Arab –
Melayu yang berasal dari bahasa Arab, maka pengajar atau Teungku
Seumeubeut langsung memberikan penjelasan dalam bahasa Aceh atau
bahasa Indonesia.30 Implementasi metode ini juga dapat dilihat pada
_____________
28Muhammad Redzuan Othman, “The role of Makka-educated Malays in the development of early scholarship and education in Malaya“, dalam Jurnal of Islamic studies, Volume 9 Tahun 1988, hlm. 2.
29Rahimin Affandi Abdul Rahim dkk, Paradigma Ilmu Kitab Jawi ....., hlm. 226 - 235
30Observasi pada pengajian kitab Arab-Melayu yang diasuh Teungku Muslim A. Wahab pada 22 November 2018 di Lamteuba, Aceh Besar.
Pembelajaran Kitab…
386
pengajian kitab Arab-Melayu di tempat lainnya. 31 Misalnya ketika
Teungku Seumeubeut menjelaskan hal-hal yang dapat membatalkan Puasa
Ramadhan. Salah satunya yaitu apa yang disebut dengan watha’. Maka
Teungku Seumeubeut langsung menjelaskan bahwa maksud kalimat
tersebut adalah berhubungan suami istri.
b. Tanya jawab
Metode tanya jawab adalah metode yang cukup sering dibicarakan
dalam dunia pendidikan dan pembelajaran. Munculnya tanya jawab
dalam ruangan belajar akan menandakan keaktifan para pelajar dalam
mengikuti proses pembelajaran. Maka dalam pembelajaran kitab Arab –
Melayu juga berlangsung proses tanya jawab. Jama‟ah yang sudah lanjut
usia sekalipun bersemangat dalam mengajukan pertanyaan ketika ada
penjelasan yang dirasa harus diperjelas lagi. Pertanyaan yang diajukan
memang tidak banyak karena memang Teungku Seumeubeut sudah
lumayan terang memberikan penjelasan. Namun, jika ada pertanyaan
yang muncul maka kemudian membuat Teungku Seumeubeut memberikan
jawaban yang lebih lengkap dan mendalam.
c. Integrasi Tasawuf, Tauhid dan Fiqh
Dalam pembacaan kitab Arab – Melayu, selain menjelaskan uraian
isi kitab yang sedang dibaca/diajarkan, Teungku Seumeubeut juga
menambahkan penjelasan di luar topik yang sedang dibaca. Ketika
membaca baris-baris kitab yang mengurai tentang Puasa Ramadhan
(fiqh), Teungku Seumeubeut juga menyelip dengan pembahasan tentang
akhlak tasawuf dan aqidah. Hal ini karena antara fiqh, tasawuf dan
aqidah merupakan bagian yang tidak terpisahkan. “Aqidah diibaratkan
seperti tanah tempat bercocok tanam. Dan fiqh atau ibadah diibaratkan seperti
tumbuhan yang ditanam di atas tanah tersebut. Sementara akhlak atau tasawuf
_____________
31Observasi peneliti misalnya metode ini juga dipraktekkan pada pengajian kitab Arab-Melayu yang diasuh oleh Tgk. Marbawi Yusuf di Dayah Ruhul Falah Samahani Kec. Kuta Mala Kab. Aceh Besar pada tanggal 25 Juni 2019.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
387
adalah pagarnya”.32Artinya, tanpa aqidah yang kuat, maka bangunan fiqh
tidak akan bisa dibangun atau didirikan. Sebab, di atas fondasi aqidah lah
ibadah dapat dilakukan. Sementara itu, jika aqidah sudah kokoh dan
ibadah juga dikerjakan, maka harus dijaga dengan akhlak tasawuf agar
pahala dari ibadah tidak hilang. Sebab, banyak kerusakan akhlak akan
menghilangkan amal ibadah yang dikerjakan seseorang. Misalnya seperti
riya’, takabur, dengki dan sebagainya.
Maka ketika Teungku Seumeubeut menjelaskan tentang bahasan niat
shalat, maka dijelaskan juga pentingnya menjaga niat agar tetap lurus
lillahi Ta’ala (karena Allah Swt) saja. Sebab niat menentukan posisi akhir
dari amalan seseorang. Sebab, perasaan ini menjurus ke riya’ atau
sombong bisa memakan amalan manusia. Manusia memang mudah
dalam beramal. Namun mempertahankan amalan yang sudah ada sangat
berat tantangannya. Apalagi kadangkala manusia juga suka berkata-kata
yang kurang baik di belakang orang yang dibicarakannya sehingga
amalannya hangus. Maka seseorang selain harus rajin beramal shalih, juga
harus pandai menjaga amalannya tersebut dengan ilmu akhlak tasawuf. 33
Ilmu akhlak tasawuf sendiri membahas berbagai hal yang berkaitan
dengan bagaimana mengeluarkan sifat buruk dalam diri kita dan
mengisinya dengan sifat-sifat baik. Selain itu, jama‟ah pengajian
kadangkala juga ditest bacaan shalat atau do‟a-do‟a oleh Teungku
Seumeubeut apakah betul atau tidak. Jika shalat maka Teungku Seumeubeut
akan membetulkan bacaan tersebut. Sebab, adakalanya seorang jama‟ah
dapat saja salah dalam bacaannya. Menurut penjelasan Teungku Muslem
A. Wahab, pernah terdapat ada seorang jama‟ah yang menggabungkan
antara bacaan Takbiratul Ihram yaitu “Allahu Akbar” dengan permulaan
do‟a iftitah, yaitu Allahu Akbar Kabira wal Hamdulillahi katsira. Oleh sebab
itu, ia menyimpulkan bahwa mengetest bacaan shalat dan do‟a-do‟a
_____________
32Wawancara dengan Teungku Muslim A. Wahab tanggal 22 Novermber 2018 di kemukiman Lamteuba, Aceh Besar.
33Selipan surah pada pengajian Kitab Bidayatul Mubtadin
Pembelajaran Kitab…
388
jama‟ah pengajian harus senantiasa dilakukan dalam berbagai
kesempatan pengajian pada waktu-waktu yang memungkinkan.
d. Metode Talaqqi
Di dunia pesantren atau dayah, metode talaqqi dipahami sebagai
metode dimana para santri satu-persatu membaca kitab dan guru
menyimak dan membenarkan bacaan tersebut. Penerapan metode Talaqqi
dalam pengajian dan pembelajaran kitab Arab-Melayu di Kemukiman
Lamteuba yaitu dimana jama‟ah pengajian diminta untuk membaca baris-
baris kitab dan Teungku Seumeubeut serta jama‟ah yang lain menyimaknya.
Jika ada yang salah dalam bacaan maka Teungku Seumeubeut akan
membetulkannya. Tujuannya agar jama‟ah juga dapat membaca isi kitab-
kitab yang dipelajari sehingga nanti dia akan dapat membaca sendiri
kitab-kitab Arab –Melayu tersebut di rumah masing-masing saat
dibutuhkan.34 Dengan demikian, metode ini bukan saja dapat membuat
peserta pembelajaran dapat memahami isi kitab yang dipelajari, namun
juga dapat menguasai cara baca kitab Arab – Melayu yang memang
memiliki aturan tersendiri. Dan untuk menyukseskan metode ini, setiap
jama‟ah ditekankan memiliki kitab masing-masing. Jadi tidak hanya
mendengar surah saja, namun juga ikut menyimak setiap baris yang
dibaca.
Tapi tidak semua pengajian kitab Arab – Melayu memberlakukan
metode talaqqi ini. Hal ini barangkali karena kadangkala ketersediaan
waktu tidak memungkinkan metode ini diterapkan jika jama‟ah
pengajiannnya banyak. Hal ini misalnya dapat kita perhatikan pada
pengajian Kitab Siyaru al-Sālikīn yang diasuh oleh Tgk. H. Hasanoel Basry
atau Abu Mudi pada setiap awal bulan di Masjid Raya Baiturrahman.
Dalam pengajian ini, sebagian jama‟ah ikut membawa kitab dan
menyimak setiap baris kitab yang dibaca oleh Abu Mudi. Namun terdapat
juga banyak jama‟ah lainnya yang hanya mendengar surah kitab atau
_____________
34Wawancara dengan Teungku Muslim A. Wahab, Minggu Pagi 5 November 2018 di Kemukiman Lamteuba.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
389
penjelasan isi kitab saja dari Abu Mudi. Tapi di waktu sesi tanya jawab,
para penanya dalam pengajian ini terdiri dari jama‟ah yang membawa
kitab dan juga jama‟ah yang tidak membawa kitab.35
Sementara itu, penerapan metode belajar kitab ArabMelayu bagi
santri di dayah agak sedikit berbeda, metode belajar kitab Arab – Melayu
bagi santri di dayah-dayah di Aceh Besar terdiri dari metode surah kitab
dan hafalan. Hal ini seperti laporan hasil penelitian yang dilakukan Zaidi
Miszuwar di Dayah Latansa Montasik Aceh Besar.36 Dari kedua metode
ini, disebutkan metode “surah kitab” sebagai metode yang paling banyak
dipakai digunakan dalam pembelajaran kitab Arab – Melayu di dayah
tersebut. Dijelaskan bahwa metode tersebut dijalankan yaitu dengan cara
dimana para santri duduk melingkar, salah satu santri membaca, dan saya
atau ustadz lain mengartikan kata perkata dan menjelaskan isi kitab
kuning tersebut kemudian para santri mencatatnya.
Agaknya, penerapan metode ini untuk santri disebabkan karena
kajian kitab Arab-Melayu bukanlah prioritas di dayah-dayah. Dan kitab
Arab-Melayu pun hanya diajarkan untuk kelas-kelas persiapan (Tajhizi)
saja. Kitab-kitab Arab-Melayu ini diajarkan untuk santri-santri kelas
persiapan karena mengingat mereka belum mampu mencerna isi kitab-
kitab Tasawuf, Tauhid dan Fiqh yang bertulis dalam bahasa Arab. Namun
di sisi lain, meskipun sudah dikelas persiapan, para santri di dayah juga
tentu diharapkan memahami dasar-dasar persoalan Islam dalam bidang
Tauhi, Fiqh, Tasawuf, Tarikh dan sebagainya sehingga kitab Arab-Melayu
tetap diajarkan kepada mereka untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan
ini. Namun secara umum, yang menjadi prioritas adalah kitab-kitab yang
bertulis dalam bahasa Arab. Kitab-kitab berbahasa Arab lah yang menjadi
konsentrasi studi para santri di dayah.
_____________
35Observasi peneliti dari awal Tahun 2018 pada pengajian Tastafi yang diasuh oleh Abu Mudi pada setiap awal bulan.
36Zaidi Miszuwar, Implementasi Metode Pembelajaran Teks Jawi Kitab Kuning Di Dayah Latansa Zikrullah Mugan Kecamatan Montasik, Skripsi, Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam-Banda Aceh, 2017, hlm. 61
Pembelajaran Kitab…
390
e. Metode Kontekstual
Maksud metode kontekstual ini adalah bahwa materi pengajian
yang diajarkan oleh Teungku Seumeubeut adalah berdasarkan kebutuhan
jama‟ah pengajian. Jika sedang dalam momen tertentu, maka Teungku
Seumeubeut berdasarkan kesepakatan akan membaca materi kitab yang
sesuai dengan kebutuhan dan keadaan pada saat itu . Jadi materi yang
dibaca tidak mesti lanjutan dari materi sebelumnya. Seperti para khatib
yang berkhotbah di mimbar jum‟at, mereka menyampaikan khutabnya
dan ceramahnya berdasarkan situasi kontekstual yang sedang terjadi saat
itu. Kadangkala jama‟ah meminta pembahasan khusus tentang puasa
karena saat itu mau datang bulan suci Ramadhan, maka Teungku
Seumeubeut pun membaca materi kitab yang berkaitan dengan puasa
Ramadhan. 37 Begitu juga dalam momen-momen yang lain seperti momen
nisfu sya‟ban, haji, dan sebagainya.
f. Kitab-kitab Arab-Melayu yang diajarkan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti di Lamteuba,
Kec. Seulimum Aceh Besar, ditemukan antara lain nama kitab-kitab
berikut ini yang diajarkan kepada masyarakat, yaitu: Kitab Sabīl al-
Muhtadīn li al-Tafaqquh fī Amri al-Dīn, Kitab Kifāyat al-Mubtadīn fi I’tiqad al-
Mu’minīn, Kitab Kasyful Ghaibiyah, Kitab Jamī‟ Jawami al-Muṣannifāt
(Kitab Lapan), Kitab ‘Aqīdat al-Nājīn fi ‘Ilmu Uṣūl al-Dīn, Kitab Siyaru al-
Sālikīn, Kitab Fardhu „Ain, Kitab Minḥaj al-Salām, Pelajaran Akhlak, Kitab
al-Yawākit wa al-Jawāhir fi 'Uqūbati Ahli al-Kabāir, Kitab Muniatul Muṣallī,
Kitab Sirāj al-Hudā, Kitab Kifāyat al-Muhtadī, Kitab Senjata Mu‟min, Kitab
Kifāyat al-Ghulām fī bayān arkān al-islām dan sebagainya.
_____________
37Wawancara dengan Teungku Marbawi Yusuf seusai pengajian di Dayah Ruhul Falah Samahani Kec. Kuta Malaka Kab. Aceh Besar tanggal 25 Juni 2019. Hasil wawancara ini juga diperkuat dengan hasil observasi peneliti pada pengajian yang diasuh Tgk Marbawi.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
391
4. Proses Transfer Ilmu Agama Islam
Pengajaran kitab Arab – Melayu kepada masyarakat memang
memiliki sejatinya memiliki sejumlah keunggulan. Antara lain yaitu
memudahkan masyarakat dalam memahami uraian yang dibahas di
dalamnya, yaitu ilmu-ilmu agama Islam seperti Tauhid, Tasawuf dan
Fikih serta ilmu-ilmu lainnya. Dengan pembelajaran kitab Arab-Melayu,
masyarakat menjadi lebih mudah dalam menyerap ilmu yang
disampaikan. Ketika pengajar membaca kitab Arab-Melayu dalam sebuah
pengajian, maka warga yang menghadiri pengajian dapat dengan mudah
mengikuti setiap baris yang dibaca dengan cermat. Hal ini karena
sebagaimana dibahas pada bab terdahulu, bahwa meskipun kitab Arab –
Melayu ditulis dengan huruf Arab, namun ditulis dengan bahasa Melayu.
Masyarakat akan dapat dengan mudah menangkap pemahaman yang
terkandung dalam isi kitab. Dan apabila mereka tidak memahami
seluruhnya, maka pengajar akan menjelaskan secara lebih mendetail dan
terang.
Hal ini tentu berbeda jika yang diajarkan adalah kitab-kitab Arab
seperti halnya yang diajarkan di dayah-dayah atau pesantren. Meskipun
masyarakat dapat saja menyimak surah dari kitab yang disampaikan oleh
seorang pengajar, namun tidak akan mampu memahami maksud dari
baris-baris yang diuraikan dalam isi kitab. Kecuali bagi mereka yang telah
sekian lama mengaji di dayah atau pesantren. Pengajaran kitab Arab
membutuhkan banyak ilmu alat sebagai prasyarat untuk bisa membaca
dan memahami kitab Arab. Misalnya seperti Ilmu Nahwu dan Sharaf.
Dalam pembelajaran kitab-kitab berbahasa Arab, menguasai kedua ilmu
ini adalah sebuah keniscayaan. Tanpa Ilmu Nahwu maka kita tidak akan
bisa membaca baris kitab-kitab turats (klasik) yang memang umumnya
ditulis tanpa baris.
Kesalahan memberikan baris pada kalimat-kalimat dalam kitab
turast (klasik) ini akan menyebabkan salah pula dalam pemaknaannya.
Begitu juga Ilmu Sharaf, tanpa memahami ilmu ini kita tidak akan bisa
Pembelajaran Kitab…
392
memahami pemalingan satu kata ke kata lainnya. Lebih dari itu, untuk
membaca dan memahami kitab-kitab yang bertuliskan Arab, maka kita
juga mesti memahami maknanya. Dan ini membutuhkan proses yang
cukup panjang untuk bisa memberikan arti dari setiap kalimat berbahasa
Arab yang ada dalam kitab Arab.
Kalau di dunia pesantren, para santri biasanya diwajibkan
menghafal mufradāt (kosakata) dalam bahasa Arab dan artinya dalam
bahasa Indonesia agar kemudian dapat memahami arti dari baris-baris
uraian dalam kitab berbahasa Arab. Sementara itu, ketentuan semacam
ini tidak berlaku sama sekali bagi kitab Arab – Melayu. Memang seorang
pengajar kitab Arab – Melayu juga dituntut untuk menguasai juga bahasa
Arab, hal ini karena dalam kitab Arab – Melayu juga terdapat banyak
kata-kata berbahasa Arab.
Namun untuk jama‟ah yang menghadiri pengajian kitab Jawi, hal
ini tidak terlalu bermasalah karena secara umum mereka akan dapat
memahami isi kitab Arab – Melayu meskipun ada kosakata dalam bahasa
Arab di dalamnya. Sebab, jumlah kosakata bahasa Arab tidak terlaku
banyak. Apalagi, sang pengajar kitab Arab – Melayu sendiri pasti juga
akan memberi tahu makna kosakata dalam bahasa Arab kepada para
jama‟ah pengajian.
Pembelajaran kitab Arab-Melayu kepada masyarakat dengan
tujuan untuk memudahkan transfer ilmu Tauhid, Tasawuf dan Fikh juga
disampaikan oleh Teungku Marbawi Yusuf. Menurut Teungku Marbawi
Yusuf38, ibaratnya seperti makanan, masyarakat butuh hidangan yang
siap saji. Pengajaran kitab Arab-Melayu ini membuat masyarakat lebih
mudah dalam memahami. Sebab, kitab-kitab bertuliskan Arab-Melayu ini
tidak membutuhkan banyak ilmu-ilmu alat untuk membaca dan
memahaminya. Hal ini karena memang ditulis dengan bahasa Melayu
_____________
38Wawancara dengan Teungku Marbawi Yusuf seusai pengajian di Dayah Ruhul Falah Samahani Kec. Kuta Malaka Kab. Aceh Besar tanggal 25 Juni 2019. Hasil wawancara ini juga diperkuat dengan hasil observasi peneliti pada pengajian yang diasuh Tgk Marbawi.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
393
dengan menggunakan huruf Arab. Namun bukan berarti kitab Arab-
Melayu berkurang kualitasnya dibawah kualitas kitab-kitab berbahasa
Arab, malahan menurut keterangan Tgk. Marbawi, kadangkala apa yang
tidak dijumpai di kitab Arab justru ada di Kitab Arab-Melayu. Hal ini
karena ditunjang oleh kealiman pengarang kitab Arab-Melayu tersebut
dimana ia pasti juga telah menguasai kitab-kitab berbahasa Arab.
5. Menjaga Budaya dengan Pembelajaran Kitab Arab-Melayu
Pada sub bab ini dijelaskan bahwa tulisan Arab – Melayu berasal
dari Kerajaan Samudera Pasai. Hal ini misalnya sebagaimana
diungkapkan Syaikh Abdurrauf As-Singkili bahwa ia mengarang kitab
Mir’atu al-Ṭullab adalah dengan menggunakan bahasa Jawi Pasai. Setelah
kerajaan Samudera Pasai melemah, tradisi penulisan Arab – Jawi atau
Arab – Melayu berkembang di kerajaan Aceh Darussalam. Ini
menandakan bahwa tulisan Arab – Melayu telah menjadi ciri khas
kebudayaan Aceh pada masa itu.
Upaya menjaga budaya Aceh dengan mengajarkan kitab-kitab
bertuliskan Arab – Melayu misalnya juga dijelaskan oleh Teungku Hasbi
Albayuni. Beliau mengajarkan Kitab Tarjuman al-Mustafīd karya Syaikh
Abdurrauf As-Singkili bagi jama‟ah yang berasal dari masyarakat umum
yang menghadiri pengajiannya di Dayah Thaibul Huda Desa Bayu
Lamcot Kec. Ingin Jaya Kab. Aceh Besar. Upaya beliau mengajarkannya
kitab ini karena menurut beliau saat ini kitab ini sudah jarang diajarkan
padahal kitab Tafsir berbahasa Arab Melayu ini merupakan karya ulama
Aceh. Bahkan di perguruan tinggi sekalipun tidak diajarkan.39 Padahal,
seperti kita pahami, nama Syaikh Abdurrauf As-Singkili atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Teungku Syiah Kuala telah lama dijadikan
sebagai nama salah satu perguruan tinggi di Aceh, yaitu Universitas Syiah
Kuala. Selain itu, juga berdasarkan wawancara peneliti dengan Tgk.
_____________
39Hasil diskusi dengan Teungku Hasbi Albayuni di Dayah Thalibul Huda pada 5 November 2018.
Pembelajaran Kitab…
394
Marbawi Yusuf40, dimana ia mengatakan bahwa tujuannya mengajarkan
kitab Arab-Melayu kepada masyarakat di Aceh Besar dan Banda Aceh
adalah karena ulama-ulama dahulu kala di Aceh juga mengajarkan kitab
Arab-Melayu kepada masyarakat. Jadi ia melakukannya untuk
meneruskan apa yang dulu dilakukan oleh para ulama Aceh. Tgk.
Marbawi Yusuf memiliki jadwal yang cukup padat dalam mengajar kitab
Arab-Melayu kepada masyarakat.
Pada hari Minggu ia mengajar kitab Sabīl al-Muhtadi dan Siyaru al-
Sālikīn di Dayah Ruhul Falah Samahani Kec. Kuta Malaka. Pada malam
Jum‟at ia mengajar kitab al-Yawākit wal Jawāhir di Gampong Teudaya.
Pada malam Kamis ia mengajar Kitab Siyaru al-Sālikīn di Masjid Gampong
Leuthu. Hari Jum‟at ia mengajar kitab Siyaru al-Sālikīn di Masjid Lamleu
Sibreh Suka Makmur. Ia juga mengajar kitab Talā‟id di Gampong Baet
pada malam Sabtu. Juga di Gampong Reuhat Tuha ia mengajari kitab
Siyaru al-Sālikīn. Sedangkan pada hari Kamis ia juga mengajar kitab
Tauhid di Penjara Kajhu Kec. Baitussalam Kab. Aceh Besar.
Di seluruh meunasah yang ada dalam gampong-gampong di
wilayah kemukiman Lamteuba terdapat pengajian kitab Arab – Melayu
atau warga menyebutnya kitab Arab – Jawi. Pengajian kitab Arab –
Melayu di Kemukiman Lamteuba menurut cerita warga di sana sudah
menjadi tradisi karena telah berlangsung dalam jangka yang sangat lama,
berpuluh-puluh tahun lamanya. Bahkan ketika masa Belanda masuk ke
Aceh dulu pengajian ini masih tetap berlangsung. Kitab Arab – Melayu
telah menjadi referensi utama warga dalam upaya mengkaji khazahah
keilmuan Islam, khususnya dalam bidang fiqh, tauhid dan tasawuf.
Bahkan hampir bisa dikatakan tidak ada referensi lain selain kitab Arab –
Melayu yang digunakan secara turun temurun oleh warga di sana yang
mengkaji agama Islam baik keilmuan yang sifatnya fardhu ‘ain maupun
fardhu kifayah.
_____________
40Wawancara dengan Teungku Marbawi Yusuf seusai pengajian di Dayah Ruhul Falah Samahani Kec. Kuta Malaka Kab. Aceh Besar tanggal 25 Juni 2019.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
395
Jikapun ada wawasan agama dari penceramah-penceramah agama
dalam kesempatan hari jum‟at atau dalam momen-momen peringatan
hari-hari besar Islam, maka pengetahuan keislaman yang diperoleh dari
penceramah sangat sedikit dan tidak memadai.41 Hal ini tentu sangat
mudah dipahami mengingat bahwa penyampaian pengetahuan keislaman
dari mimbar-mimbar masjid oleh penceramah memiliki keterbatasan
waktu dan momentum sehingga sangat tidak mencukupi kebutuhan ilmu
fardhu ‘ain maupun fardhu kifayah yang harus diketahui warga.
PENUTUP
Dari ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa kitab Arab-Melayu
yang dikarang oleh para ulama di masa lalu terus dipelajari hingga saat
ini dan menjadi rukukan penting bagi pembelajaran Islam masyarakat
muslim, khususnya masyarakat muslim di pedesaan. Pembelajaran kitab
Arab-Melayu ini berlangsung secara informal dengan menggunakan
ragam metode pembelajaran. Sementara kitab-kitab yang diajarkan terdiri
dari berbagai kategori keilmuan. Tujuan utama penggunaan kitab Arab-
Melayu sebagai referensi pembelajaran bagi masyarakat muslim adalah
karena kemudahan dalam penyampaian atau dalam proses transfer ilmu
tauhid, tasawuf dan fikih. Sementara tujuan lainnya adalah untuk
menyelamatkan budaya disebabkan karena secara umum saat ini
pembelajaran kitab-kitab Arab-Melayu semakin jarang. Dengan upaya
pembelajaran kitab Arab-Melayu di tengah-tengah masyarakat,
diharapkan masyarakat semakin memahami ilmu-ilmu agama Islam dan
sekaligus dapat terus merawat tradisi belajar-mengajar kitab Arab-Melayu
sebagai produk kebudayaan di masa kejayaan masa lalu.
_____________
41 Wawancara tanggal 2 November 2018 dengan Teungku Lutfi. Beliau Imam Shalat Rawatib di Masjid Jami‟ Sirajul Huda Kemukiman Lamteuba.
Pembelajaran Kitab…
396
DAFTAR PUSTAKA
al-Attas, Syed Muhammad Naquib. 1990. Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, Petaling Jaya: Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM).
Alfian, Teuku Haji Ibrahim. 2003. Proses Perkembangan Bahasa Jawi di Samudera Pasai (Aceh Utara) Menjadi Bahasa Nasional Indonesia, dalam buku Warisan Budaya Melayu Aceh, editor: Darwis A. Soelaiman, Banda Aceh: PUSMA.
Basyir, Damanhuri. 2019. Kemasyhuran Syekh Abdurrauf As-Singkili, Banda Aceh: Ar-Raniry Press kerjasama dengan Zawiyah Nahjun Najah.
Bathuhthah, Ibnu. 1322 H. Tuḥfah an-Nazhāir fī Gharaih al-Amsar (Rihlal Ibni Bathuthah, Kairo: Al-Mathba‟ah al-Khairiyah.
Daud, Teungku Muhammad Kalam. 2005. Qaidah Penulisan Arab – Melayu, Banda Aceh.
Erawadi. 2011. Tradisi, Wacana dan Dinamika Intelektual Islam Aceh Abad XVIII dan XIX, Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Kemenag RI.
Gazali. 1992. Dunia Sastera Melayu Lama, Prosa dan Puisi, Kuala Lumpur: Fajar Bakti.
Hamka. 1997. Sejarah Umat Islam, (edisi baru), Singapura: Pustaka Nasional.
Hasjmy, A. 2003. Warisan Budaya Melayu Aceh, editor: Darwis A. Soelaiman, PUSMA: Banda Aceh.
Hasjmy, A. 1977. Sumbangan Kesusastraan Aceh dalam Membina Kesusastraan Indonesia, Jakarta: Bulan Bintang.
Hasyim, Umur. 1983. Sunan Muria, Antara Fakta dan Lagenda, Kudus: Penerbit Tawang Alun.
Hermansyah, 2014. Kesultanan Pasai Pencentus Aksara Jawi, Jurnal Bimantara, PNRI Jakarta, Vol. 5. No.2:26
Holil, Oman Fathurrahman dan Munawar (Peny), 2007. Katatalog Naskah Ali Hasjmy Aceh, Tokyo dan Jakarta: C-DATS-PPIM UIN Jakarta.
Ibrahim, Husaini. 2007. Awal Mula Islam Masuk ke Aceh, Banda Aceh: Multivision.
Iskandar, Teuku. 1996. Kesusastraan Melayu Klasik Sepanjang Abad, Jakarta: Penerbit Libra.
Kurdi, Muliadi. 2013. Syaikh Nuruddin Ar-Raniry, Ulama Aceh Penyanggah Paham Wujudiah, Banda Aceh: Penerbit Naskah Aceh.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
397
Masyhur. 2018. Tulisan Jawi Sebagai Warisan Intelektual Islam Melayu Dan Peranannya Dalam Kajian Keagamaan Di Nusantara, Jurnal Kebudayaan dan Sastra Islam, Tamaddun: Vol. XVIII No. 2:94
Mohamed, Noriah. 1999. Sejarah Sosiolinguistik Bahasa Melayu Lama, Pulau Pinang: Penerbit Universiti Sains Malaysia.
Mohammad Redzuan Othman. 2005. Islam dan Masyarakat Melayu, Peranan dan pengaruh Timur Tengah, Kuala Lumpur: Pustaka Universiti Malaya.
Muda, Pocut Haslinda. 2011. Silsilah Raja Raja Islam di Aceh, Jakarta: Yayasan Tun Sri Lanang.
Muhammad, Taqiyuddin. 2011. Daulah Shalihiyyah di Sumatera, Banda Aceh: Center for Information of Samudera Pasai Heritage.
Musa, Hashim Hj. 2015. Peranan Tulisan Jawi dalam Perkembangan Islam di Malaysia, Jurnal Pengajian Melayu, Jilid 16:88-92
Nasyruddin wan Abdullah, Wan dkk, 2014. Intertekstualiti dalam Tarjuman al-Mustafid, Bangi: Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia.
Said, Muhammad. 1981. Aceh Sepanjang Abad, Medan: Percetakan dan Penerbitan Waspada.
Seok, Kang Kyoung. 2015. Perkembangan Tulisan Jawi dalam Masyarakat Melayu, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia.
Usman, A. Rani dkk. 2009. Budaya Aceh, Banda Aceh: Pemerintah Aceh.
Zaidi Miszuwar. 2017. Implementasi Metode Pembelajaran Teks Jawi Kitab Kuning Di Dayah Latansa Zikrullah Mugan Kecamatan Montasik, Skripsi, Banda Aceh: Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
Penggunaan Media…
398
http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.5661 PENGGUNAAN MEDIA DALAM PEMBELAJARN FIQH PADA DAYAH TRADISIONAL DI ACEH (Studi Kasus pada Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie dan Dayah Darul Falah)
Ismail Anshari & Tihalimah
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia email: [email protected], [email protected]
Abstract
Traditional Dayah education in Aceh which has historically contributed to providing resplendent output, but is now starting to face serious challenges that lead to suboptimal quality of education. The study of fiqh in traditional dayahs that have produced quality graduates began to decline. Data collected through observation, interviews, and documentation analyzed through a qualitative approach show some significant findings. First, traditional dayahs in Aceh in fiqh learning have adopted the curriculum of the Aceh Dayah Education Office. Second, the integration of instructional media in the teaching of fiqh in traditional dayahs in Aceh has not been able to improve the quality of fiqh learning. Thirteen, the continuity of innovation in the integration of instructional media in fiqh learning is greatly influenced by internal and external support so that continuous and comprehensive innovation becomes a necessity so that the maximum output produced. This paper suggests a transformation in fiqh learning in traditional dayahs by actualizing learning oriented to the mastery of the material through the integration of learning media.
Keywords: Learning Media; Islamic education; fiqh; dayah; Aceh.
Abstrak
Pendidikan tradisional dayah di Aceh yang dalam sejarahnya telah berkontribusi dalam memberikan output gemilang, tetapi saat ini mulai menghadapi tantangan serius yang mengarah pada kualitas pendidikan yang belum optimal. Pembelajaran fiqh pada dayah tradisional yang telah mencetak lulusan berkualitas mulai mengalami kemunduran. Data yang dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi yang dianalisis melalui pendekatan kualitatif menunjukkan beberapa temuan yang signifikan. Pertama, dayah tradisional di Aceh dalam pembelajaran fiqh telah mengadopsi kurikulum dari Dinas Pendidikan Dayah Aceh. Kedua, pengintegrasian media pembelajaran dalam pengajaran fiqh pada dayah tradisional di Aceh belum mampu meningkatkan kualitas
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
399
pembelajaran fiqh. Ketigas, kontinuitas inovasi dalam pengintegrasian media pembelajaran pada pembelajaran fiqh sangat dipengaruhi oleh dukungan internal dan eksternal sehingga inovasi yang berkelanjutan dan komprehensif menjadi sebuah keharusan agar output yang dihasilkan maksimal. Tulisan ini menyarankan adanya suatu transformasi dalam pembelajaran fiqh pada dayah tradisional dengan mengaktualisasikan pembelajaran yang berorientasi pada penguasan materi melalui pengintegrasian media pembelajaran.
Kata Kunci: Media pembelajaran; pendidikan Islam; fiqh; dayah; Aceh.
PENDAHULUAN
Dayah tradisional dikenal sebagai lembaga pendidikan Islam yang
telah berkotribusi gemilang dalam pembangunan Aceh sejak dulu, tetapi
saat ini kegemilangan tersebut mulai meredup. Peran alumni dayah
tradisional di masyarakat mulai tergantikan oleh lulusan sekolah formal
dari perguruan tinggi. Standar kompetensi profesionalisme yang
ditetapkan oleh pemerintah dinilai telah mengkerdilkan kualifikasi yang
dimiliki oleh alumni dayah.1 Lebih lanjut, munculnya anggapan di
masyarakat pendidikan dayah tidak lagi menjamin terbukanya lapangan
pekerjaan berkontribusi terhadap mundurnya penyelenggaraan
pendidikan di dayah.
Peran alumni dayah yang mulai menurun dalam kehidupan
masyarakat di Aceh juga dinilai semakin menguat. Hal ini ditemukan
setidaknya dalam dua hal. Pertama, mulai tergantikannya posisi alumni
dayah (dalam hal ini disebut Tengku Dayah) dalam menyelenggarakan
kegiatan fardhu kifayah dan hal yang berkaitan dengan fiqh, seperti
menjadi imam, penceramah dan imuem gampoeng.2 Kedua, terelimasinya
Tengku Dayah dalam rekrutmen penyuluh agama yang diselenggarakan
oleh Kementerian Agama Provinsi Aceh pada tahun 2017. Banyak Tengku
Dayah yang gagal menjadi penyuluh agama karena terkendala dengan
persyaratan administrasi seperti ijazah dan keterangan kompetensi.
Padahal, sebelum rekrutmen resmi dibuka tengku dayah yang berada di
_____________
1M. Hasbi Amiruddin, Menatap Masa Depan Dayah Di Aceh, cet.1, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2008)
2Silahuddin, “Budaya Akademik dalam Sistem Pendidikan”, hlm. 351-352
Penggunaan Media…
400
Aceh diberdayakan secara tidak tertulis oleh Kementerian Agama Aceh
sebagai penyuluh agama di wilayahnya.
Kiprah alumni dayah yang mulai pudar di era modern merupakan
dilema bagi dayah dan para alumninya. Memudarnya kiprah alumni
dayah saat ini erat kaitannya dengan model pembelajaran yang
diselenggarakan oleh dayah. Model pendidikan yang monoton dan
kurang relevan dengan perkembangan zaman disinyalir sebagai salah
satu faktornya.3 Kurikulum dayah yang tidak mengalami evaluasi dan
pengembangan turut perpengaruh pada model pembelajaran yang
diterapkan. Dalam beberapa penelitian dijelaskan dayah di Aceh masih
menganut sistem pendidikan tradisional yang kurang berorientasi pada
pemenuhunan kompetensi secara profesional.4 Lebih lanjut,upaya
mempertahankan eksistensi dayah sebagai lemabaga pendidikan bercorak
agama telah dilakukan oleh Dinas Pendidikan Dayah Aceh (DPDA).
Penyetaraan kurikulum dayah merupakan satu diantara inovasi yang
dilakukan oleh DPDA.Meskipun demikian, inovasi yang dilakukan oleh
DPDA belum mampu meningkatkan kualitas pendidikan di dayah secara
efektif dan komprehensif. Hal ini dikarenakan inovasi yang dilakukan
hanya sebatas subtansial dan belum menyentuh aspek teknikal.
Dayah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan juga memiliki
tanggungjawab dalam berinovasi terhadap kurikulum yang telah
dirancang tetapi hal ini jarang dilakukan. Kesadaran dayah dalam
melakukan inovasi terhadap penyelenggaran pendidikan di dayah
sebagai upaya peningkatan kualitas belum disadari sepenuhnya. Lebih
lanjut, monotonitas dalam metode pembelajaran dan rendahnya
monitoring dan evaluasi terhadap dayah yang menyelenggarakan
pendidikan oleh DPDA, berakibat terhadap abainya sifat check and
balance untuk peningkatan kualitas. Inovas dalam penyelenggaran
_____________
3Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Islam Pesantren,(Jakarta: Inis, 1994)
4Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina 1997)
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
401
pembelajaran di dayah khusunya mata pelajaran fiqh merupakan
keharusan sebagai upaya peningkatan kualitas lulusan. Oleh karena itu,
untuk mengetahui perkembangan kualitas pembelajaran fiqh pada dayah
di Aceh secara konkrit pasca dibentuknya DPDA, peneliti berinisiatif
untuk melakukan peneilitian terkait di Kabupaten Aceh Besar dan
Kabupaten Pidie Jaya.
Tulisan ini didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan pada
Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie di Aceh Besar dan Dayah Darul Falah di
Pidie Jaya Provinsi Aceh. Letak kedua dayah tersebut berada di pusat
perkampungan yang berdekatan dengan permukiman masyarakat.
Pemilihan Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie di Aceh Besar dan Dayah
Darul Falah di Pidie Jaya sebagai subjekpenelitian didasarkan pada tiga
alasan. Pertama, pimpinan kedua dayah telah dikenal secara gemilang
kiprahnya sebagai Alim Ulama di Aceh. Kedua, keberadaan dayah
tersebut tercatat di Dinas Pendidikan Dayah Aceh (DPDA). Ketiga, kedua
dayah tersebut telah berkembang dan memiliki banyak santri dan
alumni.Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara.
Observasi dilakukan terhadap aktivitas pembelajaran di Dayah Darul
Ulum Abu Lueng Ie di Aceh Besar dan Dayah Darul Falah di Pidie Jaya,
termasuk observasi pada kelengkapan fasilitas seperti sarana dan
prasarana pendukung, majalah dinding dan stuktur organisasi dayah;
proses pembelajaran di balai pengajian bale beut, dan kitab-kitab yang
digunakan; kegiatan sehari-hari santri (students), termasuk aktivitas di
luar jam pelajaran, seperti kegiatan ibadah dan interaksi dengan warga.
Adapun wawancara dilakukan terhadap tokoh dayah, tengku, dan
santri. Beberapa informan kunci meliputi (1) pimpinan dayah atau
perwakilan yayasan yang setingkat wakil direktur dan memiliki otoritas
terkait pengambilan kebijakan di dayah; (2) tengku dayah, yang dipilih
karena kedudukannya sebagai ustad pengasuh dan pengajar di yang telah
mengabdi selama 5 tahun; (3) santri, pelajar yang sedang mengenyam
pendidikan di dayah minimal selama 5 tahun dan saat ini tetap berstatus
Penggunaan Media…
402
santri. Beberapa pertanyaan kunci yang didiskusikan meliputi (1)
kurikulum pembelajaran fiqh yang diterapkan oleh di Dayah Darul Ulum
Abu Lueng Ie di Aceh Besar dan Dayah Darul Falah di Pidie Jaya, (2)
efektivitas dan kendala dari model pembelajaran tersebut, dan (3) inovasi
kurikulum yang dilakukan dalam pembelajaran fiqh sebagai upaya
peningkatan kualitas. Setelah data terkumpul, peneliti melakukan
pemilahan dengan mengeliminasi data yang tidak relevan, kemudian
pada tahapan terakhir data dianalisis menggunakan metode dekriptif
dengan pendekatan kualitatif.
PEMBAHASAN
1. Pentingnya media pembelajaran
Perkembangan zaman yang serba cepat dalam berbagai lini
kehidupan turut berdampak terhadap dunia pendidikan. Tuntutan
terhadap dunia pendidikan agar mampu menyelenggarakan pendidikan
berdampingan dengan perkembangan zaman bukanlah hal baru. Salah
satu diantara tuntutan tersebut yaitu pemanfaatan media pembelajaran
untuk mendungkung proses pembelajaran yang efektif. Pembelajaran
yang efektif dapat dicapai melalui penggunaan metode dan media
pembelajaran yang tepat. Pengintegrasian media pembelajaran dalam
proses pembelajaran telah dilakukan sejak dulu sampai saat ini dan hasil
dari proses terserbut terbukti mampu meningkatkan efektivitas
pembelajaran.5
Media pembelajaran yang dapat diintegrasikan dalam proses
pembelajarn dapat dimulai dari model yang sederhanan sampai yang
berkaitan dengan teknologi dan informasi. Secara umum media
pembelajaran dapat dikelompokkan berdasarkan sifat terdiri atas media
visual, audio, audio-visual dan komputer.
_____________
5David Buckingham, “Media Education Goes Digital : An Introduction Media Education Goes Digital : An Introduction” 9884, no. May (2007).
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
403
Berbagai jenis media yang dapat digunakan dalam proses
komunikasi pembelajaran menurut Koyo Kartasurya seperti dikutip oleh
Arif Sadiman, dkk digolongkan menjadi empat jenis yaitu:
a. Media visual meliputi gambar, sketsa, diagram dan hal lainya yang
berupa visual.
b. Media dengar meliputi radio, magnetic, tape recorder, magnetic
sheet recorder, laboratorium bahasa.
c. Projected still media meliputi slide, film strip, over head projector,
micro film, micro projector.
d. Projected motion media, meliputi, film, televisi, closed circuit
television (CCTV), video tape recorder, komputer
Menurut Zakiah Dradjad yang dikutip oleh Ramayulis alat atau
jenis-jenis media ini dalam dua dikelompokkan yaitu:6
a. Alat pendidikan yang bersifat benda: media tulis, seperti buku,
benda-benda alam seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan
sebagainya, gambar-gambar yang dirancang seperti grafik, gambar-
gambar yang di proyeksikan, seperti video transparan, audio
recorder (alat untuk mendengar), seperti kaset, tape radio.
b. Alat media yang bukan bersifat benda: Keteladanan, perintah atau
larangan, anjaran dan hukuman.
Meskipun media pembelajarn memiliki beragam jenis, akan tetapi
tidak semua media tersebut dapat diterapkan dalam pembelajaran. lebih
lanjut, penggunaan media juga sangat tergantung pada jenis pendidikana
baik formal atau non formal. Dalam pendidikan non formal seperti dayah
salafiyah, media pembelajaran yang tidak bersifat benda lebih dominan
digunakan.7
_____________
6Darajat, Zakiah, 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
7Marhamah, “Pendidikan Dayah Dan Perkembangannya Di Aceh,” At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam , No. 1, Juni 2018 10 (2018): 71–92.
Penggunaan Media…
404
2. Efektivitas Media Pembelajaran
Pengembangan berbagai metode pembelajaran bertujuan untuk
meningkatkan efektivitas proses pembelajaran. Pembelajaran yang efektif
akan berdampak positif terhadap pemahaman siswa sehingga tujuan
pembelajaran yang dirancang tercapai. Dalam strategi pembelajaran
penggunaan media pembelajaran dan multi media tergolong signifikan.
Peran dari media pembelajaran yang terbukti dapat mengahadirkan
pembelajaran yang efektif telah dibuktikan dalam berbagai penelitian.8
Lebih lajut, Falahudin mengungkapkan penggunaan media juga
mempermudah dalam penyederhanaan materi pembelajaran.9
Pengintegrasian media pembelajaran dalam strategi pengajaran
memiliki berbagai kelebihan. Media pembelajaran mampu menghadirkan
pembelajaran yang lebih menarik dan menguraikan kompleksitas materi
pembelajaran. Setiap media pembelajaran mempunyai fungsi masing-
masing, menurut Nana Sudjana terdapat enam fungsi media pembelajaran
yaitu:10
a. Alat bantu untuk menghadirkan pembelajaran yang efektif.
b. Media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan
situasi mengajar.
c. Dalam pemakaian media harus melihat tujuan dan bahan pelajaran.
d. Media pengajaran berfungsi untuk meningkatkan fokus dan
perhatian siswa.
e. Mempercepat proses belajar mengajar serta dapat membantu siswa
dalam menangkap pengertian yang disamapaikan oleh guru.
f. Sebagai sarana peningkatan mutu pembelajaran.
_____________
8Buckingham and Buckingham, “Media Education Goes Digital : An Introduction Media Education Goes Digital : An Introduction.”
9Iwan Falahudin, “Pemanfaatan Media dalam Pembelajaran,” no. 4 (2014): 104–117.
10Udin Syaefuddin Saud, Inovasi Pendidikan, cet. 6, (Bandung: ALFABETA, 2013), hlm. 178.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
405
Esensi dari penggunaan media pembelajaran yaitu sebagai upaya
pemecahan masalah dalam dunia pendidikan untuk menemukan solusi
yang efektif dan efesien dalam peningkatan mutu pendidikan. Dalam
keadaan pembelajaran yang pasif media pembelajaran menjadi solusi
alternatif untuk menghadirkan pembelajaran yang efektif.11
3. Tantangan dalam Penggunaan Media Pembelajaran
Inovasi kurikulum sebagai wadah untuk mengembangkan potensi
dan pengetahuan murid membutuhkan instrumen atau metodologi
tertentu agar menghasilkan luaran yang bernilai ilmiah. Ketika output
dari pembelajaran menurun dan kualitas pendidikan rendah maka
upapaya peningkatan kualitas perlu dilakukan. Dalam upaya
peningkayan kapasitas perubahan yang perlu dilakukan dapat dimulai
dari pengintegrasian materi dalam media pembelajaran. Hal ini penting
karena media pembelajaran merupakan alat bantu dalam penyampain
materi. Media pembelajaran dapat diaplikasikan dalam berbagai materi.
Meskipun demikian, pemilihan media pembelajaran yang tepat dan sesuai
dengan materi dan karakterisktik siswa memiliki tantangan tersendiri.
Tantangan dalam memilih media pembelajaran dapat dibagi dalam
beberapa jenis: kesesuaian dengan materi, ketersedian alat pendukung
dan tujuan pembelajaran.12
Dalam penggunaan media pembelajaran menurut Wardani terikat
pada tiga asas pokok yaitu: asas filosofis, psikologis dan sosiologis.13
Pertama asas filosofis yang berkaitan terhadap nilai-nilai yang berlaku
pada masyarakat. Lebih lanjut, filsafat sebagai sistem nilai menjadi
sumber utama dalam merumuskan tujuan dan kebijakan pendidikan.
_____________
11Hamalik, Oemar, (2005). Inovasi Pendidikan : Perwujudannya dalam Sistem Pendidikan Nasional, YP. Permindo, Bandung.
12Darimi, Ismail. "Teknologi Informasi Dan Komunikasi Sebagai Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Efektif." Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi 1.2 (2017): 111-121.
13Wardani, I G. A.K. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Implementasinya: Makalah pada Penelitian Buku Ajar PGSD, Yogyakarta.
Penggunaan Media…
406
Kedua asas psikologis berhubungan dengan aspek kejiwaan dan
perkembangan peserta didik. Ketiga asas sosiologis berkaitan dengan
kebutuhan dan perkembangan dinamika sosial budaya masyarakat. Lebih
lanjut, Mulyasa menerangkan prinsip dalam strategi inovasi kurikulum
pendidikan juga harus mencakupi peningkatan keimanan, keseimbangan
etika, logika, etestika dan kinestetika.14
4. Pengintegrasian Media Pembelajaran di Dayah
Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie di Aceh Besar dan Dayah Darul
Falah di Pidie Jaya, telah proses pembelajarannya telah menerapkan
kurikulum pembelajaran. Kurikulum pembelajaran yang diterapkan oleh
kedua dayah tersebut merupakan kurikulum dayah tradisional yang
disusun oleh Dinas Pendidikan Dayah Aceh (DPDA) pada tahun 2008.
Dalam kurikulum ini telah terlampir beberapa jenis metode dan media
pembelajaran yang disarankan untuk diterapkan dalam pengajaran Fiqh.
“Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie dalam proses belajar dan
mengajar telah menerapakan kurikulum yang disusun oleh DPDA sejak
tahun 2010 dan kami menggunakan kitab-kitab yang disarankan”.15
“Dalam proses pembelajaran kami sudah menggunakan kurikulum yang
disarankan oleh DPDA dan kami telah mendapatkan sosialisasi terkait
media pembelajaran tersebut sejak tahun 2009”16
Berdasarkan keterangan dari narasumber, pembelajaran fiqh dalam
kurikulum yang disusun oleh DPDA terdapat pada semua tingkatan
kelas. Adapun tingkatan kelas di dayah tradisional di Aceh secara umum
berjumlah 9 tingkatan atau setara pendidikan A’liyah pada sekolah
formal. Lebih lanjut kurikulum fiqh yang digunakan oleh kedua dayah
dalam pembelajarannya. Sedangkan dalam proses pengajaran, metode
pembelajaran yang digunakan merupakan metode klasik. Metode klasik
_____________
14Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya..
15Wawancara, 10/2/ 2019, di Aceh Besar.
16Wawancara, 10/2/ 2019, di Pidie Jaya.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
407
dalam pembelajaran di dayah tradisional di Aceh merupakan metode
yang diajarkan secara turun-temurun.
Keterangan kedua narasumber menjelaskan beberapa metode
pembelajaran yang kerap dipraktikan yaitu wetonan, muzakarah dan
resitasi. Dalam keterangan lebih lanjut, kedua narasumber menerangkan .
Kurikulum tradisional tetap dipertahankan sebagai model pembelajaran
pelajaran agama melalui tiga metode yaitu wetonan merupakan metode
pembelajaran yang diterapkan pada tingkat awal. Muzakarah merupakan
model pembelajaran dengan sistim musyawarah untuk mendapatkan
kebenaran. Resitasi merupakan model pembelajaran yang
mengedepankan 70% peran santri. Ketiga metode pembelajaran tersebut
diimplementasikan melalui sistim halaqah.
Pada pola wetonan, seorang tengku terlibat langsung dalam proses
pembelajaran meskipun hanya pada tingkat tertentu. Model pembelajaran
Beut Pubeut pada tingkat tertentu hanya dilakukan oleh tengku. Pola
muzakarah merupakan pola pembelajaran dengan membagi santri
kedalam dua kelompok, pro dan kontra, untuk mendebatkan satu tema
yang telah disiapkan. Dalam prosesnya didampingin oleh satu atau dua
orang tengku yang bertindak sebagai hakim. Pola resitasi, diawali dengan
pemberian tugas pada santri untuk didiskusikan pada pertemuan
berikutnya. Dalam model ini yang diutamakan adalah pemecahan
masalah melalui diskusi antara santri dan tengku bahkan sampai terjadi
perdebatan antara tengku dan santri. Jika jawaban yang diperoleh belum
memuaskan maka jawabannya akan dicari dalam berbagai kitab dan
tengku bale.
Dalam pembelajaran fiqh pada semua tingkatan dayah sering
mempraktikan metode tersebut karena dianggap sesuai dan mudah untuk
diimplementasikan. Hal ini tersebut seperti yang dikemukan oleh masing-
masing narasumber seperti berikut ini.
“Dalam proses pembelajaran fiqh, kami (dayah tradisional) tetap
menggunakan metode pembelajaran seperti wetonan, resitasi dan
Penggunaan Media…
408
muzakrah karena dalam pembahasan fiqh banyak dalil-dalil yang perlu
pencerahan melalui kegiatan diskusi dan debat berdasarkan nash al-
qur’an dan hadist sebagai hujjah”.17 “Ilmu fiqh lebih mudah diajarkan
dengan pola pembelajaran klasik karena di dalam pembelajaran butuh
analisa yang merujuk pada dalil-dalil al-qur’an dan hadist”.18
Dalam proses pengajaran berdasarkan hasil pengamatan di kedua
dayah ditemukan media pembelajaran yang sederhana. Adapun media
pembelajaran tersebut berupa penggunaan papan tulis, spidol dan
flipchart pada ruang kelas dan balai-balai pengajian. Lebih lanjut, hasil
dalam wawancara dengan para narasumer kedua dayah menyatakana
mempunyai infokus dan beberapa komputer dalam laboratorium
komputer. Narasumber menyatakan dalam pengajaran menggunakan
metode reisitasi Tengku Dayah menggunakan flipchart untuk mencatat
point-point penting terkaiat pokok pembahasan, saran-saran dalam debat
dan intisari dari pembelajaran.
Disamping itu, keterangan dari narasumber Dayah Darul Ulum
Abu Lueng Ie menyatakan “kita juga menggunkan infocus dalam
pembelajaran fiqh pada materi tertentu yang diajarakan oleh pimpinan
dayah”.
5. Efektivitas Pengintegrasian Media Pembelajaran di dayah
Hasil wawancara mengungkap tigal hal terkait dengan efektivitas
penggunaan media pembelajaran dalam pembelajaran fiqh pada Dayah
Darul Ulum Abu Lueng Ie di Aceh Besar dan Dayah Darul Falah di Pidie
Jaya, yaitu: Pertama kedua dayah telah melakukan inovasi dalam
pembelajaran dengan menggunakan kurikulum dayah tradisional yang
digagas oleh DPDA pada tahun 2008. Sebelum dibentuknya DPDA kedua
dayah tidak menggunakan kurikulum tetapi proses pembelajaran dan
mata pelajaran yang diajarkan sesuai dengan arahan dari pimpinan
_____________
17Wawancara, 26/7/ 2019, di Aceh Besar.
18Wawancara, 27/7/ 2019, di Pidie Jaya.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
409
dayah. Model pembelajaran dan mata pelajaran yang diajarkan secara
umum memiliki kesamaan dengan beberapa dayah dalam wilayah yang
sama. Penerapan kurikulum dayah tradisional dimulai setelah adanya
intruksi dari DPDA untuk menerapakn kurikulum dayah tradisional
tahun 2008. Pasca instruksi tersebut kedua dayah mulai menerapakan
kurikulum yang standarisasinya berada dalam pengawasan DPDA. Hal
tersebut terungkap dalam cuplikan wawancara kedua narasumber seperti
berikut ini.
“Sekarang kami menggunakan kurikulum yang digagas badan
dayah pada tahun 2008, sebelumnya kami tidak menggunakan kurikulum
apapun.”19 “Prosese pembelajaran fiqh di dayah kami mengikuti arahan
dari pimpinan daya, untuk kurikulum sebelumnya sesuai dengan apa
yang diperintahkan Abu, tetapi sejak adanya kurikulum dari DPDA kami
mulai mengadopsinya di dayah”20
Kedua aspek dari perencanaan pembelajarn fiqh yang telah
dilakukan inovasi meliputi perumusan ulang tujuan pembelajaran,
relevansi pembelajaran dan sumber pembelajaran. Dalam perumusan
tujuan pembelajaran kedua dayah merumuskan tujuan pembelajaran
berlandaskan kebutuhan, tuntutan dan harapan. Oleh karena itu tujuan
dirumuskan dengan mempertimbangkan faktor-faktor masyarakat, santri
dan ilmu pengetahuan. Sebagaimana diungkapkan oleh Teungku
Noval Dayah Darul Ulum Aceh Besar: “Bahwa tujuan jangka
panjang inovasi kurikulum dayah yaitu santri menguasai kitab kuning,
jangka menengah santri tidak remedial dan jangka pendek santri bisa
diterima oleh masyarakat.”21 Untuk memperkuat hasil wawancara dengan
Teungku Noval, maka peneliti mewawancarai Teungku Arief dan
Teungku Rudi menyatakan bahwa: “Dalam Inovasi kurikulum harus
berorientasi pada tujuan dengan mempertimbangkan faktor masyarakat,
_____________
19Wawancara, 26/7/ 2019, di Aceh Besar.
20Wawancara, 27/7/ 2019, di Pidie Jaya.
21Wawancara, 26/7/ 2019, di Aceh Besar.
Penggunaan Media…
410
santri serta ilmu pengetahuan karena masyarakat mengharapkan santri
tidak canggung hidup di tengah-tengah masyarakat nantinya.”22
Untuk mendukung data tersebut, peneliti juga mewawancarai
Teungku Mahfud Dayah Darul Falah Pidie Jaya menyatakan bahwa:
“Dalam Inovasi kurikulum dayah perlu berorientasi pada tujuan, karena
dalam menyusun kurikulum harus mulai dari tujuan pembelajaran yang
harus dicapai.”23 Lebih lanjut, pada Dayah Darul Falah Pidie Jaya
Teungku Mahfud juga memperlihatkan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah disusun sebagai bagian dari inovasi yang
telah dilakukan.24
Ketiga inovasi dalam proses pembelajaran fiqh dengan
menggunkan metode pembelajaran aktif learning dan perangkat
pembelajaran yang memadai. Kedua dayah dalam melakukan inovasi
kurikulum fiqh juga mempertimbangkan relevansi antara komponen-
komponen kurikulum yaitu tujuan, materi, metode dan evaluasi
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Meskipun demikian
inovasi yang dilakukan masih berada pada tahap uji coba. Hal ini seperti
yang diungkapkan oleh kedua narasumber sebagai berikut.
“Tengku-tengku di dayah khususnya yang muda-muda sudah
mulai melakukan perencanaan pembelajaran dan penilaian”25 “sejauh ini
kita baru mulai menyusun perangkat pembelajaran secara umum dan
masih dalam masa percobaan”26
Dalam pembelajaran fiqh kedua dayah mulai menyertakan media
pembelajaran yang otentik sebagai bahan ajar seperti mengambil contoh-
contoh kasus yang diangakat oleh media baik cetak dan digital.
_____________
22Wawancara, 26/7/ 2019, di Aceh Besar.
23Wawancara, 27/7/ 2019, di Pidie Jaya.
24Wawancara, 27/7/ 2019, di Pidie Jaya.
25Wawancara, 26/7/ 2019, di Aceh Besar.
26Wawancara, 27/7/ 2019, di Pidie Jaya.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
411
6. Kendala dalam Pengintegrasian Media Pembelajaran di Dayah
Dayah Darul Ulum Aceh Besar dan Dayah Darul Falah Pidie Jaya
adalah adalah tempat pelaksanaan maupun penyelenggaraan pendidikan
Agama Islam yang berbasis kitab kuning. Kegiatan pokok yang perlu
ditegaskan dalam hal ini adalah adanya pembinaan potensi bagi santri
melalui pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan wawancara
dengan Pimpinan Dayah Darul Falah Pidie Jaya tentang kendala
pengintegrasian media pembelajaran dalam pengajran fiqh pada dayah
dikemukakan sebagai berikut:
“Proses pendidikan di Dayah Darul Falah Pidie Jaya berlangsung
secara terus menerus selama 24 jam dengan penekanan khusus pada
upaya tafaquh fiddin. Masalah-masalahnya antara lain yaitu masih
terbatasnya sarana dan prasarana dalam dayah untuk mendukung
kebutuhan penyelenggaraan pengajaran di dayah khususnya untuk
tujuan peningkatan mutu lulusan dayah.”27
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan di atas, dapat
diketahui tentang adanya kendala penggunaan media pembelajaran
dalam pembelajaran fiqh di dayah dalam meningkatkan kualitas
pendidikan dan peningkatan mutu dayah. Diantara kendala yang dialami
adalah masih terbatasnya sarana dan fasilitas yang dibutuhkan dalam
pembelajaran, seperti sarana tempat praktikum santri dan sarana
komputer. Lebih lanjut, kendala inovasi kurikulum fiqh di dayah dapat
diketahui adanya kendala dalam implementasi kurikulum dalam
pembelajaran di balai pengajian. Kendala tersebut diketahui yaitu
terbatasnya metode pembelajaran yang dipergunakan dimana guru
dayah. Dengan terbatasnya motode pembelajaran ini sehingga
pembelajaran fiqh tidak efektif. Keterbatasan metode menyebabkan guru
kurang mampu dalam mengefektifkan penggunaan metode-metode baru
_____________
27Wawancara, 27/7/ 2019, di Pidie Jaya.
Penggunaan Media…
412
dalam pelaksanaan pembelajaran tersebut sehingga guru dayah hanya
sebahagian saja memilih dan menerapkan model pembelajaran dalam
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar fiqh yang di laksanakan.
Berdasarkan wawancara dengan guru dayah Tengku Rudi terkait
kendala dalam penggunaan media pembelajaran dalam pengajran fiqh di
dayah dikemukakan sebagai berikut: “Dalam dalam pelaksanaan
pembelajaran di balai pengajian, tengku dayah dituntut mampu
melakukan mengaplikasikan model pembelajaran aktif learning, tetapi
karena jam pelajaran juga terdapat di malam hari hal ini sulit dilakukan.
Disamping itu, guru dayah juga mengalami beberapa hambatan yang
serius seperti keterbatasan dana, waktu serta tenaga dan sebagainya”.28
Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan di atas dapat dipahami
tentang adanya kendala inovasi pembelajaran fiqh di dayah. Adapun
kendala yang dikemukakan dalam pengintegrasian media pembelajaran
di dayah sebagaimana dijelaskan adalah masalah keterbatasan sarana dan
fasilitas yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan di dayah.
Dalam penyusunan program pendidikan atau pengitegrasian media
pemebalajaran berkaitan dengan masalah dan relevansinya dengan
tuntutan pembangunan dalam segala bidang baik materil dan non materil.
7. Pengintegrasian Media Pembelajaran di Dayah
Data-data dari Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie di Aceh Besar dan
Dayah Darul Falah di Pidie Jaya dalam pembelajaran fiqh telah
menggunakan media pembelajaran berdasarkan kurikulum dayah
tradisional tahun 2008 yang digagas oleh Dinas Pendidikan Dayah Aceh
(DPDA). Kedua dayah tersebut secara definif menyatakan telah
mendapatkan sosialisasi terkait penggunaan media pembelajaran dalam
pengajaran fiqh yang berstandarisasi DPDA. Hal ini menunjukkan kedua
dayah telah menerapakan pembelajaran yang terkoneksi dengan media
pembelajaran dalam pembelajaran fiqh. Meskipun demikian, metode
_____________
28Wawancara, 26/7/ 2019, di Aceh Besar
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
413
pembelajaran fiqh yang digunakan belum sepenuhnya mengacu pada
kurikulum yang berorientasi pada mastery learning. Hal terlihat pada
metode pembelajaran klasik yang masih dipertahankan dalam proses
pembelajaran oleh kedua dayah.
Pembelajaran menggunakan metode klasik belum sepenuhnya
mengadopsi model pembelajaran aktif. Meskipun demikian, para pihak
yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan di dayah meyakini
metode wetonan, muzakrah dan resitasi sebagai metode yang mampu
mengaktualisasikan teori-teori pembelajaran pada santri. Hal ini senada
dengan yang dikatan Ramayulis dimana tujuan dari kurikulum
pendidikan Islam sebagai aktualisasi nilai-nilai keislaman dalam
pembelajaran. Lebih lanjut, kedua dayah masih menggunakan kurikulum
tahun 2008 yang sejatinya kurikulum pendidikan dayah tradisional telah
melakukan penyempurnaan dengan diterbitkan kurikulum Pendidikan
Dayah Berdasarkan Peraturan Gubernur Aceh No. 47 Tahun 2010.
Pembaharuan tersebut disusun oleh tim ahli penyusunan Kurikulum dan
Pengembangan Silabus Dayah yang berjumlah 12 belas orang yang
digagas oleh subbid pembinaan kurikulum DPDA. Adapun unsur
tersebut terdiri dari kalangan pimpinan dayah di seluruh Aceh,
kurikulum dayah terbaru.
8. Efektivitas Pengintegrasian Media Pembelajaran di Dayah
Data hasil penelitian pada Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie di
Aceh Besar dan Dayah Darul Falah di Pidie Jaya, menunjukkan bahwa
pembelajaran fiqh telah mengalami inovasi. Inovasi pengajaran fiqh pada
kedua dayah dapat dilihat dari penerapan kurikulum tahun 2008 yang
digagas DPDA yang terintegrasi media pembelajaran. Hal ini sejalan
dengan tujuan penggunaan media pembelajaran yang yaitu terjadinya
Penggunaan Media…
414
proses pembelajaran dan perubahan tekni penyampaian materi yang
berorientasi pada pencapain tujuan pembelajaran29.
Dayah Darul Ulum Abu Lueng Ie dan Dayah Darul Falah telah
melakukan inovasi pembelajaran fiqh meliputi beberapa aspek dalam
skala kecil. Adapun aspek inovasi yang telah dilakukan meliputi
penyusunan ulang tujuan pembelajaran, perangkat pembelajaran seperti
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan materi pembelajaran. Hal
ini telah sesuai dengan tujuan penggunaan media pembelajaran yang
mengutamakan relevansi kegiatan pembelajaran secara menyeluruh.30
Meskipun demikian, jika ditinjau lebih lanjut proses penggunaan media
pembelajaran yang dilakukan oleh kedua dayah masih pada tahap
percobaan dan dalam skala pemenuhan kewajiban administratif
pembelajaran. Lebih lanjut, aktualisasi dari inovasi yang dilakukan belum
mampu meningkatkan mutu pembelajaran fiqh pada kedua dayah. Hal ini
senada dengan yang diungkapkan oleh kedua narasumber “penyusunan
RPP hanya dilakukan oleh sebagian tengku saja”.
Inovasi pembelajaran fiqh sejatinya dapat dilakukan secara
komprehensif meliputi keempat komponen kurikulum agar tujuan
peningkatan mutu pendidikan dapat dicapai. Meskipun demikian,
penggunaan media pembelajaran pada kedua dayah belum mecapai
tahapan tersebut. Lebih lanjut, peran DPDA dalam melakukan inovasi
pembelajaran fiqh pada dayah juga belum optimal karena dalam
penyempurnaan kurikulum dayah tradisional di Aceh hanya sebatas
penyetaraan mata pelajaran. Absennya inovasi komponen strategi
pembelajaran dan evaluasi turut berdampak terhadap penggunaan
metode klasik di kedua dayah dalam pembelajarannya fiqh. Akibatnya
mutu pendidikan dayah tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Hal ini
_____________
29Hamalik, Oemar, (2005). Inovasi Pendidikan: Perwujudannya dalam Sistem Pendidikan Nasional, Permindo, Bandung.
30Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
415
senada dengan yang diungkapkan oleh ahli dimana strategi pembelajaran
dan evaluasi merupakan komponen penentu dalam menilai kualitas
pembelajaran fiqh.31
9. Kendala dalam Pengintegrasian Media Pembelajaran di Dayah
Pengintegrasian media pembelajaran didesain agar siswa mampu
mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, baik affective, kognitif
dan psikomotorik. Dengan kata lain, kompetensi lulusan menjadi unsur
utama dalam desian model pembelajaran. Sukmadinata menjelaskan
bahwa penggunaan media pembelajaran merupakan cara sistematis untuk
mengoptimalkan kemampuan individu melalui pengintegrasian materi
pembelajaran dengan kondisi sosial masyarakat.32 Seperti halnya konsep
inovasi kurikulum yang dilaksanakan pada sekolah formal mengarah
pada pembentukan kecerdasan interpersonal dan intrapersonal pelajar.
Meskipun demikian, keberhasilan penggunaan media pembelajaran
dalam pendidikan turut dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dayah Darul
Ulum Abu Lueng Ie dan Dayah Darul Falah mengalami kendala internal
dan eksternal dalam pengintegrasian media pembelajaran. Pertama faktor
internal, secara internal kedua dayah merupakan lembaga pendidikan
swasta yang penyelenggaran pendidikan berada dalam pengawasan
internal yayasan dan kebijakan pimpinan. Lebih lanjut, sumber daya
manusia yang belum mumpuni dalam perencanaan inovasi kurikulum.
Pengalaman tengku dan pimpinan dayah yang tidak mengenyam
pendidikan tarbiyah turut berdampak terhadap inovasi kurikulum.
Disamping itu, urikulum dayah lebih banyak ditentukan oleh otoritas
pimpinan dayah. Bahkan, pada dayah tradisional tidak terdapat struktur
yang jelas terkait bidang peningkatan mutu dan pengembangan
kurikulum. Hal ini, menyebabkan ketidaksamaan kurikulum atau kitab-
_____________
31Mohammad Yazdi, Dosen Jurusan Matematika, and Universitas Tadulako, “E-LEARNING SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN” 2, no. 1 (2012): 143–152.
32Sukmadinata, Nana Syaodih, (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kesuma Karya.
Penggunaan Media…
416
kitab yang dijadikan standar dalam pengajaran. Hal ini senada dengan
pendapat para ahli dimana proses pembelajaran yang baik merujuk pada
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan.33
Kedua faktor eksternal yang meliputi dukungan sarana dan
prasarana. Kedua dayah berdasarkan amatan peneliti di lokasi belum
memiliki sarana yang memadai untuk menunjang pembelajaran yang
efektif. Proses pembelajaran mayoritas berlangsung pada balai-balai dan
minim ruang kelas seperti pada sekolah formal. Lebih lanjut, ketersedian
fasilitas pendukung pembelajara seperti laboratorium komputer dan
ruang multi media masih sangat minim. Sejalan dengan pendapat ahli
mutu pendidikan yang berkualitas berkaitan dengan ketersedian fasilitas
pembelajaran yang memadai.34 Meskipun demikian pembelajaran
menggunakan multi media sederhana sudah mulai diaplikasikan dalam
pembelajaran fiqh.
PENUTUP
Merujuk pada pembahasan di atas Proses pembelajaran fiqih di
dayah Darul Ulum Aceh Besar dan Darul Falah Pidie Jaya tergolong
sudah baik, dalam proses pembelajaran kedua dayah telah
mengintegrasiakn media pembelajaran dalam khusunya dalam
pembelajaran fiqh. Jenis media yang digunakan oleh kedua dayah juga
beragam, mulai media yang sederhana seperti papan tulis dan spidol
sampai pada penggunaan infocus. Meskipun demikian, pengintegrasian
media pemebelajaran dalam pengajaran fiqh masih berada pada tahap
percobaan karena mediapembelajaran merupakan hal baru dalam
pembelajaran di dayah tradisional. Disamping itu, keterbatasan
penggunaan media pembelajaran juga tidak terlepas dari peran fakto
internal dan eksternal yang mengingkat sehingga hal ini berdampak pada
_____________
33 Hamalik, Oemar, (2005). Inovasi Pendidikan : Perwujudannya dalam Sistem Pendidikan Nasional, YP. Permindo, Bandung.
34Silahuddin, “Budaya Akademik dalam Sistem Pendidikan”, hlm. 351-352
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
417
belum maksimalnya output pembelajaran fiqh pada dayah tradisional di
Aceh.
DAFTAR PUSTAKA
Buckingham, David. (2007) “Media Education Goes Digital : An Introduction Media Education Goes Digital : An Introduction” 9884, no. May.
Darajat, Zakiah, 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara
Darimi, Ismail. "Teknologi Informasi Dan Komunikasi Sebagai Media Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Efektif." Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi 1.2 (2017): 111-121.
Direktorat Jenderal Pembinaan kelembagaan Agama Islam, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta, proyek pembinaan prasarana dan sarana Perguruan tinggi Agama/ IAIN, 1985 Falahudin, Iwan. “Pemanfaatan Media Dalam Pembelajaran,” no. 4 (2014): 104–117.
Hamalik, Oemar, (2005). Inovasi Pendidikan: Perwujudannya dalam Sistem Pendidikan Nasional, YP. Permindo, Bandung.
Hasani Ahmad Said,”Meneguhkan Kembali Tradisi Pesantren di Nusantara”, Jurnal Ibda Vol.9 No. 2, Juli-Desember 2011)
Marhamah. “Pendidikan Dayah Dan Perkembangannya Di Aceh.” At-Ta’dib: Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam , No. 1, Juni 2018 10 (2018): 71–92.
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Islam Pesantren,(Jakarta: Inis, 1994)
Amiruddin, M. Hasbi. Menatap Masa Depan Dayah Di Aceh, cet.1, (Banda Aceh: Yayasan Pena, 2008)
Mulyasa, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Madjid, Nurcholish. Bilik-bilik Pesantren: Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta: Paramadina, 1997)
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Edisi Revisi, Cet. 8, (Jakarta: Kalam Mulia, 2010), hlm. 150.
Silahuddin, “Budaya Akademik dalam Sistem Pendidikan”, hlm. 351-352.
Subandijah. (1993). Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Penggunaan Media…
418
Sukmadinata, Nana Syaodih, (2004). Kurikulum dan Pembelajaran Kompetensi. Bandung: Yayasan Kesuma Karya.
Udin Syaefuddin Saud, Inovasi Pendidikan, cet. 6, (Bandung: ALFABETA, 2013), hlm. 178
Wardani, I G. A.K. (2004). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Apa, Mengapa, dan Bagaimana
Implementasinya: Makalah pada Penelitian Buku Ajar PGSD, Yogyakarta.
Yazdi, Mohammad, Dosen Jurusan Matematika, and Universitas Tadulako. “E-Learning Sebagai Media Pembelajaran” 2, no. 1 (2012): 143–152.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
419
http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.5303 MEMAHAMI KONSEP MAṢLAHAH IMAM AL-GAZALI DALAM PELAJARAN USUL FIKIH
Darul Faizin
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Indonesia email: [email protected]
Abstract
Maṣlahah is basically an expression of taking advantage and rejecting harm, but that is not what is meant by al-Gazali; according to him, taking benefits and rejecting harm is human‟s purpose, and human‟s good will be realized by achieving his goals. But what is meant by maṣlahah is protection the purpose of the Shari‟a (al-muhāfaẓah „ala maqsūdi asy-syarī‟ah). When dealing with texts (naṣ) maṣlahah is divided into three; 1) maṣlahah confirmed by the text (maṣlahah mu'tabarah), 2) maṣlahah was canceled by the text (maṣlahah mulgah), and 3) maṣlahah unconfirmed and not canceled by the text (maṣlahah mursalah). Maṣlahah mursalah when seen from the needs are divided into three levels; 1) primary level (ḍarūriyāt) in the form protection of religion (hifẓu ad-din), protection of life (hifẓu an-nafs), protection of mind (hifẓu al-„aql), protection of offspring (hifẓu an-nasl), and protection of property (hifẓu al-māl), 2) secondary level (hajiyāt), and 3) tertiary level (tahsīniyāt). Maṣlahah mursalah can be used as a argumentation for istimbāṭ by considering three characteristics, namely: maṣlahah is primary (ḍarūriyāt), certain (qath'iyyāt), and general (kulliyāt). According to al-Gazali, the purpose of the Shari‟a (maqāsid asy-syarī‟ah) can be known through the Qur‟an, Sunnah and consensus (ijma‟). Then every maṣlahah that does not protection the purpose of the Shari‟a which is understood from the Qur‟an, Sunnah, and consensus (ijma') is a strange maṣlahah (maṣlahah gharībah), that is, a maṣlahah that is not in line with the Shari‟a action, then the maṣlahah cannot be made into the argumentation of legal deduction (istimbāṭ). maṣlahah that is not in line with the actions of the Shari'a, then the maṣlahah cannot be used as a legal ijtihad argument (istimbāṭ).
Keywords: al-Gazali; maṣlahah; istimbāṭ.
Abstrak
Maṣlahah pada dasarnya adalah ungkapan dari mengambil manfaat dan menolak mudarat, tetapi bukan itu yang dimaksud oleh al-Gazali; menurutnya mengambil manfaat dan menolak mudarat adalah tujuan manusia, dan kebaikan manusia akan terwujud dengan meraih tujuannya.
Memahami Konsep…
420
Tetapi yang dimaksud dengan maṣlahah ialah memelihara tujuan syariat (al-muhāfaẓah „ala maqsūdi asy-syarī‟ah). Ketika berhadapan dengan teks (naṣ) maṣlahah terbagi tiga; 1) maṣlahah yang dikonfirmasi oleh teks (maṣlahah mu‟tabarah), 2) maṣlahah yang dibatalkan oleh teks (maṣlahah mulgah), dan 3) maṣlahah yang tidak dikonfirmasi dan tidak dibatalkan oleh teks (maṣlahah mursalah). Maṣlahah mursalah jika dilihat dari kebutuhannya terbagi atas tiga level; 1) level primer (ḍarūriyāt) berupa penjagaan terhadap agama (hifẓu ad-dīn), jiwa (hifẓu an-nafs), akal (hifẓu al-„aql), keturunan (hifẓu an-nasl), serta properti (hifẓu al-māl), 2) level sekunder (hajiyāt), dan 3) level tersier (tahsīniyāt). Maṣlahah mursalah dapat dijadikan dalil istimbāṭ dengan mempertimbangkan tiga sifat, yakni maṣlahah bersifat primer (ḍarūriyāt), pasti (qath‟iyyāt), dan umum (kulliyāt). Menurut al-Gazali, tujuan syariat (maqāsid asy-syarī‟ah) dapat diketahui melalui al-Qur‟an, Sunnah dan kosensus (ijma‟). Maka Setiap maṣlahah yang tidak memelihara tujuan syariat (maqāsid asy-syarī‟ah) yang difahami dari al-Qur‟an, Sunnah, dan kosensus (ijma‟) merupakan maṣlahah yang aneh (maṣlahah gharībah), yaitu maṣlahah yang tidak sejalan dengan tindakan syariat, maka maṣlahah tersebut tidak dapat dijadikan dalil ijtihad hukum (istimbāṭ).
Kata Kunci: al-Gazali; maṣlahah; istimbāṭ.
PENDAHULUAN
Sebuah gagasan dalam mendefinisikan maṣlahah sebagai
metodologi yang sah dalam menemukan hukum (istimbāṭ) datang dari
seorang ahli fikih Syafi‟i yang berteologi Asy‟ari, Muhammad al-Gazali
(w. 505 H). Murid al-Juwayni atau yang terkenal dengan Imam Haramain
(w. 478 H) itu memiliki karya intelektual yang berdampak luas pada masa
Islam abad pertengahan, dan pemikiran hukumnya tetap berpengaruh
hingga hari ini. Dia telah mendiskusikan konsep maṣlahah menjadi sebuah
sistem teori hukum yang sistematis, dan lebih koheren daripada
pemikiran ahli fikih sebelumnya.1 Meski tidak bisa dipungkiri bahwa
konsep maṣlahah yang disistematiskannya merupakan gagasan dari
gurunya al-Juwayni. Maka bisa dikatakan bahwa gagasan maṣlahah
sebagai metodologi penemuan hukum (istimbāṭ) digagas oleh al-Juwayni.
Namun al-Juwayni dalam karyanya al-Burhān mengistilahkan dengan
istidlāl.2
_____________
1Falicitas Opwis, Maslaha and The Purpose of The Law; Islamic Discours on Legal Cange From The 4th/10th to 8th/14th Century (Leiden: Brill, 2010), hlm. 65.
2Al-Juwayni, al-Burhān fi Uṣūl al-Fiqh (Beirut: Dār al-Jail, 1411 H/ 1991 M), Juz II, hlm. 161.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
421
Al-Gazali sangat berperan penting dalam memformulasikan
konsep maṣlahah sebagai metodologi penemuan hukum (istimbāṭ) yang
valid. Dalam dua karyanya tentang ilmu usul fikih, Shifā‟ al-Galīl fī Bayāni
asy-Syubhi wa al-mukhīl wa masālik at-Ta‟līl dan al-Mustaṣfa min „Ilmi al-
Uṣūl,3 dia membicarakan secara rinci (tafsīl) tentang mendapatkan
keputusan hukum (istimbāṭ) dengan maṣlahah yang tidak secara langsung
berlabuh pada sumber-sumber hukum Islam (naṣ dan ijma‟). Dalam Shifā‟
al-Galīl, al-Gazali membahas konsep maṣlahah sebagai kriteria untuk
mengidentifikasi rasio legis („illah) dari suatu produk hukum, bukan
maṣlahah sebagai sebuah metodologi penemuan hukum (istimbāṭ) yang
independen, dalam arti maṣlahah berpijak pada prosedur analogi (qiyas).
Disini peran dari maṣlahah adalah untuk mencari kesesuaian (munāsabah)4
sebagai kriteria untuk mengidentifikasi rasio legis („illah) dari sebuah
produk hukum.
Berbeda dalam al-Mustaṣfa, al-Gazali memperlakukan maṣlahah di
bawah judul istiṣlāh, di mana kondisinya untuk menerima maṣlahah
sebagai rasio legis (illah) lebih ketat daripada dalam karya sebelumnya,
Shifā‟ al-Galīl. Hal ini dikarenakan cara penetapan maṣlahah yang berbeda
dalam kedua metodologi tersebut. Dimana Maṣlahah yang terdapat pada
metodologi analogi (qiyas) bersumber dari dalil yang spesifik, sedangkan
maṣlahah pada metodologi maṣlahah mursalah tidak ada dalil secara spesifik
_____________
3Di antara sejumlah karya Al-Ghazali dalam bidang ushul fiqh, al-Mustasfa dipandang sebagai salah satu dari buku induk yang menjadi rujukan kitab-kitab ushul al-fiqh Syafi‟iyyah yang dikarang pada masa-masa berikutnya. Perhatian para ulama terhadap al-Mustasfa cukup besar. Hal ini ditandai dengan adanya upaya para ulama untuk mensyarah kitab tersebut, di samping ada pula yang meringkasnya dalam suatu buku dan memberikan catatan-catatan penting.
4Munāsabah secara etimologi artinya malā‟im, yang berarti cocok, yang pantas, baik, harmonis, dan tepat. Sedangkan secara terminologi didefinisikan sebagai penetapan rasio legis („illah) berdasarkan kebaikan, yang pantas, dan mencocoki, namun tidak memiliki teks (nash) sebagai sandarannya. Lihat asy-Syaukāniy, Irsyādu al-Fuhūl ila Tahqīqi al-Haq min „Ilmi al-Uṣūl (Riyaḍ: Dār al-Faḍīlah, 1421 H/ 2000 H), hlm. 892
Memahami Konsep…
422
yang menjelaskannya.5 Sehingga diperlukan sebuah kajian untuk
menjelaskan bagaimana konsep maṣlahah mursalah ini dioperasikan
sebagai metodologi istimbāṭ.
PEMBAHASAN
1. Konsep Maṣlahah al-Gazali
Dalam Lisānu al-„Arab, kata “maṣlahah” diartikan sebagai “shalāh”,
dan maksud kata “shalāh” adalah “ḍiddu al-fasād” yaitu kebaikan, yang
merupakan antonim dari kata kerusakan.6 Sedangkan dalam al-Munawwir
diartikan sebagai “fā‟idah” yang berarti faedah, kepentingan, kemanfaatan,
dan kemaslahatan.7 Sedangkan maṣlahah yang dimaksud oleh al-Gazali
adalah penjagaan terhadap tujuan syariat (al-muhāfaẓah „ala maqsūdi asy-
syar‟i). Hal ini sebagaimana yang dia katakan dalam al-Mustaṣfa: 8
الدصلحة فهي عبارة في الأصل عن جلب منفعة أو دفع مضرة، ولسنا نعني بو ذلك، فإن جلب الدنفعة ودفع الدضرة مقاصد الخلق وصلاح الخلق في تحصيل مقاصدىم، لكنا نعني بالدصلحة المحافظة
على مقصود الشرع.
Hal senada juga diungkapkan dalam Shifā‟ al-Galīl, 9 namun
ungkapan pemeliharan tujuan syariat diungkapkan dengan “ri‟āyah al-
maqāṣid”.
_____________
5Ahmad Munif Suratmaputra, Filsafat Hukum Islam al-Ghazali: Maslahah Mursalah & Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2018), hlm. 117.
6Ibnu Manżūr, Lisānu al-„Arab (Tp: Dār al-Ma‟ārif, tt), IV: 2479. Lihat kata “صلح”.
7A.W. Munawwir, Arab-Indonesia Terlengkap (Surabaya: Pustaka Progessif, 1997), hlm. 789. Lihat “صلح”.
8Muhammad al-Gazali, al-Mustaṣfa min „Ilmi al-Uṣūl (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1413 H/ 1993 M), hlm. 174.
9Muhammad al-Gazali, Shifā‟ al-Galīl fi Bayāni asy-Syubhi wa al-mukhīl wa masālik at-Ta‟līl (Bagdad: Maktaba‟ah al-Irsyād, 1971 M), hlm. 159.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
423
الحاوية لذا أن الدناسبة ترجع إلى رعاية أمر مقصود، أما والعبارةالدقصود فينقسم إلى ديني وإلى دنيوي، وجميع أنواع الدناسبات ترجع
رعاية الدقاصد.إلى Sejalan dengan kecenderungan Asy‟ariyah terhadap theistic
subjetivisme,10 al-Gazali menolak gagasan bahwa maṣlahah dan mafsadah
dapat ditentukan oleh kecerdasan manusia. Meskipun al-Gazali
memahami bahwa maṣlahah sebagai kesejahteraan manusia di duniat-
akhirat. Dia berpendapat bahwa penilaian (estimation) seseorang terhadap
suatu tindakan, pasti didorong oleh tujuannya (garaḍ) dan
kecenderungannya (mayl). Oleh karena itu, satu-satunya standar yang
tidak berhubungan dengan segala bentuk kepentingan pribadi dan
berlaku untuk kepentingan seluruh manusia harus berasal dari luar
manusia, yaitu dari Tuhan. Karena itu, hanya dari sumber yang
diungkapkan oleh Ilahi (waḥy) yang berupa teks (naṣ) yang memberitahu
kepada manusia mana maṣlahah dan mana mafsadah kepada mereka.11
Sebab itu, Al-Gazali membedakan tiga jenis maṣlahah ketika
dihadapkan dengan teks (naṣ), yaitu:12
a. Maṣlahah mu‟tabarah, yaitu maṣlahah yang dibenarkan oleh teks (naṣ).
Maṣlahah ini dapat dijadikan hujjah dan kesimpulannya kembali
kepada prosedur analogi (qiyas), yaitu mengambil hukum dari
semangat teks (naṣ) dan kosensus (ijmā‟) untuk mencapai putusan
terhadap masalah baru. Misalnya: setiap minuman dan makanan
yang memabukkan adalah haram dianalogikan kepada khamr, sebab
khamr diharamkan untuk menjaga intelektual (hifẓ al-aql). Disini al-
Gazali menggunakan maṣlahah sebagai rasio legis („illah) untuk
menganalogikan semua makanan dan minuman yang memabukkan
menjadi terlarang.
_____________
10Aliran yang menyatakan bahwa individu bisa mengendalikan diri mereka sendiri berdasarkan kehendak mereka sendiri.
11Opwis, Maslaha, hlm. 68-69.
12Al-Gazali, al-Mustaṣfa, hlm. 173-174.
Memahami Konsep…
424
b. Maṣlahah mulgah, yaitu maṣlahah yang dibatalkan oleh teks (naṣ).
Misalnya: Pendapat seorang ahli fikih kepada seorang raja ketika dia
melakukan hubungan suami-istri di siang hari Ramadan dengan
mewajibkan raja tersebut berpuasa selama dua bulan berturut-turut
agar memberikan efek jera. Menurut al-Gazali, ini adalah pendapat
yang batil, karena kemaslahatannya telah dibatalkan oleh teks (naṣ),
dimana teks (naṣ) menyatakan; bagi orang yang melakukan
hubungan suami-istri di siang hari Ramadan wajib memerdekan
budak, jika tidak mampu maka berpuasa dua bulan berturut-turut,
dan jika tidak mampu maka memberi makan 60 orang miskin.13
Menurut al-Gazali, jika memberlakukan maṣlahah mulgah akan
merubah semua ketentuan-ketentuan hukum dalam Islam, hanya
karena disebabkan perbedaan kondisi dan situasi.
c. Maṣlahah mursalah, yaitu maṣlahah yang tidak dibenarkan dan tidak
pula dibatalkan oleh teks (naṣ). Maksudnya, maṣlahah yang tidak ada
teks spesifik yang membenarkan atau membatalkannya. Menurut al-
Gazali, maṣlahah mursalah inilah yang perlu untuk didiskusikan.
Maṣlahah mursalah tersebut dibagi oleh al-Gazali dalam tiga level,
yaitu; ada maṣlahah pada level primer (ḍarūriyāt), ada maṣlahah pada level
_____________
13Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata, “Suatu hari kami duduk-duduk di dekat Nabi SAW, kemudian datanglah seorang pria menghadapnya. Lalu pria tersebut mengatakan, “Wahai Rasulullah, celaka aku.” Nabi SAW berkata, “Apa yang terjadi padamu?” Pria tadi lantas menjawab, “Aku telah menyetubuhi istri, padahal aku sedang puasa.” Kemudian Rasulullah SAW bertanya, “Apakah engkau memiliki seorang budak yang dapat engkau merdekakan?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas Nabi SAW bertanya lagi, “Apakah engkau mampu berpuasa dua bulan berturut-turut?” Pria tadi menjawab, “Tidak”. Lantas beliau SAW bertanya lagi, “Apakah engkau dapat memberi makan kepada 60 orang miskin?” Pria tadi juga menjawab, “Tidak”. Abu Hurairah berkata, Nabi SAW lantas diam. Tatkala kami dalam kondisi demikian, ada yang memberi hadiah satu wadah kurma kepada Nabi SAW. Kemudian Nabi SAW berkata,“Di mana orang yang bertanya tadi?” Pria tersebut lantas menjawab, “Ya, aku.” Kemudian Nabi SAW mengatakan, “Ambillah dan bersedakahlah dengannya.” Kemudian pria tadi mengatakan, “Apakah akan aku berikan kepada orang yang lebih miskin dariku, wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada yang lebih miskin di ujung timur hingga ujung barat kota Madinah dari keluargaku. ” Nabi SAW lalu tersenyum sampai terlihat gigi taringnya. Kemudian berkata, “Berilah makanan tersebut pada keluargamu.” Lihat Muhammad al-Bukhāri, Ṣāḥīh al-Bukhāriy (Tp: Dār Thūqi an-Najāh, 1422 H), Juz III, hlm. 32. No. Hadis 1936, Kitāb ash-Shaum, Bāb Iżā Jāma‟a fi Ramaḍān wa lam Yakun Lahu Syay‟, fataṣaddaqa „alaih falyakfir.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
425
sekunder (hajiyāt), dan ada maṣlahah pada level tersier (tahsīniyāt). Pada
setiap level memiliki komplement yang menyempurnakannya.14
a. Maṣlahah Ḍarūriyāt
Maṣlahah ini merupakan maṣlahah yang kehidupan manusia
tergantung padanya, baik itu perkara dunia maupun akhirat. Jika maṣlahah
ini tidak terpenuhi maka akan terjadi kekacauan dan ketidakseimbangan
dalam kehidupan manusia di dunia, tersebar kerusakan, hilang
kenikmatan abadi, dan di akhirat akan mendapatkan azab.15 Maṣlahah ini
berfungsi menjaga lima prinsip fundamental tujuan syariat (aḍ-ḍarūrāt al-
khamsah), yaitu memelihara agama (hifẓu ad-dīn), memelihara kehidupan
(hifẓu an-nafs), memelihara intelektual (hifẓu al-„aql), memelihara keturunan
(hifẓu an-nasl), dan memelihara properti (hifẓu al-māl). Sedangkan apapun
yang merusak kelima prinsip fundamental ini merupakan
masfsadah/kerusakan yang harus dihilangkan, dan menghilangkan
mafsadah termasuk maṣlahah. Hal ini sebagaimana dikatakan al-Gazali
dalam al-Mustaṣfa:16
الخلق خمسة: وىو أن يحفظ عليهم دينهم منومقصود الشرع ونفسهم وعقلهم ونسلهم ومالذم، فكل ما يتضمن حفظ ىذه الأصول الخمسة فهو مصلحة، وكل ما يفوت ىذه الأصول فهو مفسدة ودفعها مصلحة ... وىذه الأصول الخمسة حفظها واقع
في رتبة الضرورات، فهي أقوى الدراتب في الدصالح.
Adapun contoh aplikasi kelima prinsip fundamental tersebut dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Hifẓu ad-dīn, seperti keputusan syariat untuk membunuh orang
kafir yang menyesatkan dan memberi hukuman kepada pembuat
_____________
14Al-Gazali, al-Mustaṣfa, hlm. 174-175.
15Wahbah az-Zuhailiy, Uṣūl al-Fiqh al-Islāmiy (Damaskus: Dār al-Fikr, 1406 H/ 1986 M), Juz II, hlm. 1020.
16Al-Gazali, al-Mustaṣfa, hlm. 174.
Memahami Konsep…
426
bid‟ah yang mengajak orang lain untuk mengikuti bid‟ahnya,
sebab hal ini apabila dibiarkan akan merusak agama.
2) Hifẓu an-nafs, seperti keputusan syariat mewajibkan hukum
kisas (menuntut balas atas suatu pembunuhan), sebab dengan
hukuman ini jiwa manusia akan terpelihara.
3) Hifẓu al-„aql, seperti kewajiban hadd bagi peminum khamr, karena
didalamnya terdapat pemeliharaan akal, dimana akal merupakan
sebab taklīf.
4) Hifẓu an-nasl, seperti kewajiban hadd bagi pelaku zina, karena
dengan hukuman ini akan terjaga keturunan dan nasab.
5) Hifẓu al-māl, seperti kewajiban memberi hukuman kepada para
penjarah dan pencuri, sebab dengan sanksi ini harta benda yang
menjadi sumber kehidupan manusia itu akan terpelihara.
Dengan menjaga kelima prinsip fundamental tersebut akan
seimbang tatanan kehidupan manusia, secara komunitas maupun
individu, baik dalam urusan dunia maupun akhirat. Al-Qur‟an telah
memberikan isyarat terhadap kelima prinsip fundamental di atas; 17
إذا جاءك الدؤمنات يبايعنك على أن لا يشركن بالله النبييا أيها شيئا ولا يسرقن ولا يزنين ولا يقتلن أولادىن ولا يأتين ببهتان يفترينو بين أيديهن وأرجلهن ولا يعصينك في معروف فبايعهن
واستغفر لذن الله إن الله غفور رحيم.b. Maṣlahah Hajiyāt
Maṣlahah ini merupakan maṣlahah yang dibutuhkan oleh setiap
manusia untuk memudahkan urusan (taisīr), dan menghilangkan
kesulitan (raf‟u al-harj). Jika maṣlahah ini tidak terpenuhi, kehidupan tidak
akan terjadi kekacauan/kerusakan sebagaimana pada level pertama, akan
tetapi manusia akan mendapatkan kesukaran (masyaqqah) dan kesulitan
(harj). Maka syariat datang untuk menghilangkan kedua hal tersebut agar
_____________
17 Q.S. Al-Mumtahanah (60): 12.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
427
kehidupan manusia menjadi mudah dan ringan.18 Hal ini sebagaimana
ditegaskan oleh Allah SWT dalam al-Qur‟an: 19
ولا يريد بكم العسر.يريد الله بكم اليسر Contoh maṣlahah level ini, dalam ibadah; syariat memberikan dispensasi
(rukhṣah) dalam meringkas salat (qaṣr), menjamak salat, membatal puasa bagi
musafir dan orang sakit, salat dalam keadaan duduk ketika tidak mampu berdiri,
tidak wajib salat bagi wanita haid dan nifas, dan kebolehan mengusap sepatu bagi
orang musafir dan orang yang baru datang. Dalam muamalat; syariat
membolehkan kontrak untuk merealisasikan jual beli dan perdagangan. Dalam
tindak pidana; syariat memberikan hak kepada wali korban pembunuhan untuk
memaafkan dalam hukuman (qiṣās), kewajiban kerabat dekat untuk menanggung
denda (diyah), gugurnya hadd karena syubhat dan sebagainya.20
Dalam level ini, al-Gazali menjelaskan sebagai berikut: 21
الرتبة الثانية: ما يقع في رتبة الحاجات من الدصالح والدناسبات، غيرة والصغير، فذلك لا ضرورة إليو كتسليط الولي على تزويج الص
الدصالح. اقتناء لكنو محتاج إليو فيNamun al-Gazali tidak menjelaskan dengan rinci yang dia maksud
dengan maṣlahah hajiyāt. Hanya sebatas memberikan contoh kasus yang
menduduki level kedua ini, yaitu pemberian wewenang kepada wali
untuk menikahkan anaknya yang masih kecil, baik laki-laki maupun
perempuan. Menurutnya, hal ini tidak sampai pada level ḍarūriyāt, tetapi
diperlukan untuk memperoleh kemaslahatan, agar mudah dan tidak
sukar.
c. Maṣlahah Tahsiniyāt
Maṣlahah tahsiniyāt menduduki level terakhir dari ketiga level
maṣlahah yang disebutkan oleh al-Gazali. Dia mengatakan: 22
_____________
18Az-Zuhailiy, Uṣūl al-Fiqh, Juz II, hlm. 1022.
19Q.S. Al-Baqarah (2): 185.
20Az-Zuhailiy, Uṣūl al-Fiqh, Juz II, hlm. 1022-1023.
21Al-Gazali, al-Mustaṣfa, hlm. 175.
22Al-Gazali, al-Mustaṣfa, hlm. 175.
Memahami Konsep…
428
: ما لا يرجع إلى ضرورة ولا إلى حاجة ولكن يقع موقع الثالثةالرتبة التحسين والتزيين والتيسير للمزايا والدزائد ورعاية أحسن الدناىج في
العادات والدعاملات.
Maṣlahah pada level ini menempati posisi
memperbagus/peningkatan (tahsīn), perhiasan/ornamen (tazyīn), dan
mempermudah (taisīr) untuk memperoleh keistimewaan, nilai tambah,
dan memelihara etika yang baik dalam kehidupan sehari-hari dalam
bermuamalat. Definisi lain dari maṣlahah ini adalah maṣlahah yang dapat
menjaga marwah manusia, seperti berakhlak dengan akhlak yang baik
dalam setiap kebiasan (ādāt). Apabila maṣlahah ini tidak terpenuhi, maka
tidak akan terganggu sistem kehidupan manusia sebagaimana pada level
ḍarūriyāt. Demikian juga tidak akan terjadi kesukaran (masyaqqah) dan
kesulitan (harj) dalam kehidupan komunitas masyarakat dan individu
sebagaimana pada level hajiyāt. 23
Contoh maṣlahah level ini, dalam kebiasaan („ādāt); syariat
mengajarkan etika tata cara makan dan minum, tidak boros/berlebihan
dalam makanan dan minuman. Dalam Muamalat; syariat melarang jual
beli najis dan sesuatu yang menjatuhkan pada kebinasaan, larangan
membeli barang yang telah dibeli orang lain, larangan mengkhitbah
perempuan yang telah dikhitbah orang lain, dan perintah berlaku baik
kepada istri. Dalam hukum pidana; larangan menganiaya dalam
membunuh, serta larangan membunuh perempuan, anak kecil, orang tua
dan pendeta dalam peperangan.24
2. Prosedur Berdalil dengan Maṣlahah
Menghindari penyalahgunan yang sewenang-wenang dalam
interpretasi maṣlahah, al-Gazali membatasi penggunaan maṣlahah hajiyāt
dan maṣlahah tahsiniyāt. Kedua maṣlahah ini harus didukung oleh teks (naṣ),
kecuali maṣlahah hajiyāt yang berlaku sebagaimana ḍaruriyat, seperti
_____________
23Az-Zuhailiy, Uṣūl al-Fiqh, Juz II, hlm. 1022-1023.
24Az-Zuhailiy, Uṣūl al-Fiqh..., hlm. 1023-1024.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
429
memberikan kekuasaan kepada wali untuk mendidik anak yang masih
kecil, merawatnya, membelikan pakaian dan makanan kepadanya. 25
Menurut al-Gazali jika hanya menetapkan suatu hukum tanpa bersandar
pada teks (naṣ) hanya mengikuti pendapat akal (ra‟yu) belaka.
Adapun contoh hipotesis keputusan dengan maṣlahah-mursalah
yang dapat dijadikan dalil/ pertimbangan penetapan hukum Islam
sekalipun tidak ada dalil spesifik yang memperkuatnya, al-Gazali
memberikan sebuah skenario; orang kafir yang menjadikan sekelompok
tawanan muslim sebagai perisai. Bila tidak menyerang mereka, mereka
akan menyerang kita, akan masuk ke negeri kita, dan akan membunuh
semua kaum muslimin. Kalau kita menyerang tawanan yang menjadi
perisai itu agar bisa menembus musuh, berarti kita membunuh muslim
yang tidak berdosa lagi terpelihara jiwanya. Hal ini tidak diketahui
dalilnya dalam syariat.
Memelihara semua umat Islam itu lebih mendekati kepada tujuan
syariat (maqāsid asy-syarī‟ah). Karena secara pasti (qath‟iy) kita mengetahui
bahwa tujuan syariat adalah memperkecil angka pembunuhan. Hal ini
dilakukan berdasarkan pertimbangan maṣlahah yang diketahui secara pasti
(qath‟iy) bahwa maṣlahah itu menjadi tujuan syariat, bukan berdasarkan
suatu dalil yang spesifik, tetapi berdasarkan beberapa dalil yang tidak
terhitung. Maṣlahah ini dapat dijadikan dalil penemuan hukum (istimbāṭ)
dengan mempertimbangkan tiga sifat, yakni maṣlahah bersifat primer
(ḍarūriyāt), bersifat pasti (qath‟iyyāt), dan bersifat umum (kulliyāt). 26
Menurut al-Gazali, tujuan syariat (maqāsid asy-syarī‟ah) diketahui
melalui al-Qur‟an, Sunnah dan kosensus (ijma‟). Maka setiap maṣlahah
yang tidak berfungsi untuk memelihara tujuan syariat yang difahami dari
al-Qur‟an, Sunnah, dan kosensus (ijma‟) merupakan maṣlahah yang aneh
(gharībah), yaitu maṣlahah yang tidak sejalan dengan tindakan
syariat, maka maṣlahah tersebut tidak dapat dijadikan dalil penemuan
_____________
25Al-Gazali, al-Mustaṣfa, hlm. 175.
26Al-Gazali, al-Mustaṣfa, hlm. 175-176.
Memahami Konsep…
430
hukum (istimbāṭ). Al-Gazali beranggapan, orang yang berdalil dengan
maṣlahah gharībah berarti dia telah membuat syariat baru, karena dianggap
menetapkan hukum berdasarkan nafsunya, seperti orang yang
menetapkan hukum berdasarkan istihsān. 27
Penjelasan di atas dapat diketahui bagaimana kehati-hatian al-
Gazali dalam menjadikan maṣlahah mursalah sebagai metodologi istimbāṭ
hukum, sehingga tidak terbuka peluang bagi para pengikut hawa nafsu
untuk menolak ketentuan hukum dalam Islam dengan mengatasnamakan
maṣlahah. Oleh karena itu dia membuat tiga syarat yang harus terpenuhi
agar bisa berdalil dengan maṣlahah mursalah, sebagaimana berikut: 28
a. Maṣlahah harus bersifat nyata dan diketahui hakikatnya (maṣlahah
haqiqiyyah), tidak boleh bersandar pada maṣlahah yang diilusikan,
khayalan, dan tidak nyata (maṣlahah wahamiyyah). Maksudnya, suatu
keputusan hukum yang disandarkan pada maṣlahah harus benar-
benar nyata mendatangkan manfaat atau menolak mudarat. Contoh
maṣlahah haqiqiyyah; pembolehan menulis hadis-hadis Nabi SAW,
dan pengumpulan al-Qur‟an dalam satu mushab. Sedangkan contoh
maṣlahah wahamiyyah; pencabutan hak suami menalak istrinya, dan
memindahkan hak talak kepada hakim dalam semua keadaan.
b. Maṣlahah harus bersifat umum (maṣlahah „ammah), tidak boleh
bersandar pada maṣlahah perorangan/kelompok kecil (maṣlahah
syakhṣiyyah). Maksudnya, suatu keputusan hukum harus benar-benar
nyata mendatangkan manfaat bagi masyarakat umum/mayoritas
atau menolak mudarat dari mereka. Contoh maṣlahah „ammah:
menjaga pertahanan negara, dan menjaga kota Mekah dan Madinah
agar tidak dikuasai musuh. Sedangkan contoh maṣlahah syakhṣiyyah;
memutuskan suatu perkara demi kemaslahatan penguasa/investor
dengan mengabaikan kemaslahatan rakyat.
_____________
27Al-Gazali, al-Mustaṣfa, hlm. 179.
28Abdul Wahab Khalaf, „Ilmu Uṣūl al-Fiqh ( Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1437 H/ 2016 M), hlm. 64-65.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
431
c. Maṣlahah tidak menyalahi teks (naṣ) dan kosensus (ijma‟).
Maksudnya, suatu keputusan hukum yang bersandar pada maṣlahah
tidak boleh bertentangan dengan al-Qur‟an, Sunnah dan kosensus
(ijma‟). Maṣlahah ini disebut dengan maṣlahah mulgah, seperti;
menyamakan pembagian waris antara anak laki-laki dengan
perempuan, melegalkan khamr, prostititusi, riba, membuka aurat,
dan menolak hudud. Semua yang dianggap memberikan maṣlahah
tetapi menyalahi aturan al-Qur‟an, Sunnah dan kosensus (ijma‟)
tidak dapat dijadikan dalil istimbāṭ.
Adapun jika terjadi pergulatan antara maṣlahah dan mafsadah dalam
suatu kasus, al-Gazali lebih memprioritaskan maṣlahah yang lebih besar
atau mafsadah yang lebih kecil. Sebagai contoh, al-Gazali menolak
pandangan Imam Malik bin Anas (w. 179 H) yang membolehkan
memukul pencuri agar mengaku terhadap perbuatannya. Menurut al-
Gazali, tidak memukulnya lebih kecil mafsadahnya (membebaskan)
daripada menghukum orang yang tidak bersalah. 29
3. Kehujjahan Maṣlahah
Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam penetapan hukum Islam
ada dalil yang disepakati keabsahannya sebagai sumber hukum dan ada
dalil yang diperselisihkan keabsahannya. Adapun dalil yang disepakati
keabsahannya adalah al-Qur‟an, Sunnah, kosensus (ijma‟), dan analogi
(qiyas). Artinya seorang ahli hukum dalam mencari ketetapan hukum
harus melalui keempat prosedur di atas. Apabila suatu permasalahan
ternyata ada ketetapan hukumnya dalam al-Qur‟an, maka dia berdalil
dengannya. Jika tidak ditemukan dalam al-Quran maka dia mencari di
dalam Sunnah, apabila ada maka dia berdalil dengan Sunnah tersebut.
Jika tidak ada dalam Sunnah dia mencari kosensus (ijma‟) para ulama di
suatu masa, lalu berhukum dengan kosensus tersebut. Jika ternyata tidak
ada kosensus maka dia berhukum dengan analogi (qiyas), yaitu
_____________
29Al-Gazali, al-Mustaṣfa, hlm. 176.
Memahami Konsep…
432
menganalogikan suatu permasalahan yang tidak ada teks (naṣ) spesifiknya
kepada permasalahan yang miliki teks yang spesifik.30
Keempat dalil di atas disepakati oleh para ulama Uṣūl
keabsahannya sebagai dalil istimbāṭ. Hal ini bersandar pada firman Allah
SWT: 31
يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر سول.منكم فإن تنازعتم في شيء فردوه إلى الله والر
Perintah mentaati Allah dan Rasul merupakan perintah untuk
berdalil dengan al-Qur‟an dan Sunnah. Adapun perintah mentati ulil amr
adalah perintah untuk mengikuti setiap perkara yang telah disepakati
oleh para ahli ijtihad (mujtahid),32 karena mereka merupakan orang yang
berhak dalam menentukan hukum syariat. Sedangkan perintah
mengembalikan setiap perkara yang diperselisihkan kepada Allah dan
Rasul-Nya ialah perintahkan untuk mengikuti analogi (qiyas), karena
analogi dipahami sebagai menyamakan sesuatu yang tidak memiliki teks
(naṣ) kepada sesuatu yang memiliki teks.33
Adapun dalil yang tidak disepakati keabsahaannya sebagai dalil
istimbāṭ oleh para ulama Uṣūl ada enam,34 salah satunya adalah maṣlahah
mursalah. Asy-Syaukāni (w. 1250 H) menyebutkan bahwa ahli fikih dalam
menanggapi maṣlahah sebagai dalil istimbāṭ terbagi atas empat mazhab: 35
a. Menolak secara mutlak, ini merupakan pendapat mayoritas ulama.
b. Menerima secara mutlak, ini adalah riwayat dari Malik bin Anas (w.
179 H). Akan tetapi mayoritas para ulama Malikiyah
_____________
30Wahab Khalaf, „Ilmu Uṣūl, hlm. 15.
31Q.S. An-Nisā‟ (4): 59.
32Maksud ulil amr dalam ayat adalah ahli ijtihad (mujtahid). Lihat an-Nawawi al-Jawi, Marāhu Labīd li kasyfi ma‟na al-Qur‟ān al-Majīd (Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1434 H/ 2013 M), Juz I, hlm. 204-205.
33Wahab Khalaf, „Ilmu Uṣūl, hlm. 15.
34Keenam hal tersebut adalah; istihsān, maṣlahah mursalah, istiṣhāb, „urf, mażhab ṣahābiy, dan syar‟u man qablanā.
35Asy-Syaukāniy, Irsyādu al-Fuhūl, hlm. 990-992.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
433
mengingkarinya, termasuk al-Qurṭubiy (w. 671 H). Menurut al-
Āmidi (w. 631 H) dalam al-Ihkām, Imam Malik hanya menerima
maṣlahah yang bersifat primer (ḍarūriyāt), pasti (qath‟iyāt), dan umum
(kulliyāt) sebagai dalil yang sah dalam istimbāṭ.36
c. Membolehkan berdalil dengan maṣlahah mursalah dengan syarat
harus sesuai dengan dalil dasar yang umum, atau sesuai dengan
maṣlahah mu‟tabarah yang didukung oleh teks (naṣ). Dalam hal ini,
maṣlahah mursalah dipakai sebagai asas kesesuaian (munāsabah) dalam
analogi (qiyas). Ini adalah pendapat asy-Syāfi‟i (w. 204) dan
mayoritas ahli fikih Hanafi.37
d. Membolehkan berdalil dengan maṣlahah mursalah yang bersifat
primer (ḍarūriyāt), pasti (qath‟iyāt), dan umum (kulliyāt). Jika salah
satu dari tiga sifat ini tidak ada, maka maṣlahah tersebut tidak dapat
dijadikan dalil. Ini merupakan pendapat al-Gazali, yang diikuti oleh
al-Baiḍawi. Ini juga pendapat Malik bin Anas menurut al-Āmidi.
Menurut ahli usul fikih kontemporer, Muhammad Abu Zahrah (w.
1395 H), maṣlahah dalam fikih Islam merupakan suatu metodologi istimbāṭ
yang diakui keabsahannya. Dia menjelaskan, maṣlahah harus dijadikan
pertimbangan dalam putusan hukum (istimbāṭ) selama maṣlahah tersebut
tidak ditetapkan berdasarkan hawa nafsu, dan tidak bertentangan dengan
teks (naṣ). Baginya maṣlahah merupakan dasar (Uṣūl) dalam mencari
putusan hukum (istimbāṭ), sebuah metodologi untuk mengetahui hukum
syariat, dan tidak berarti menolak teks (naṣ) yang pasti (qath‟iy). Dalam
pandangan Abu Zahrah, maṣlahah tidak dapat dijadikan dalil hukum jika
suatu perkara tersebut memiliki teks (naṣ) yang pasti (qath‟iy), sanad yang
pasti, dan maksud (dilālah) yang pasti.
Adapun jika ada suatu hukum yang bersumber dari teks (naṣ) yang
bersifat asumsi (ẓanni), baik dari segi sanad maupun maksudnya,
_____________
36Al-Āmidi, al-Ihkām fi Uṣūl al-Ahkām (Beirut: Dār an-Nahḍah al-„Ilmiyyah, 1985 M), hlm. 394.
37Al-Juwayni, al-Burhān, Juz III, hlm. 161.
Memahami Konsep…
434
sedangkan maṣlahah bersifat pasti (qat‟iy) maka maṣlahah dapat
mengkhususkan teks (naṣ) itu apabila teks bersifat umum, dan maṣlahah
dapat menolak hadis ahad38 jika keduanya terdapat pertentangan. Karena
kedua-duanya merupakan dalil, salah satunya pasti (qath‟iy), yang lainnya
tidak. Sedangkan dalam fikih, sesuatu yang pasti (qath‟iy) dapat
mengkhususkan yang tidak pasti (ẓanniy) atau menolaknya jika
bertentangan.39
Meskipun begitu, tidak bisa dipungkiri, sebagian ahli fikih menolak
maṣlahah sebagai suatu metodologi istimbāṭ hukum dengan anggapan
bahwa penetapan hukum berdasarkan maṣlahah akan membuka celah bagi
para pengikut hawa nafsu, baik dari penguasa, mufti dan lainnya untuk
memberikan fatwa menurut keinginan hawa nafsunya dengan
mengatasnamakan maṣlahah. Sebab maṣlahah merupakan perkara yang
dikira-kirakan oleh manusia, tentunya setiap orang akan berbeda dalam
memahami maṣlahah itu sendiri. Maka hal ini akan membuka pintu
kerusakan, karena boleh jadi manusia akan menganggap sesuatu itu
maṣlahah tetapi hakikatnya adalah kerusakan (mafsadah). 40 Namun hal ini
bisa dijawab dengan gagasan al-Gazali, dimana maṣlahah yang dimaksud
bukanlah maṣlahah yang dikehendaki oleh manusia, melainkan masalah
yang diinginkan oleh syari‟at, yaitu mewujudkan tujuan syariat (maqāsid
asy-syarī‟ah). Kemudian maṣlahah yang dijadikan dalil istimbāṭ harus
memenuhi tiga sifat, yaitu bersifat nyata (qaṭ‟iyyāt), umum (kulliyāt) dan
tidak boleh bertentangan dengan teks (naṣ). Dari sini dapat diketahui,
bahwa ahli fikih belum ada kesepahaman dalam memahami maṣlahah
sehingga melahirkan perbedaan pendapat tentang kehujjahannya.
_____________
38Hadis ahad secara etimologi adalah hadis yang diriwayatkan oleh satu orang saja. Adapun secara terminologi adalah hadis yang diriwayatkan satu perawi atau lebih dalam satu tingkatan (ṭabaqah) namun tidak sampai derajat mutawatir. Lihat Mahmūd aṭ-Ṭahhan, Taisīru Muṣṭalaḥ al-Hadīṡ (Riyād: Maktabah al-Ma‟ārif, 1431 H/ 2010 M), hlm. 27.
39Abu Zahrah, Uṣūl al-Fiqh (Tp: Dar al-Fikr al-„Arabiy, tt), hlm. 283, 287.
40Wahab Khalaf, „Ilmu Uṣūl, hlm. 66.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
435
PENUTUP
Gagasan al-Gazali mengenai maṣlahah merupakan sebuah gagasan
yang moderat dalam memahami maṣlahah sebagai metodologi istimbāṭ. Hal
ini dikarenakan dalam proses penggunan maṣlahah memiliki prosedur
yang harus dipenuhi oleh ahli fikih dalam memutuskan suatu perkara.
Maka sepatutnya bagi para ahli fikih untuk memahami prosedur berdalil
dengan menggunakan maslaṣhah agar tidak memahami permasalahan
berdasarkan hawa nafsunya semata-mata. Apalagi sampai menolak teks
(naṣ), dan kosensus (ijma‟) dengan beralasan pada kemaslahatan. Karena
hakikat dari maṣlahah tidak akan bertentangan dengan teks (naṣ).41 Jika ada
yang berkata, “Dimana ada kemaslahatan disitu ada syari‟at Allah,” demikian
juga dia harus berkata, “Dimana ada syari‟at Allah disana terdapat
kemaslahatan.” Namun akal manusia yang terbatas untuk memahami
maṣlahah sehingga menganggapnya sebagai maṣlahah yang bersifat
partikular, individual, lokal, materil, dan duniawi. Padahal syari‟at
memandang maṣlahah secara komprehensif, partikular-global, individual-
sosial, lokal-universal, materil-spiritual, dan duniawi-ukhrawi.
DAFTAR PUSTAKA
Āmidi. 1985. al-, al-Ihkām fi Uṣūl al-Ahkām. Beirut: Dār an-Nahḍah al-„Ilmiyyah.
Bukhāri, Muhammad al-. 1422 H. Ṣāḥīh al-Bukhāriy, Tp: Dār Thūqi an-Najāh.
Gazali, Muhammad al-. 1413 H/1993 M. al-Mustaṣfa min „Ilmi al-Uṣūl, Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah.
Gazali, Muhammad al-. 1971 M. Shifā‟ al-Galīl fi Bayāni asy-Syubhi wa al-mukhīl wa masālik at-Ta‟līl, Bagdad: Maktaba‟ah al-Irsyād.
Jawi, an-Nawawi al-. 1434 H/2013 M. Marāhu Labīd li kasyfi ma‟na al-Qur‟ān al-Majīd, Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah.
Juwayni, al-. 1411 H/1991 M. al-Burhān fi Uṣūl al-Fiqh, Beirut: Dār al-Jail.
_____________
41Yūsuf al-Qaraḍāwi, Dirāsatun fi Fiqhi Maqāsidi asy-Syarī‟ah baina al-Maqāsid al-Kulliyah an-Nuṣūṣ al-Juz‟iyyah (Kairo: Dār asy-Syurūq, 2008 M), hlm. 129.
Memahami Konsep…
436
Khalaf, Abdul Wahab. 1437 H/2016 M. „Ilmu Uṣūl al-Fiqh, Beirut: Dār al-Kutub al-„Ilmiyyah.
Manżūr, Ibnu. tt. Lisānu al-„Arab, tp: Dār al-Ma‟ārif.
Munawwir A.W. 1997. Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya: Pustaka Progessif.
Opwis, Falicitas. 2010. Maslaha and The Purpose of The Law; Islamic Discours on Legal Cange From The 4th/10th to 8th/14th Century, Leiden: Brill.
Qaraḍāwi, Yūsuf al-. 2008. Dirāsatun fi Fiqhi Maqāsidi asy-Syarī‟ah baina al-Maqāsid al-Kulliyah an-Nuṣūṣ al-Juz‟iyyah, Kairo: Dār asy-Syurūq.
Suratmaputra, Ahmad Munif. 2018. Filsafat Hukum Islam al-Ghazali: Maslahah Mursalah & Relevansinya dengan Pembaharuan Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus.
Syaukāniy, asy-. 1421 H/2000 H. Irsyādu al-Fuhūl ila Tahqīqi al-Haq min „Ilmi al-Uṣūl, Riyaḍ: Dār al-Faḍīlah.
Ṭahhan, Mahmūd aṭ-. 1431 H/2010 M. Taisīru Muṣṭalaḥ al-Hadīṡ, Riyād: Maktabah al-Ma‟ārif.
Zahrah, Abu. tt. Uṣūl al-Fiqh. tp: Dar al-Fikr al-„Arabiy.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 Desember 2019
437
http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.4126 KOMPETENSI PROFESSIONAL GURU QUR’AN HADITS DI MTsN 8 PIDIE
Juairiah Umar
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia email: [email protected]
Abstrak
Kompetensi professional adalah kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi profosional guru Qur‟an Hadits adalah mengembangkan perencanaan baik tujuan, isi bahan pelajaran, metode, dan teknik serta penilaian merupakan unsur-unsur utama yang secara minimal harus ada dalam setiap pelaksanaan pembelajaran. Pertanyaan penelitian adalah adakah hubungan kompetensi professional guru qur‟an hadits dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran di MTsN Pidie. Penelitian kualitatif ini data dikumpulkan melalui Observasi, wawancara, angket dan dokumentasi. Data dianalisis melalui deskriptif analitis, untuk angket dianalisis dengan menggunakan Rating Scala, jumlah responden10, item juga 10 untuk kompetensi professional guru Q.H. 85% mendekati “selalu”, untuk Perencanaan 10 responden,item 10, hasilnya 74% mendekati cukup baik, sedangkan Pelaksanaan responden 10, item 13, hasilnya 82% mendekati sangat baik, berarti kompetensi profosional guru Q.H erat kaitanya dengan RPP dan Pelaksanaan pembelajaran.
Kata Kunci: kompetensi; professional; guru; qur‟an hadits; mtsn 8 pidie.
PENDAHULUAN
Kompetensi adalah kumpulan pengetahuan, perilaku, dan
keterampilan yang harus dimiliki guru untuk mencapai tujuan
pembelajaran dan pendidikan, serta belajar mandiri dengan
memanfaatkan sumber belajar. Jejen Musfah menjelaskan Kompetensi
Kompetensi Profesional…
438
guru merupakan perpaduan antara kemampuan personal, keilmuan,
tehnologi, social, dan spiritual secara kaffah membentuk kompetensi
standard profesi guru, yang mencakup penguasaan materi, pemahaman
terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan
pribadi dan profesionalitas1
Istilah profesi adalah suatu jenis pekerjaan yang berkaitan dengan
(keahlian, ketrampilan, dan teknik) semakin ahli seseorang semakin
professional pekerjaannya, profesi juga harus memiliki suatu keahlian
(skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan
kompetensi (pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) secara khusus yang
diperoleh dari pendidikan akademisi dan akademis, profesi adalah suatu
pekerjaan yang didasarkan pada bidang keahlian (spesialis) dan latihan,
yang bertujuan melayani orang lain (peserta didik) yang
membutuhkannya.2
Guru merupakan faktor penting dalam penyelenggaraan pendidikan
di sekolah, baik itu ditingkat pendidikan kanak-kanak, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Seorang guru harus memiliki hubungan
kompetensi propesional guru dengan perencanaan dan proses
pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut dalam UU no.14 tahun 2005 bab
II pasal 2 ayat 1 menyatakan: “guru mempunyai kedudukan sebagai
tenaga propesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikanan anak usia dini pada jalur pendidikan formal
yang dianggkat dengan sesuai perundang-undangan”. Profesional berarti
melakukan sesuatu sebagai pekerjaan pokok bukan sebagai pengisi waktu
luang atau hobi belaka. Dengan demikian, penyaminan mutu guru perlu
dilakukan dari waktu kewaktu demi terselengaranya layanan
pembelajaran yang berkualitas, serta menjadikan guru sebagai
profesiaonal dalam bidangnya.
_____________
1Jejen Musfah, Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui pelatihan dan sumber belajar Teori
dan Praktek. (Jakarta: Kencana.2011), hlm 27
2Siti Suwadah Rimang, Meraih Predikat Guru dan Dosen Peripurna, (Bandung,
ALFABETA, 2011), hlm 19-21
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 Desember 2019
439
Menurut badan standar nasional pendidikan kompetensi profesional
adalah kemampuan penguasan materi pembelajaran secara meluas dan
mendalam yang meliputi: a) konsep, struktur, dan metode keilmuan /
teknologi/seni/koheren dengan materi ajar, b) materi ajar yang ada dalam
kurikulum sekolah, c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait, d)
penerapan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari, e) kompetensi
propesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan
budaya nasional.
Guru yang profesional mampu memotivasi siswa untuk
mengoptimalkan potensinya dalam kerangka pencapaian standar
pendidikan yang ditetapkan. Kompetensi profesional menurut Usman
(2006) meliputi: 1) penguasaan landasan kependidikan, dalam kompetensi
ini termasuk: penguasaan landasan dalam kependidikan, mengetahui
fungsi sekilas dalam masyarakat, mengenal prinsip-prinsip psikologi
pendidikan. 2) menguasai bahan pengajaran, 3) kemampuan menyusun
program pengajaran, 4) kemapuan menyusun prangkat penilaian hasil
belajar dari proses pembelajaran.3 Berdasar Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No 19 Th 2005 dalam pasal 20 dinyatakan bahwa,
perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan RPP yang memuat
sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode
pengajaran, sumber belajar dan penilaian hasil belajar.4
Berpijak pada latar belakang di atas maka untuk melihat hubungan
kompetensi profesional guru Qur‟an Hadist dengan perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran di Madrasah Tsanawiyah Pidie, peneliti perlu
meneliti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Pelaksanaan
Kegiatan Pembelajaran (PKP). Oleh karenanya dalam penelitian ini
peneliti merumuskan permasalahan.
_____________
3Syaiful Sanggala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung:
ALFABETA, 2013. hlm 39-41
4Mawardi dkk, Pembelajaran Mikro (Panduan Praktis Perkuliahan Micro Teaching) IDC
LPTK Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2013, hlm 84
Kompetensi Profesional…
440
Adakah hubungan kompetensi professional Guru Qur‟an Hadist
dengan perencanaan pembelajaran di MTsN Pidie? Adakah hubungan
kompetensi professional Guru Qur‟an Hadist dengan Pelaksanaan
Pembelajaran di MTsN Pidie? Seberapa tinggi tingkat hubungan
kompetensi professional Guru Qur‟an Hadist dengan perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran di MTs N Pidie?
Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui adakah
hubungan kompetensi professional Guru Qur‟an Hadist dengan
perencanaan di MTsN Pidie. 2) Untuk mengetahui adakah hubungan
kompetesi professional Guru Qur‟an Hadist dengan Pelaksanaan
Pembelajaran di MTsN Pidie. 3) Untuk mengetahui seberapa tinggi
tingkat hubungan kompetensi professional Guru Qur‟an Hadist dengan
Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran di MTsN Pidie?
Dari penelitian tersebut diharapkan terdapat hubungan kompetensi
professional Guru Qur‟an Hadist dengan perencanaan dan pelakasaan
kegiatan pembelajaran khusunya di MTsN Pidie, sehingga hasil penelitian
tersebut dapat memberikan sumbangan baru dalam bidang kompetensi
professional dalam menguasai materi, mengembangkan materi pelajaran
yang diampu secara kreatif, mengembangkan keprofesionalan dengan
melakukan tindakan reflektif, memanfaatkan tehnologi informasi. Guna
untuk meningkatkan pendidikan Indonesia.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kuantitatif. Metode kuantitatif disebut sebagai metode positivistik karena
berlandaskan pada filsafat potisivisme. Metode ini sebagai metode
ilmiah/scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu
konkrit/empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode
kuantitatif juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini
dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 Desember 2019
441
disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka
dan anlisis menggunakan statistik5.
Metode kualitatif lebih menekankan pada analisis kata-kata daripada
angka, dan dengan melaporkan secara mendetail pandangan informan
yang sedang diinvestigasi. Penelitian kualitatif menginvestigasikan
pemahaman tentang apa, bagaimana, kapan, dan dimana sebuah perilaku
dalam upaya menjelaskan makna, konsep definisi, karakteristik, serta
gambaran yang gamblang. Metode penelitian kualitatif didefinisikan
sebagai suatu pendekatan atau penelusuran untuk mengeksplorasi dan
memahami suatu gejala sentral.6
Penelitian kualitatif memiliki beberapa ciri; peneliti fokus pada
konteks dan makna terhadap fenomena dalam setting yang asli tanpa
rekayasa, peneliti adalah instrumen utama untuk meneliti dan
mengumpulkan data, pelaporan hasil penelitian lebih banyak
menggunakan kata atau gambar dari pada data numerik, dan
menggunakanan analisis induktif.7 Penelitian ini menggunakan metode
kualitatif karena jenis metode ini akan menjawab tujuan penelitian yaitu
untuk mengetahui pandangan.
Penelitian kuantitatif dalam memandang realitas, gejala, atau obyek
yang diteliti sebagai sesuatu yang kongkrit, dapat diamati dengan panca
indera, dapat dikategorikan menurut jenis,bentuk, warna dan prilaku,
tidak berubah, dapat diukur dan diverivikasi. Dengan demikian dalam
penelitian kuantitatif, peneliti dapat menentukan hanya beberapa variable
saja dari obyek yang diteliti, dan kemudian dapat membuat instrument
untuk mengukurnya.8 Penelitian ini menggunakan pendekatan
_____________
5Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D
(Bandung.Alfabeta, 2012), hal. 13
6J.R. Raco, Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan Keunggulannya.
(Jakarta: Grasindo, 2013), hal. 7. 7Asep Saipul Hamdi dan E. Bahrudin, Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi dalam
Pendidikan, (Yogyakarta: Deepublish, 2014), hal. 9.
8Sugiono, Metode penelitian Pendidikan…hal. 17
Kompetensi Profesional…
442
kuantitatif, karena pendekatan ini akan menggunakan kuesioner sebagai
tehnik pengumpulan data,maka peneliti kuantitatif hampir tidak
mengenal siapa yang diteliti atau responden yang memberikan data.
Adapun Lokasi penelitian ini adalah Madrasah Tsanawiyah 8
Kabupaten Pidie. Penelitian ini berbentuk penelitian kuantitatif. Maka
untuk mendapatkan data kuantitatif, subjek penelitian yang direncanakan
adalah Guru Qur‟an Hadist MTsN 8 Kab Pidie. Sumber data pada
penelitian ini diperoleh dari guru-guru Qur‟an Hadist yang mengajar di
MTsN Delima Kab Pidie. Data yang diperoleh dari mereka melalui
Kuesioner,Observasi dan wawancara terstruktur , merupakan data primer
adalah Kuesioner untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam
rumusan masalah.
Teknik pengumpulan data merupakan prosedur atau cara yang
digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan.
Penelitian ini menggunakan kuesioner, pedoman observasi dan
Wawancara terstruktur untuk memperoleh data.Data yang telah
terkumpul selanjutnya dianalisis. Analisis diarahkan untuk menjawab
rumusan masalah dan pengujian hipotesis yang diajukan. Dalam
penelitian kuantitatif analisis data menggunakan statistik. Statistik yang
digunakan dapat berupa statistik deskriptif dan inferensial/induktif.9
Dalam penelitian kuantitatif, tehnik analisis data yang digunakan
sudah jelas, jaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dan
menguji hipotesis diperoleh dari hasil Kuesioner, Observasi dan
Wawancara terstruktur kemudian dilakukan pentranskripsian data. Data
hasil analisis selanjutnya disajikan dandiberikan pembahasan.Penyajian
data menggunakan table, table distribusi frekuensi. Pembahasan terhadap
hasil penelitian merupakan penjelasan yang mendalam dan interprestasi
terhadap data-data yang telah disajikan. Setelah hasil penelitian diberikan
pembahasan, maka selanjutnya dapat disimpulkan.
_____________
9Sugiono.Metode Penelitian Pendidikan…. Hal. 51
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 Desember 2019
443
PEMBAHASAN
A. Kompetensi Profesional Guru Qur’an Hadist di MTsN Kab.Pidie
Untuk mendeteksi sejauh mana guru telah memiliki sesuatu kegiatan
terencana yang mengkondisikan atau merangsang siswa agar bisa belajar
dengan baik sehingga tercapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
membuat persiapan pembelajaran seorang guru dituntut mampu
merencanakan proses belajar mengajar dengan baik, melaksanakan dan
memimpin/ mengelola proses belajar mengajar dengan baik, menguasai/
mempersiapkan materi ajar dengan baik dan tidak boleh mengabaikan
menilai kemajuan proses belajar mengajar dengan baik.
1. Perencanaan Pembelajaran Qur‟an Hadist di MTsN Kab.Pidie
Dalam membuat persiapan pembelajaran guru Qur‟an Hadist kompeten
merancang dan mempersiapkan materi dengan baik, mempersiapkan media
dan sumber belajar, serta metode-metode yang yang tepat sesuai dengan
materi yang akan diajarkan. Guru Qur‟an Hadist MTsN Kab Pidie
menyatakan, perencanaan pembelajaran dengan penetapan langkah-langkah
dalam proses belajar mengajar merupakan langkah awal pembelajaran aktif,
untuk melihat yang profesionalkah Guru Qur‟an Hadist dalam perencanaan
dan pelaksanaan pembelajaran didasari pada langkah-lagkah operasional
yang telah diatur dengan baik dan terencana. Begitu juga halnya dalam
pengolaan materi, didukung oleh buku paket perindividu, didukung oleh
buku-buku bacaan yang relefan, modul dan sumber-sumber lainnya.
Sehingga aktifitas dan kebutuhan belajar siswa dapat tertata dengan baik.10
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru-guru Qur‟an Hadist
peneliti mendapatkan bahwa perencanaan pembelajaran Qur‟an Hadistdi
MTsN 5, 6, 8, 13 Kab. Pidie sesuai dengan kurikulum yang diterapkan pada
Madrasah Tsanawiyah. Namun, peneliti mendapatkan bahwa jarang
membuat persiapan rencana program pembelajaran terhadap materi yang
_____________
10Hasil wawancara dengan Guru Qur’an Hadist MTsN 8 pada tanggal 22, 26, Agustus 2017.
Kompetensi Profesional…
444
dibelajarkan, pembuatan RPP hanya dilakukan pada saat tertentu saja.
Berpedoman kepada Buku Guru.11
Untuk mengetahui bagaimana hubungan Kompetensi Profesional Guru
Qur‟an Hadist dengan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dan
Pelaksanaannya di MTsN Kab Pidie kelas VIII(delapan) dapat dilihat pada
hasil dokumentasi MTsN Kab Pidie yang peneliti lampirkan.
RPP yang berhasil didokumentasikan tersebut kemudian dianalisis
kelengkapan komponen RPPnya. Komponen kelengkapan RPP yang telah
disusun oleh Guru Qur‟an Hadist dipadukan dengan standar proses
peraturan pemerintah No. 41 tahun 2007. Sebagian besar data yang
ditemukan peneliti sudah sesuai dengan standar, namun ada beberapa poin
saja yang kurang sesuai dengan standar proses, yakni komponen materi ajar
yang ada di RPP belum nampak dalam kegiatan pembelajaran.
Kompetensi professional guru Qur‟an Hadist sudah sesuai dengan
standar permendiknas No.16 Tahun 2007. Secara kontinum dapat dibuat
kategori sebagai berikut:
100 200 300 400
341
Instrumen ini digunakan sebagai angket dan diberikan kepada 10
responden, maka sebelum dianalisis, data dapat ditabulasikan.
Jumlah skor kriterium (bila setiap butir mendapat skor tertinggi) =
4 x 10 x 10 = 400. Untuk ini skor tertinggi tiap butir = 4, jumlah butir = 10
dan jumlah responden = 10. Jumlah skor hasil pengupulan data = 341.
Dengan demikian kompetensi profesional guru Qur‟an Hadist menurut
persepsi 10 responden itu 341: 400 = 85% dari kriteria yang ditetapkan.
100 200 300 400
341 Tidak Kadang Sering Selalu Pernah kadang
_____________
11Hasil wawancara dengan Guru Qur’an Hadist MTsN 5 Kab Pidie 24 Agustus 2017
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 Desember 2019
445
Nilai 341 termasuk dalam kategori interval “selalu dan sering”.
Tetapi lebih mendekati selalu.
Jumlah Skor kriterium (bila setiap item mendapat skor tertinggi) = 4
x 10 x 10 = 400. Untuk ini skor tertinggi tiap item = 4, jumlah item =10 dan
jumlah responden = 10.Jumlah skor hasil pengumpulan data = 294.
Dengan demikian kualitas Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)
menurut persepsi 10 responden itu 294 : 400 = 73% dari kriteria yang
ditetapkan. Hal ini secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut:
100 200 300 400
294
Sangat Kurang Cukup Sangat Tidak baik baik baik baik
Nilai 294 termasuk dalam kategori interval “ kurang baik dan cukup
baik”.Tetapi lebih mendekati cukup baik.
2. Pelaksanaan Pembelajaran Qur‟an Hadist di MTsN Kab Pidie
Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP.
Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegitan inti
dan kegiatan penutup. Untuk mengetahui apakah RPP yang telah disusun
oleh guru Qur‟an Hadist sudah dipraktekkan dalam pelaksanaan
pembelajaran dapat dilihat pada hasil angket berikut ini:
Jumlah skor kriterium (bila setiap butir mendapat skor tertinggi)
4x13x10 = 520. Untuk ini skor tertinggi tiap butir = 4. Jumlah butir = 13
dan jumlah responden 10. Jumlah skor hasil pengumpulan data = 520.
Dengan demikian kualitas Pelaksanaan Pembelajaran menurut persepsi
10 responden itu 430: 520 = 82% dari kriteria yang ditetapkan. Hal ini
secara kontinum dapat dibuat kategori sebagai berikut:
150 250 350 520
430 Sangat Kurang Cukup Sangat Tidak baik baik baik Baik
Kompetensi Profesional…
446
Nilai 430 termasuk dalam kategori interval “cukup baik dan sangat
baik” tetapi lebih mendekati sangat baik
Dari kategori interval diatas dapat dilihat bahwa pelaksanaan
pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru Qur‟an Hadist, berdasarkan
hasil angket dan observasi memiliki nilai persentase 82% dari kriteria
yang ditetapkan sesuai dan terlaksana, hanya 18% yang tidak sesuai dan
tidak terlaksana. Ini brarti bahwa pelaksanaan pembelajaran Qur‟an
Hadist sudah terlaksana dengan baik secara efektif dan efesian dengan
RPP yang telah disusun, walaupun ada beberapa point yang tidak
terlaksana.
Adapun tahapan-tahapan kegiatan pembelajaran dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Kegiatan pendahuluan
Dalam tahapan ini guru menciptakan suasana belajar untuk
kegiatan pemanasan. Guru menggali pengalaman awal siswa dan
kontektual berkanaan dengan tema yang akan disajikan. Beberapa
kegiatan yang dilakukan pada kegiatan pendahuluan antara lain:
- Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk
mengikuti proses pembelajaran. Contohnya membaca basmalah
dilanjutkan dengan doa‟sebelum memulai pembelajaran dan
membaca bersama-sama surat-surat pendek yang berkenaan
dengan materi pelajaranan.
- Mengajukan pertanyaan – pertanyaan yang mengkaitkan
pengetahuan siswa dengan materi yang akan dipelajari.
Misalnya siswa melakukan tanya jawab tentang Q.S. Al-
Humazah dan At-Takasur menimbun harta (serakah)
- Guru menyampaikan tujuan pembelajaran atau kompetensi apa
yang harus dicapai oleh siswa.
Dari penjelasan diatas dapat dipahami, bahwa kegiatan
pendahuluan yang dilakukan guru secara implisit dapat menumbuhkan
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 Desember 2019
447
minat dan motivasi siswa untuk menggali informasi yang mendalam dari
segala sesuatu yang disampaikan, dalam situsi yang lain siswa
memperoleh informasi terhadap sistem kerja yang akan ditempuh untuk
serangkaian kegiatan baik individu maupun kelompok. Untuk itu
appersepsi dan motivasi adalah kegiatan pemanasan menjadi tolok ukur
terhadap kinerja siswa dalam pembelajaran.
b. Kegiatan Inti
Dalam kegiatan inti difokuskan pada kegiatan – kegiatan yang
bertujuan untuk pengembangan kemampuan siswa pada aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik. Penyajian bahan pelajaran menggunakan
pendekatan atau metode yang bervariasi, dapat saja dilakukan secara
klasikal, individual, berpasangan dan kelompok.
Adapun metode pembelajaran yang dipakai oleh guru saat peneliti
amati kegiatan pembelajaran berupa metode ceramah, tanya jawab
diskusi kelompok dan hafalan. Media dan sumber belajar yang dipakai
adalah buku paket Al-Qur‟an Hadist kelas VIII. Juz „Amma, buku tajwid
dan buku-buku yang relevan lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang ada
di RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang telah dibuat oleh guru.
Beberapa kegiatan inti yang dilakukan antara lain:
- Guru dan siswa membentuk kelompok yang terdiri dari 5 siswa
- Bersama kelompoknya siswa mendiskusikan materi yang telah
ditugaskan oleh guru misalnyas guru menugaskan siswa
menulis tentang materi Q.S.Al-Humazah dan At-Takasur
tentang menimbun harta (serakah) berupa membaca dengan
fasih dan tartil,menerjemahan, menjelaskan isi kandungannya
dan menghafal dengan fasih dan tartil.
- Siswa menulis hasil diskusi bersama kelompoknya kemudian
ditempel dan dipresentasikan didepan kelas.
- Kelompok lain dan guru menilai hasil presentasi kelompok
pada lembar penilaian. Hasil penilaian dikumpulkan keguru.
Kompetensi Profesional…
448
- Guru menentukan hasil kerja kelompok yang terbaik serta
memberikan arahan dan penguatan.
c. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup adalah untuk menenangkan. Kegiatan penutup
dimanfaatkan untuk menyimpulkan hasil pembelajaran dapat berupa
pesan-pesan moral atau mengidentivikasi materi yang dapat dipahami
siswa. Ini menunjukkan bahwa aktivitas pembelajaran telah diatur secara
terencana dengan tahapan pembelajaran demi untuk perolehan hasil yang
tepat. Beberapa kegiatan penutup yang dilakukan antara lain:
- Guru mengarahkan siswa untuk membuat rangkuman/
kesimpulan
- Memberikan refleksi kepada siswa untuk mengetahui tingkat
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran
- Memberikan refleksi kepada siswa untuk mengetahui tingkat
keberhasilan guru dalam membelajarkan siswa apakah
pembelajarannyamenarik dan materi apa yang telah kita
bincangkan.
- Guru mengajukan pertanyaan ulang seputar Q.S. Al-Humazah
dan At-Takatsur tentang menimbun harta (serakah).
Dari hasil observasi, peneliti juga menemukan bahwa guru selalu
bertutur kata santun dan dapat dimengerti oleh siswa saat pembelajaran
Al-Qur‟an Hadits di kelas. Intonasi suara guru dalam proses
pembelajaran Al-Qur‟an Hadits juga dapat didengar baik oleh siswa.
Selain itu guru juga memakai pakaian yang sopan, bersih dan rapi.12
3. Evaluasi Pembelajaran Al-Qur‟an Hadits di MTsN 8 Kab Pidie
Evaluasi pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang digunakan
sebagai proses pemberi masukan terhadap kinerja yang telah dilakukan
oleh seorang pendidik untuk mencapai tujuan. Pembuatan evaluasi
didasarkan kepada teori evaluasi,namun pengembangan evaluasi dalam _____________
12Hasil observasi peneliti pada tanggal 22-26 Agustus 2017
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 Desember 2019
449
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) lebih diutamakan dengan
tujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran.Evaluasi pembelajaran Al-Qur‟an Hadits di MTsN 8 Kab
Pidie dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang telah
disampaikan oleh guru dan untuk mengetahui kinerja guru selanjutnya.
Kegiatan evaluasi harus memperhatikan aspek-aspek yang akan
dievaluasi seperti aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotorik.
Hal pertama yang dilakukan oleh guru Al-Qur‟an Hadits adalah untuk
evaluasi kognitif. Evaluasi kognitif berhubungan dengan kemampuan
berpikir, termasuk didalamnya kemampuan menghafal, memahami,
menganalisis, mensistesis, mengaplikasi, membaca fasih dan benar,
menerjemahkan, memilih ayat-ayat dalam Q.S.Al-Humazah dan At-
Takasur tentang menimbun harta (serakah) dan menjelaskan isi
kandungan Q.S.Al-Humazah dan At-Takasur Maka dari itu, teknik
evaluasi yang digunakan oleh guru Al-Qur‟an Hadits teknik tes yang
berupa tes tulis dan tes lisan, unjuk kerja membaca, soal pilihan ganda
dan soal uraian. Hal ini baik karena tes diartikan sebagai sejumlah
pertanyaan yang membutuhkan jawaban, atau atau sejumlah pertanyaan
yang harus diberikan tanggapan dengan tujuan mengukur tingkat
kemampuan seseorang atau mengungkap aspek tertentu dari orang yang
dikenai tes yaitu peserta didik.
Berdasarkan hasil observasi peneliti selama dilapangan, guru
secara konsisten dan terprogram selalu mengadakan evaluasi
pembelajaran Al-Qur‟an Hadits setelah pelaksanaan pembelajaran Al-
Qur‟an Hadits. Penilaian hasil belajar yang diadakan menggunakan
standar penilaian pendidikan dan panduan penilaian kelompok mata
pelajaran. Bahkan secara rencana hubungan kompetensi profesional guru
Al-Qur‟an Hadits sudah memadai, guru telah menyusun bentuk evaluasi
pembelajran di RPP yang telah dibuat. Evaluasi pembelajaran yang
Kompetensi Profesional…
450
dilakukan tersebut sudah sesuai dengan indikator dan tujuan
pembelajaran namun dalam pelaksanaannya belum maksimal.13
Untuk mengetahui bagaimana bentuk evaluasi pembelajaran
semester II (genap) mata pelajaran Al-Qur‟an Hadits di MTsN
Kabupaten Pidie, khususnya kelas II dapat dilihat pada hasil dokumentasi
MTsn 8 Kab Pidie yang peneliti lampirkan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembelajaran Al-Qur‟an
Hadits pada MTsN Kab Pidie secara keseluruhan baik, 85% dari kriteria
yang ditetapkan Kompetensi Profesional Guru Al-Qur‟an Hadits ada
hubungannya dengan Perencanaan Pembelajaran 74% dari kriteria yang
ditetapkan secara kontinum termasuk dalam kategori interval “kurang
baik dancukup baik” tetapi lebih mendekati cukup baik. Sedangkan
Pelaksanaan Pembelajaran 82% dari kriteria yang ditetapkan. Secara
kontinum dapatdibuat kategori interval “cukup baik dan sangat baik”
tetapi lebih mendekati sangat baik. Secara keseluruhan baik perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi sudah berjalan dengan baik dan hasil
pembelajaran juga sudah sesuai dengan indicator dan tujuan
pembelajaran yang diharapkan, walaupun ada beberapa hal yang kurang
terlaksana dan perlu adanya perbaikan tindak lanjut kedepan.
B. Hubungan Kompetensi Profesional Guru al-Qur’an Hadits dengan Perencanaan dan pelaksanaan di Madrasah Tsanawayah Kabupaten Pidie
Dalam melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut
memiliki seperangka kemampuan (competency) yang beraneka ragam.
Adanya komponen–komponen yang menunjukkan kualitas mengajar
akan lebih memudahkan para guru untuk terus meningkatkan kualitas
mengajarnya. Untuk keperluan analisis tugas guru sebagai pengajar, maka
kompetensi kinerja profesi keguruan (generic teaching competencies) dalam
penampilan aktual dalam proses belajar mengajar, minimal memiliki
empat kemampuan, yakni kemampuan: pertama, merencanakan proses
_____________
13Hasil observasi peneliti pada tanggal 22-26 Agustus 2017
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 Desember 2019
451
belajar mengajar; kedua, melaksanakan dan memimpin/mengelola proses
belajar mengajar; ketiga, menguasai bahan pelajaran; keempat, menilai
kemajuan proses belajar mengajar; Hubungan Kompetensi profesional
ditelusuri melalui penguasaan meteri pembelajaran Al-Quran Hadits
secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum
mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi
materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi
keilmuannya. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang
studi Al-Qur‟an Hadits: a. Memahami materi ajar Al-Qu‟an Hadits, b.
Memahami Struktur, Konsep, dan metode keilmuan yang menaungi atau
koheren dengan materi ajar Al-Qur‟an Hadits. c. Memahami hubungan
konsep antar mata pelajaran terkait. d. Menerapkan konsep-konsep
keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. Menguasai struktur dan metode
keilmuan, menguasai juga langakah - langkah penelitian dan kajian kritis
untuk memperdalam pengetahuan atau materi bidang studi Al-Qur‟an
Hadits.
Adanya kesesuaian hubungan kompetensi profesional Guru Al-
Qur‟an Hadits dengan Perencanaan dan pelaksanaan Pembelajaran. Ini
juga membuktikan bahwa guru Al-Qur‟an Hadit dalam pelaksanaan
pembelajaran berpedom pada RPP yang direncanakannya. Pengamatan
peneliti bahwa guru bidang studi Al-Qur‟an Hadits dalam melaksanakan
proses pembelajaran sudah menggunakan metode yang tepat dalam
pembelajaran. Setiap menyampaikan materi kepada siswa guru Al-Qur‟an
Hadits tidak hanya menggunakan satu metode saja, akan tetapi
menggunakan beberapa metode.14
Berdasarkan RPP Guru Al-Qur‟an Hadits dapat didiskripsikan
kompetensi profesional baik dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran ada pengembangannya yaitu pendekatan yang berpusat
_____________
14Hasil observasi di MTsN Kab Pidie pada tanggal 22-26 Agustus 2017
Kompetensi Profesional…
452
pada siswa (student centered approach), artinya menempatkan siswa
sebagai pusat dari proses belajar dan guru sebagai fasilitator
PENUTUP
Kompetensi profesional Guru Qur‟an Hadits di MTsN pidie
dilakukan melalui Perencanaan, dan Pelaksanaan pembelajaran.
Perencanaan dilakukan dengan cara menyusun RPP (Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran). Untuk mengkaji kompetensi professional
guru Q. H. di MTsN Pidie, yang peneliti identifiksi baik perencanaan
proses pembelajaran Q.H, mengkaji kurikulum mapel Q.H, adanya
kesesuaian indikator dengan KD, pengelolaan belajar mengajar,
bervariasinya metode mengajar, menilai kemajuan proses belajar
mengajar, menguasai bahan pelajaran Q.H, secara luas dan mendalam,
dan membuat langkah-langkah pembelajaran. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 85% kompetensi professional guru Q.H. termasuk
dalam kategori interval “ selalu dan sering tetapi lebih mendekati selalu.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ( RPP) Guru Q.H.di MTsN
Pidie ada hubungannya dengan kompetensi professional guru, dijabarkan
dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa. Dalam menyusun
RPP yang harus diperhatikan komponen-komponen penting yang ada
dalam rencana pembelajaran sekurang-kurangnya meliputi: Kesesuaian
indikator dengan Kompetensi Dasar (KD), Keragaman Sumber belajar,
Kergaman dan Kesesuaian Metode, Alat/bahan, Kesesuaian Media
dengan Tujuan Pembelajaran, Kesesuaian Materi dengan KD/Indikotor,
merencanakan pengajaran remedial, langkah-langkah pembelajaran, dan
Evaluasi. Kualitas Perecanaan Pembelajaran ( RPP ) menurut persepsi 74%
dari kriteria yang ditetapkan termasuk dalam kategori interval “kurang
baik dan cukup baik.” Tetapi lebih mendekati cukup baik.
Kompetensi Profesional Guru Q.H, ada hubungannya dengan
pelaksanaan pembelajaran di MTsN Pidie, menunjukkan unsur perfoman
Guru dapat dikuasai secara baik yaitu: Mempersiapkan siswa untuk
belajar, keterampilan mengaitkan pengalaman awal anak dengan materi
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 Desember 2019
453
inti, penguasaan terhadap materi pelajaran, penggunaan metode dan
alat/media pembelajaran, keterampilan menjelaskan, keterampila
bertanya, keterampilan menjawab pertanyaan, keterampilan mengelola
kelas/kelompok, penggunaan lembar kerja, gaya menulis dan mutu
tulisan dipapan, gaya berkumunikasi, kesimpulan/penguatan, kesesuaian
antara rancanganRPP dengan yang dibelajarkan. Dengan demikian
Kualitas Pelaksanaan Pembelajaran 82% termasuk dalam kategori interval
“cukup baik dan sangat baik” tetapi lebih mendekati sangat baik.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa hubungan Kompetensi
Profesional Guru Qur‟an Hadits dengan Perencanaan dan Pelaksanaan di
MTsN pidie, akan menumbuhkan kepercayaan sekaligus meningkatkan
mutu Belajar Mengajar
DAFTAR PUSTAKA
Asep Saipul Hamdi dan E. Bahrudin, 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Aplikasi
dalam Pendidikan, Yogyakarta: Deepublish.
J.R. Raco, 2013. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya. Jakarta: Grasindo.
Jejen Musfah, 2011. Peningkatan Kompetensi Guru: Melalui pelatihan dan
sumber belajar Teori dan Praktek. Jakarta: Kencana.
Mawardi dkk, 2013. Pembelajaran Mikro (Panduan Praktis Perkuliahan Micro
Teaching) IDC LPTK Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Siti Suwadah Rimang, 2011. Meraih Predikat Guru dan Dosen Peripurna,
Bandung, Alfabeta.
Sugiono, 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,Kualitatif,
dan R&D, Bandung: Alfabeta.
Syaiful Sanggala, 2013. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan. Bandung: Alfabeta.
Dasar Epistemologi…
454
http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.5183 DASAR EPISTEMOLOGI DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Abidin Nurdin1, Sri Astuti A. Samad2, Munawwarah A. Samad3
1Universitas Malikussaleh, Aceh, Indonesia 2,3Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Aceh, Indonesia email: [email protected], [email protected],
Abstract
Epistemology is the study of the source of knowledge or theories about science. Islamic epistemology views everything in a holistic manner that is not separate between aspects of the world and the hereafter, besides containing worldly values but also contains aspects of the afterlife. Epistemologically, knowledge in Islam is based on two things; first, through rational knowledge; secondly, through religious knowledge and experience, first is knowledge about beings and second is Divine reality. Therefore, in the philosophy of Islamic education, the source of knowledge is revelation over reason and the five senses. Revelation as the source of knowledge is what gives certainty to human reason about truth. Crisis of morality or human behavior is now an important factor occupying the epistemology base of true Islamic education, because education that is only able to educate intellectually and good skills is clearly considered a failure without being decorated with noble character.
Keywords: Epistemology; Revelation; Philosophy; Islamic Education.
PENDAHULUAN
Epistemologi diakui sebagai inti dan hakikat dari ilmu
pengetahuan, di samping ontologi dan aksiologi. Epistemologi adalah
ilmu yang membahas tentang sumber ilmu atau teori pengetahuan (theory
of knowledge) dan mengkaji tentang bagaimana cara mendapatkan ilmu
pengetahuan dari objek yang dipikirkan. Secara epistemologi,
pengembangan pendidikan Islam memang sangat diperlukan.
Pengembangan ini baik secara tekstual maupun pengembangan secara
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
455
kontekstual. Karena secara global pendidikan Barat sudah mempengaruhi
pendidikan Islam dari berbagai lini, melalui berbagai sistem, teori
maupun teknologi pembelajaran.1
Dialektika pemikiran filsafat pendidikan Islam pada dasarnya
dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, yang mana masing-masing
sudut pandang memiliki tipologi tersendiri. Pertama, dari sisi sumber
pemikiran, selain ia berasal dari ajaran murni agama yang tertuang dalam
al-Qur‟an, al-Sunnah, dan pendapat para ulama, juga dari ideologi
berbangsa dan bernegara, sosiokultural yang berkembang di masyarakat
(baik masa lalu maupun masa sekarang), dan tuntutan modernitas yang
dihadapi. Kedua, dari sisi dasar pemikiran, selain menggunakan dasar
filsafat Islam, juga memungkinkan penggunaan dasar filsafat Yunani atau
Barat yang pada akhirnya bermuara pada aliran-aliran filsafat pendidikan,
seperti perenialisme, esensialisme, eksistensialisme, progressifisme, dan
rekonstruksionisme. Ketiga, dari sisi pendekatan pemikiran, selain
menggunakan pendekatan doktriner, normatif, dan idealistik, juga
memungkinkan menggunakan pendekatan adopsi, adaptif-akomodatif,
atau pragmatis. Keempat, dari sisi pola pemikiran, selain-menampilkan
pemikiran yang spekulatif-rasionalistik, juga memungkinkan
menampilkan pemikiran yang spekulatif-intuitif. Kelima, dari sisi wilayah
jangkauannya, selain pemikiran filsafat yang bersifat universal yang dapat
diaplikasikan untuk semua tempat, keadaan, dan zaman, juga
memungkinkan bersifat lokal yang khusus untuk tempat, keadaan, dan
zaman ter- tentu saja. Keenam dari sisi wacana pemikirannya yang
berkembang, yang menyangkut tinjauan filosofis tentang komponen-
komponen pokok aktivitas pendidikan Islam (seperti tujuan, pendidik,
peserta didik, kurikulum, metode, dan lingkungan), dan mungkin masih
_____________
1Roziq Syaifudin, Epistemologi Pendidikan Islam dalam Kacamata Al-Ghazali, Dan
Fazlur Rahman, Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 8, No. 2, Desember 2013,
H. 324.
Dasar Epistemologi…
456
banyak lagi sudut pandang yang lain.2
Epistemologi dalam terminologi filsafat dipahami sebagai teori
pengetahuan, yaitu membahas tentang bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan dari obyek yang ingin dipikirkan.3 Epistemologi Pendidikan
Islam adalah objek pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan dan cara
mengukur benar tidaknya pengetahuan yang berkaitan dengan
pembentukan kepribadian, akhlak, mengembangkan fitrah dan semua
potensi manusia secara maksimal sehingga menjadi muslim yang baik,
memiliki pola pikir logis-kritis, beriman, bertaqwa, berguna bagi diri dan
lingkungannya, dan dapat mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat
sesuai dengan ajaran Islam.4
Berbeda dengan Islam, menurut Naquib Al-Attas epistemologi
yang dikembangkan di Barat mengacu pada metode-metode utama yang
dilandasi empat macam metode, yaitu: pertama, rasionalisme filosofis yang
cenderung pada persepsi inderawi. Kedua, rasionalisme sekular yang
cenderung pada pengalaman inderawi dan menyangkal otoritas serta
intuisi, serta menolak wahyu dan agama sebagai sumber ilmu yang benar.
Ketiga, empirisme filosofis atau empirisme logis yang menyandarkan
seluruh ilmu pada fakta-fakta yang dapat diamati, bangunan logika dan
analisis bahasa, dan menelantarkan aspek nonempiris sebagai zat
supranatural. Keempat, sistem etika barat bercorak antroposentris, yaitu
menempatkan manusia sebagai pusat dari segala-galanya, sebagai sosok
individu yang merdeka tanpa batas. Sedangkan, sistem etika Islam lebih
_____________
2Moch Tolchah, Filsafat Pendidikan Islam:Konstruksi Tipologis dalam Pengembangan
Kurikulum, Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam, Vol. 11, No. 2, November 2015, h. 384.
3Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Metode
Kritik (Jakarta: Erlangga, 2005), h. Ix.
4Abdul Ghofur, Konstruksi Epistemologi Pendidikan Islam (Studi Atas Pemikiran
Kependidikan Prof. H. M. Arifin, M. Ed, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 2, No. 2,
Desember 2016, h. 241.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
457
bercorak teo-antroposentris, yaitu meletakkan manusia sebagai pelaku
sejarah dan sekaligus makhluk Tuhan.5
Pada konteks tersebut dalam pendidikan secara filosofis terjadi
perbedaan antara Islam dan Barat. Jika pendidikan Islam memandang
peserta didik sebagai makhluk Allah dan sosial yang memiliki potensi
sesuai dengan fitrahnya, maka pendidikan Barat melihat peserta didik
sebagai sosok yang merdeka dengan potensi yang dimilikinya.6 Oleh
karena itu, disinilah letak pentingnya memahami sekaligus
mempraktikkan epistemologi sebagai dasar filsafat pendidikan Islam. Hal
ini penting untuk dilakukan agar ilmu yang diajarkan memiliki dasar
yang jelas dan benar karena akan berpengaruh pada tujuan, media, materi
dan metode pendidikan yang diajarkan kepada peserta didik.
PEMBAHASAN
1. Epistemologi dalam Pendidikan Islam
Naquib Al-Attas menawarkan satu istilah kunci dalam memahami
konsep pendidikan Islam yaitu istilah adab. Karena adab adalah disiplin
tubuh, jiwa dan ruh; disiplin yang menegaskan pengenalan dan
pengakuan tempat yang tepat dalam hubungannya dengan kemampuan
dan potensi jasmaniah, intelektual dan ruahniah. Pendidikan Islam
menitikberatkan kepada bimbingan jasmani-rohani berdasarkan ajaran
Islam dalam membentuk akhlak mulia.7
Masalah mendasar yang dihadapi manusia saat ini adalah
problema ilmu dan adab. Karena ilmu dipisahkan dari nilai-nilai adab,
sehingga berdampak pada munculnya the loss of adab (hilangnya adab).
_____________
5 S. M. Naquib Al-Attas, Islam Dan Filsafat Sains, Terj. Saiful Muzani, (Bandung:
Mizan, 1995), h. 28. Mustafa, Perbedaan Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat Dari Sudut
Metodologi Keilmuan, Jurnal Iqra’, Volume 3 Januari-Juni 2007, h. 29.
6Mustafa, Perbedaan Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat Dari Sudut Metodologi
Keilmuan, Jurnal Iqra’, Volume 3 Januari-Juni 2007, h. 28.
7S. M. Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam; Suatu Rangka Pikir Filsafat
Pendidikan Islam, Bandung: Mizan, 1984, h. 52.
Dasar Epistemologi…
458
Realitas tersebut berefek luas pada pelbagai krisis adab dan akhlak tidak
hanya pada individu, masyarakat dan negara. Padahal antara ilmu dan
adab harus bersinergis, dalam konteks filsafat Islam bahwa berilmu tanpa
adab dimurkai (al-maghdhubi alaihim), dan beradab tanpa ilmu adalah
kesesatan (al-dhallin). Sebagaimana disebut oleh Imam Syafi‟i (w. 820 M),
“laisa al-ilm makhufidza walakin al-ilmu ma nafa’a” (bukanlah tidak sebut
ilmu, apa yang hanya dihafal, tetapi ilmu adalah apa yang aktualisasikan
dalam bentuk adab yang memberikan manfaat).8
Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa epistemologi pendidikan Islam
adalah objek pengetahuan, cara memperoleh pengetahuan dan cara
mengukur benar tidaknya pengetahuan yang berkaitan dengan
pembentukan kepribadian, akhlak, mengembangkan fitrah dan semua
potensi manusia secara maksimal sehingga menjadi muslim yang baik,
memiliki pola pikir logis-kritis, beriman, bertaqwa, berguna bagi diri dan
lingkungannya, dan dapat mencapai kebahagian di dunia dan di akhirat
sesuai dengan ajaran Islam. 9
Epistemologi tersebut menuntut segera dibangun oleh para pemikir
pendidikan Islam, karena ia berfungsi mengembangkan pendidikan
secara konseptual, kemudian secara aplikatif. Pendidikan Islam dalam
kajian Islam selama ini, belum dikembangkan di atas kerangka
epistemologinya yang jelas. Tidak terlalu berlebihan, jika dikatakan
bahwa hingga kini belum ada tawaran konseptual mengenai bangunan
epistemologi pendidikan Islam sebagai sarana atau pendekatan dalam
pengembangan pendidikan Islam.10
Al-Attas mengeritik Barat tentang kebahagiaan (happiness) yang
mengikuti pemikiran Aristotelian hanya menyentuh aspek duniawi yang
sampai saat ini menjadi konsep manusia modern. Konsepsi modern
_____________
8Ahmad Alim, Ilmu Dan Adab Dalam Islam, Adian Husaini (et.al.), Filsafat Ilmu:
Perspektif Barat dan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2013), h. 188.
9Abdul Ghofur, Konstruksi Epistemologi, h. 239.
10 Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan, h. 207.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
459
tentang kebahagiaan menurut al-Attas esensinya sama dengan konsepsi
manusia di masa lalu, di era paganisme. Sedangkan konsep Islam tentang
kebahagiaan tidak memisahkan antara dunia dan akhirat. Kebahagiaan
akan dialami dan disadari oleh orang-orang yang benar-benar tunduk dan
patuh kepada Allah dan mengikuti bibingan-Nya. Puncak kebahagiaan
dalam hidup adalah Cinta kepada Allah.11
Karena itu, titik fokus epistemologi Islam di samping menekankan
pada konsep yang holistik dan komperhensif tidak parsial dan partikular.
Artinya, bahwa konsepsi Islam tentang segala sesuatu selalu dilihat dalam
satu kesatuan, misalnya persoalan dunia akan selalu berkaitan dengan
akhirat. Sebagaimana ilmu mengandung nilai dunia dan akhirat, sebab itu
ilmu harus menyertakan nilai adab.
Paparan al-Attas tentang konsep epistemologi Islam serta
tantangan konsep Barat modern menunjukkan bahwa memang, konsep-
konsep kelimuan yang dikembangkan peradaban Barat sekuler
merupakan tantangan terbesar umat Islam. karena itu, al-Attas
menegaskan bahwa secara konseptual, antara Islam dan Barat terdapat
perbedaan yang fundamental sehingga akan menimbulkan konflik yang
bersifat permanen.12
Hasan Langgulung mengatakan bahwa filsafat pendidikan Islam
dalam hal ini memainkan peran penting bagaimana menguraikan
problematika mendasar dalam pendidikan Islam. Adapun filsafat
pendidikan Islam berasal dari filsafat hidup Islam, hal itu mencakup
kebenaran (truth) yang bersifat spekulatif dan praktikal yang menolong
untuk menafsirkan tentang manusia, sifat-sifat ilahiyah-Nya, nasib
kesudahannya, dan keseluruhan hakikat (reality). Hal tersebut
_____________
11Adian Husaini, Urgensi Epistemologi Islam, dalam Adian Husaini (et.al.), Filsafat Ilmu:
Perspektif Barat Dan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 2013), h. 40
12Adian Husaini, Urgensi Epistemologi, h. 41.
Dasar Epistemologi…
460
berdasarkan pada prinsip- prinsip tertinggi dan tidak berubah pada
kesalahan bagi tingkah laku individu dan masyarakat.13
Senada dengan al-Attas dan Langgulung, Zuhairini mengatakan
bahwa filsafat pendidikan Islam memiliki peran yang cukup penting
sebagai bagian dari filsafat Islam dan ilmu pendidikan. Secara teoritis,
filsafat pendidikan Islam mampu memperkaya konsep dan teori-teori
secara filosofis dan Islami. Kemudian secara praktis, filsafat pendidikan
Islam berperan memberikan alternatif pemecahan berbagai macam
problem yang dihadapi oleh pendidikan Islam. Karena itu, pada konteks
lebih luas filsafat pendidikan Islam memberikan kontribusi ke arah
pengembangan konsep-konsep filosofis dari pendidikan Islam, yang
secara otomatis akan menghasilkan teori-teori baru dalam ilmu
pendidikan Islam, dan kedua kea rah perbaikan pemahaman dan
pembaharuan praktek dan pelaksanaan pendidikan Islam.14
Oleh sebab itu, disinilah pentingnya landasan epistemologi dalam
pendidikan Islam yang mengakui tidak hanya empirisme dan
rasionalisme sebagai pilarnya. Akan tetapi juga mengakui indra, akal,
intuisi dan yang paling penting adalah wahyu sebagai kerangka dan
sumber keilmuannya. Jika paradigma ini diperpegangi maka konsepsi dan
teori-teori filsafat pendidikan Islam yang teraplikasi pada tujuan, materi-
materi pendidikan yang akan ditularkan pada peserta didik akan
dipahami, dimengerti kemudian diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
2. Konsep Ilmu dalam Filsafat Pendidikan Islam
Menurut al-Ghazali, ilmu diperoleh oleh manusia dengan dua cara,
yaitu: daruri (apriori) dan bukan daruri. Jenis yang pertama ini merupakan
copy paste dari potensi manusia, namun baru muncul ketika akal telah
_____________
13Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), h. 3.
Humam Mustajib, Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung, El-Tarbawi: Jurnal Penddidikan Islam,
Volume IX, No.2, 2016, h. 92.
14Zuhairini dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), h. 135-136.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
461
sempurna. Kedua jenis tadi muncul dengan dua cara, yaitu hujumi (tanpa
diusahakan/spontanitas) dan iktisab (usaha langsung).15 Ilmu yang
langsung ini merupakan hidayah dari Allah sedangkan yang tidak
langsung dengan mengembangkan metode penelitian mulai dari berpikir
deduktif (tafsir) dan induktif (istqra’).16
Lebih lanjut Fahmy Zarkasyi menerangkan bahwa menurut al-
Ghazali dalam konsep epistemologi Islam realitas tidak hanya terbatas
pada fisik atau lahiriyah dari dunia saja, tetapi juga mencakup realitas
supra duniawi atau realitas yang tertulis dalam Lembaran Takdir (lauhin
mahfudz). Karena itu al-Ghazali mengklasifikasikan ilmu menjadi dua
yaitu ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan agama (syar’iyah) dan
ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan intelek („aqliyah). Perbedaan ini
bukanlah dikotomis tetapi hanya perbedaan sifat sumbernya. Teorinya
yang didasarkan pada pengetahuan agama berteraskan pengetahuan
tentang keesaan Tuhan (tauhid), yang dari sini dapat ditarik cabang-
cabang lain pengetahuan rasional. Singkatnya, al-Ghazali
mengintegrasikan dua jenis pengetahuan dan menempatkan karakter
religiusitas dan rasionalitas bagi keduanya; sebagian besar pengetahuan
agama itu rasional dan sebagian besar pengetahuan rasional itu religius.
Hal yang penting untuk dicatat tentang konsep pengetahuan al-Ghazali
adalah teori kepastian yang dapat dicapai dengan dua cara; pertama,
melalui pengetahuan rasional; kedua, melalui pengetahuan dan
pengalaman keagamaan. Pertama adalah pengetahuan tentang makhluk
dan yang kedua adalah ralitas Ilahi. Namun, pola pikir integratif secara
eksplisit tampak ketika ia menegaskan bahwa kepastian pengetahuan
rasional tidak ada nilainya jika tidak disertai dengan kepastian yang
diperolah dari pengetahuan realitas Ilahi.17
_____________
15Anwar Saeful, Filsafat Ilmu Al Ghazali: Dimensi Ontologi dan Aksiologi, (Bandung:
Pustaka Setia, 2007), h. 102.
16 Roziq Syafuddin, Epistemologi Pendidikan Islam, h. 339.
17Hamid Fahmy Zarkasyi, Kausalitas: Hukum Alam atau Tuhan, Membaca Pemikiran
Religio-Saintifik al-Ghazali, (Gontor: Unida, 2018), h. 219-220.
Dasar Epistemologi…
462
Sejalan dengan al-Ghazali, al-Attas juga membagi pencapaian ilmu
dalam dua kategori, yaitu. Pertama adalah ilmu adalah sesuatu yang
datang dari Allah dan diberikan kepada insan sebagai karunia-Nya.
Kedua, adalah sesuatu yang dicapai oleh jiwa yang aktif dan kreatif
berdasarkan daya usaha akliahnya sendiri, yang telah melalui
pengalaman, penyelidikan dan pengkajian. Definisi ini mengindikasi dua
cakupan pengertian; pertama, masuknya ilmu dari Allah ke dalam jiwa
manusia, kedua, sampainya jiwa manusia kepada objek ilmu melalui
penelitian dan kajian. Premis di atas dipertegas kembali oleh Alparslan
Acikgenc dan Wan Daud, yakni Pertama; ilmu diisyaratkan sebagai
sesuatu yang berasal dari Allah SWT. dapat dikatakan bahwa ilmu itu
adalah datangnya makna sesuatu atau objek ilmu ke dalam jiwa pencari
ilmu; kedua sebagai sesuatu yang diterima oleh jiwa yang aktif dan kreatif,
ilmu bisa diartikan sebagai datangnya jiwa pada makna sesuatu atau
objek ilmu.18
Ilmu yang dimiliki manusia muncul dari dua saluran: pertama
saluran luar, yakni khayal dari pancaindra. Sedangkan yang kedua, saluran
dalam, yakni ilham atau wahyu dari malaikat dari Allah. Adapun
penjelasannya secara detail adalah sebagai berikut: pertama, panca indra
(hawaasul khamsi) yang terdiri dari indra penglihat (mata), indra
pendengar (telinga), indra perasa (lidah), indra pencium (hidung), dan
indra peraba (kulit), merupakan sarana penangkap ilmu paling awal yang
muncul dalam diri manusia. Semua maujud yang ditemukan oleh hissi ini
yang disebut mahsusat serta temuan-temuan empiris yang disebut
mujarrobat termasuk dua dari lima pengetahuan apriori (daruri). Kedua,
akal. Para ahli bahasa pada umumnya sepakat bahwa akal (‘aql) berasal
dari kata ‘iqaal yang berarti tali pengikat yang kuat, dan ma’qul yang
berarti sesuatu yang berbenteng kuat di puncak gunung yang tak
_____________
18 S. M. Naquib Al-Attas, Islam Dan Filsafat Sains, Terj. Saiful Muzani, (Bandung:
Mizan, 1995), h. 78. Lailah Alfi, Konsep Ilmu Menurut Syed Muhammad Naquib Al-
Attas(Analisis Buku Islam dan Filsafat Sains), Tasfiyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 2, No. 2,
Agustus 2018, h. 219.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
463
terjangkau oleh tangan manusia karena kokoh dan kuatnya. Penamaan
daya kemampuan ini dengan akal (‘aql) menunjukan urgensi potensialitas
dan kapabilitasnya sendiri. Dalam Misykat al-Anwar, Imam Ghazali
meyakinkan bahwa potensi akal cukup kapabel untuk menangkap bukan
saja objek yang terbatas (finite), tetapi juga yang tak terbatas (infinite).
Maujudnya meliputi yang discrete maupun yang continue, finitely divisible
maupun yang infinitely divisible. Bahkan dalam Ihya al-‘Ulumuddin, Al-
Ghazali menyediakan satu bab khusus untuk membicarakan keluhuran
dan kemuliaan akal, jenis-jenisnya serta sifat, fungsi dan kapabilitasnya.19
Karena itu, epistemologi al-Ghazali dapat disebut dengan sistem
sembilan tahap, yang terdiri dari tiga fase: fase penelitian, fase penalaran
rasional, fase kasyf melalui riyadhah, mujahadah, tazkiyah, termasuk zikir
dan meditasi. Ia menganut kebenaran korespondensial sekaligus
kebenaran koherensial sebatas kebenaran formal rasional, dan menolak
kebenaran pragmatis. Jadi al-Ghazali memasukkan intuisi yang berupa
kasyf dalam metode pencarian kebenarannya.20 Di sini al-Ghazali
menunjukkan keahliannya sebagai filosof, ahli kalam sekaligus sebagai
seorang sufi, sesuatu yang jarang ditemui dalam diri seseorang, pantas
jika al-Ghazali disebut sebagai hujjatul Islam.
Dapat dibayangkan jika landasan epistemologi pendidikan Islam
tidak berberdiri di atas paradigma Islam yang jelas. Maka ontologi dan
aksiologi pendidikan Islam juga akan melenceng dan jauh dari tujuan
pendidikan Islam yang sesungguhnya. Lebih dari itu, pendidikan Islam
yang tidak bersandar pada epistemologi Islam yang kokoh maka akan
melahirkan pendidikan yang menafikan kekuatan spritual,
mengedepankan akal dan mengenyampingkan wahyu, intuisi yang
spekulatif dan semakin lari dari orientasi teosentris serta bebas nilai.
Akibatnya pendidikan Islam perlahan tapi pasti akan kehilangan ruhnya,
disebabkan tidak adanya visi keilahian. Tragisnya, teori dan konsep ilmu
_____________
19 Roziq Syaifuddin, Epistemologi Pendidikan Islam, h. 337.
20 Roziq Syaifuddin, Epistemologi Pendidikan Islam, h. 344.
Dasar Epistemologi…
464
secara umum di Barat dipengaruhi oleh epistemologi yang mendasarkan
pada empirisme dan rasionalisme dihampir semua bidang ilmu,
kedokteran, fisika, kimia, ekonomi, hukum, sosial bahkan politik.
Akibatnya, paradigma dan metodologi yang berlandaskan pada
empirisme dan rasionalisme menjadi bumerang bagi nilai-nilai manusia
dan agama. Pendidikan yang mengusung rasio hanya akan mengantarkan
manusia pada keyakinan mendewakan akal, kemudian empiris pada
akhirnya melahirkan mazhab positivisme sebuah aliran dalam filsafat
pendidikan yang menggiring pemahaman untuk menafikan campur
tangan Tuhan dalam kehidupan manusia.
3. Wahyu sebagai Landasan Epistemologis
Saat ini dalam konteks epistemologis, masih ada yang menafikan
wahyu sebagai landasan ilmu, sebab katanya sulit dibuktikan secara
rasional. Padahal tidak semua realitas empiris harus dibuktikan secara
rasional, sebab rasio sendiri memiliki keterbatasan. Justru dalam kerangka
epistemologi Islam, wahyu merupakan landasan pertama dan utama
sebagai sumber ilmu dan kebenaran selanjutnya intuisi, akal, kemudian
indra. Adanya pahala, dosa, siksa kubur, akhirat, malaikat dan syetan
adalah bagian dari informasi dan ilmu yang berasal dari wahyu. Hal ini
hanya mampu dijangkau dengan ilmu tauhid dan keyakinan karena akal
terbatas untuk mencernanya. Sebagaimana gempa bumi sampai saat ini
ilmu tidak dapat diprediksi kapan terjadi dan berapa skala dan
kekuatannya, atau kapan sebuah daun akan jatuh ke bumi. Pada konteks
ini kekuasaan Allah SWT meliputi segala sesuatu di alam semesta ini
termasuk gempa bumi dan daun yang jatuh.
Oleh karena itu, sarjana Muslim seperti Abdurrahman Saleh
Abdullah mengakui bahwa wahyu merupakan sumber ilmu. Ia
menegaskan bahwa Al-Quran dan Hadis adalah asas bagi pendidikan
Islam sebab al-Quran mengandung segala sesuatu mengenai petunjuk
bagi manusia terkait dengan kehidupan dunia dan akhirat. Hal ini
disebutkan Allah SWT dalam QS. Al-An‟am (6): 38: “Tidak Kami luputkan
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
465
dalam Kitab ini segala sesuatu”. Juga dalam QS. Al-Nahl (16): 89: “Dan Kami
turunkan kepadamu Kitab yang menerangkan tiap-tiap sesuatu dan sebagai
petunjuk dan rahmat serta berita gembira bagi orang-orang yang berserah diri.”
Kata “segala sesuatu” ini ditafsirkan oleh para sarjana Muslim yaitu
meliputi berbagai macam ilmu pengetahuan.21
Ironisnya sampai saat ini wahyu sebagai landasan epistimologis
atau sumber ilmu masih ada yang tidak menerima, terutama kalangan
ilmuan Barat. Padahal ilmu atau kebenaran yang hanya bertumpu pada
akal semata justru telah dan akan membawa bencana besar pada manusia.
Pandangan epistemologi semacam inilah menurut al-Attas yang memicu
kekacauan besar dalam dunia keilmuan dan kemanusiaan saat ini. Ilmu
pengetahuan yang disebarkan Barat itu pada hakikatnya telah menjadi
problematik, karena kehilangan tujuan yang benar, dan lebih
menimbulkan kekacauan (chaos) dalam kehidupan manusia, ketimbang
membawa perdamaian dan keadilan.22
Bagi al-Attas ilmu dalam arti knowledge yang seolah-olah benar
padahal memproduksi kekacauan dan skeptisisme. Bahkan knowledge
yang untuk pertama kali dalam sejarah telah membawa kepada
kekacauan dalam “the three kingdom of nature”, yaitu dunia binatang,
tumbuhan dan mineral. Menurut al-Attas, bagi Barat, kebenaran
fundamental dari agama, dipandang sekedar teoritis. Kebenaran absolut
dinegasikan dan nilai-nilai relatif diterima, tidak ada satupun kepastian.
Konsekuensinya, adalah penegasian Tuhan dan akhirat yang
menempatkan manusia sebagai satu-satunya yang berhak mengatur
dunia. Manusia akhirnya dituhankan dan Tuhan pun dimanusiakan (man
is deified and deity humanised).23
Fahmy Zarkasyi menguatkan pandangan al-Attas bahwa ilmu yang
_____________
21Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al-Quran, Alih
Bahasa Oleh Arifin dan Zainuddin, (Jakarta: Renika Cipta, 2005), h. 18.
22 Adian Husaini, Urgensi Epistemologi, h. 38.
23Adian Husaini, Urgensi Epistemologi, h. 38.
Dasar Epistemologi…
466
menjadi asas peradaban Islam adalah ilmu yang terikat pada Tuhan, ilmu
yang teologis, dan bukan ilmu yang godless (sekuler). Jadi asas ilmu dan
peradaban Islam itu adalah konsep seminal dalam al-Qur‟an dan al-
Sunnah. Konsep-konsep itu kemudian ditafsirkan, dijelaskan, dan
dikembangkan menjadi berbagai disiplin ilmu pengetahuan Islam.
Keseluruhan kandungan al-Qur‟an dan al-Sunnah yang dijelaskan oleh
para ulama itu merefleksikan suatu cara pandang terhadap alam, baik
dunia maupun alam akhirat yang secara konseptual membentuk apa yang
kini disebut Pandangan Alam, Pandangan Hidup, atau Worldview. Oleh
sebab itu, jika al-Qur‟an diakui sebagai sumber peradaban Islam, maka
dapat dikatakan pula bahwa pandangan hidup Islam merupakan asas
peradaban Islam. Al-Qur‟an itu penuh dengan dimensi ilmu pengetahuan
dan asas peradaban Islam, malahan dapat dikatakan bahwa peradaban
Islam adalah peradaban ilmu dan bukan peradaban bangunan. Dengan
konsep yang seperti ini, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada sisi
kehidupan intelektual Muslim, kehidupan keagamaan dan politik, bahkan
kehidupan sehari-hari seorang Muslim yang awam yang tidak tersentuh
sikap penghargaan terhadap ilmu. Ilmu memiliki nilai yang tinggi dalam
Islam. Oleh sebab itu, tidak heran jika Franz Rosenthal penulis buku
Knowledge Triumphant (Keagungan Ilmu) menyimpulkan bahwa “ilmu
adalah Islam”.24
Pendidikan Islam dan konteks epistemologis memiliki arti yang
sangat penting bagi bangunan pengetahuan, sebab ia merupakan tempat
berpijak. Bangunan pendidikan Islam menjadi mapan, karena memiliki
landasan yang kokoh. Landasan epistemologi ilmu adalah metode ilmiah,
yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang
benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang
diperoleh lewat metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah
_____________
24Hamid Fahmy Zarkasyi, Tamaddun Sebagai Konsep Peradaban Islam, Tsaqafah: Jurnal
Peradaban Islam, Vol. 11, No. 1, Mei 2015, h. 10.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
467
merupakan penentu layak-tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga
memiliki fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan.
Dari pengertian, ruang lingkup, objek, dan landasan epistemologi ini,
dapat kita disimpulkan bahwa epistemologi merupakan salah satu
komponen filsafat yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan,
khususnya berkenaan dengan cara, proses, dan prosedur bagaimana ilmu
itu diperoleh. Dalam pembahasan ini epistemologi pendidikan Islam lebih
diarahkan pada metode atau pendekatan yang dapat dipakai untuk
membangun ilmu pengetahuan Islam, dari pada komponen-komponen
lainnya, sebab metode atau pendekatan tersebut paling dekat dengan
upaya mengembangkan pendidikan Islam, baik secara konseptual
maupun aplikatif. Epistemologi pendidikan Islam dapat berfungsi sebagai
pengkritik, pemberi solusi, penemu, dan pengembang. 25
Jika ditelaah lebih jauh kajian tentang filsafat pendidikan Islam,
maka tidak akan pernah jauh dari pembahasan; konsep fitrah, hakikat
manusia, hubungan manusia dengan alam, konsepsi kehidupan manusia
dan beberapa kajian yang terkait dengan ontologi, epistemologi, aksiologi
dan aliran-aliran filsafat.26 Hal ini menunjukkan bahwa kajian filsafat
pendidikan Islam perlu dikembalikan pada posisi yang sebenarnya sesuai
dengan sumber dan teori keilmuan Islam. Apalagi saat ini kajian tujuan
pendidikan selalu dikaitan dengan tiga aspek yaitu, afektif, kognitif dan
psikomotor. Afektif terkait dengan kemampuan peserta didik untuk
berperilaku sesuai dengan nilai atau akhlak, kognitif terkait dengan
kecerdasan intelektual sedangkan psikomotor adalah kemampuan skill
dan keterampilan. Krisis akhlak atau perilaku manusia saat ini menjadi
faktor pentingnya mendudukan landasan epistemologi pendidikan Islam
yang benar, karena pendidikan yang hanya mampu mencerdaskan secara
intelektual dan skill yang baik jelas dianggap gagal tanpa dihiasi dengan
_____________
25Moh. Wardi, Problematika Pendidikan Islam dan Solusi Alternatifnya (Perspektif
Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis), Jurnal Tadris, Volume 8 Nomor 1 Juni 2013, h. 58-59.
26Lihat misalnya, Zuhairini dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,
2004). Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013).
Dasar Epistemologi…
468
akhlak yang mulia. Akhlak dan perilaku yang mulai hanya dapat diraih
jika pendidikan didasarkan pada wahyu sebagaimana teruang dalam al-
Quran dan Sunnah.
PENUTUP
Epistemologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang sumber ilmu
pengetahuan atau teori tentang ilmu pengetahuan. Studi filsafat
pendidikan Islam meyakini bahwa sumber ilmu pengetahuan adalah
wahyu di atas akal dan panca indra. Karena itu, ilmu dalam Islam tidak
hanya bersandar pada capaian akal dan indrawi tetapi lebih dari ilmu ia
berpijak pada kebenaran Ilahi yang kemudian dapat disebut teosentris,
bukan antroposentris atau ilmu yang berlandaskan pada rasionalisme
manusia. Bahkan pada batas tertentu intuisi berupa kasyf dapat dijadikan
sebagai metode pencapaian kebenaran ilmu. Antroposentrisme
sebagaimana dikembangkan oleh Barat hanya akan terjebak pada
kebenaran semu yang mempertuhankan manusia dengan kekuatan akal
yang sebenarnya terbatas.
Jika merujuk pada epistemologi al-Ghazali dan al-Attas maka ilmu
pengetahuan bersumber pada dua hal; pertama, melalui pengetahuan
rasional; kedua, melalui pengetahuan dan pengalaman keagamaan.
Pertama adalah pengetahuan tentang makhluk dan yang kedua adalah
realitas Ilahi. Namun, pola pikir integratif secara eksplisit tampak ketika ia
menegaskan bahwa kepastian pengetahuan rasional tidak ada nilainya
jika tidak disertai dengan kepastian yang diperolah dari pengetahuan
realitas Ilahi. Realitas Ilahi yang dijelaskan oleh wahyu sebagai bersumber
ilmu kemudian memberikan kepastian kepada akal tentang kebenaran.
Wahyu sebagai sumber filsafat pendidikan Islam sebagaimana dijelaskan
oleh filosof dan sarjana Muslim seperti al-Ghazali, al-Attas, Abdullah dan
Langgulung. Hal inilah yang tidak dimiliki oleh Barat, sehingga
pemikiran mereka hanya berputar-putar pada kebenaran semu yang tidak
memiliki ujung dan pangkal, berbeda dengan epistemologi Islam diikat
oleh kebenaran Ilahi berdasar pada Tauhid.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
469
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Saleh. 2005. Teori-teori Pendidikan berdasarkan Al-Quran, Alih Bahasa oleh Arifin dan Zainuddin, Jakarta: Renika Cipta.
Al-Attas, S. M. Naquib. 1984. Konsep Pendidikan dalam Islam; Suatu Rangka Pikir Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Mizan.
Al-Attas, S. M. Naquib. 1995. Islam dan Filsafat Sains, Terj. Saiful Muzani, Bandung: Mizan.
Alfi, Lailah, 2018. Konsep Ilmu Menurut Syed Muhammad Naquib Al-
Attas(Analisis Buku Islam dan Filsafat Sains), Tasfiyah: Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 2, No. 2.
Alim, Ahmad, 2013. Ilmu dan Adab dalam Islam, Adian Husaini (et.al.), Filsafat Ilmu: Perspektif Barat dan Islam, Jakarta: Gema Insani Press.
Anwar, Saeful. 2007. Filsafat Ilmu Al Ghazali: Dimensi Ontologi Dan Aksiologi, Bandung: Pustaka Setia.
Ghofur, Abdul. 2016. Konstruksi Epistemologi Pendidikan Islam (Studi Atas Pemikiran Kependidikan Prof. H. M. Arifin, M. Ed, Potensia: Jurnal Kependidikan Islam, Vol. 2, No. 2.
Husaini, Adian, 2013. Urgensi Epistemologi Islam dalam Adian Husaini (et.al.), Filsafat Ilmu: Perspektif Barat dan Islam, Jakarta: Gema Insani Press.
Langgulung, Hasan. 1986. Manusia dan Pendidikan, Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Mustafa, 2007. Perbedaan Pendidikan Islam dan Pendidikan Barat dari Sudut Metodologi Keilmuan, Jurnal Iqra‟, Vol. 3 No.1.
Mustajib, Humam. 2016. Filsafat Pendidikan Hasan Langgulung, El-Tarbawi: Jurnal Penddidikan Islam, Volume IX, No.2.
Nata, Abuddin. 2013. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.
Qomar, Mujamil. 2005. Epistemologi Pendidikan Islam: Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Jakarta: Erlangga.
Syafuddin, Roziq. 2013. Epistemologi Pendidikan Islam Dalam Kacamata Al-Ghazali, Dan Fazlur Rahman, Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 8, No. 2.
Tolchah, Moch. 2015. Filsafat Pendidikan Islam:Konstruksi Tipologis Dalam Pengembangan Kurikulum, Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam, Vol. 11, No. 2.
Dasar Epistemologi…
470
Wardi, Moh. 2013. Problematika Pendidikan Islam dan Solusi Alternatifnya (Perspektif Ontologis, Epistemologis dan Aksiologis), Jurnal Tadris, Volume 8 Nomor 1.
Zarkasyi, Hamid Fahmy. 2018. Kausalitas: Hukum Alam atau Tuhan, Membaca Pemikiran Religio-Saintifik al-Ghazali, Gontor: Unida.
Zarkasyi, Hamid Fahmy. 2015. Tamaddun Sebagai Konsep Peradaban Islam, Tsaqafah: Jurnal Peradaban Islam, Vol. 11, No. 1.
Zuhairini dkk., 2004. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
471
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.5314 ORIENTASI MUTU PENDIDIKAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
1Kadarisman & 2Saifullah Idris
1Universitas Terbuka, Indonesia 2Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, Indonesia email: [email protected] , [email protected]
Abstract
Improving the quality of human resources is an absolute prerequisite for achieving development goals. Efforts to improve the quality of education are continuously carried out. It is even more focused after being mandated in the objectives of national education, namely to improve the quality of education at each type and level of education. Realizing this, the government has made efforts to improve the education system, both through structuring software (software) and hardware (hardware). For this reason, attention needs to be paid to improving the quality of education. In this case, using the School-Based Management (MBS) approach. MBS can be regarded as a community work process by applying the principles of autonomy, accountability, participation, and sustainability to achieve quality education and learning goals.
Keywords: orientation; quality of education; school-based management.
Abstrak
Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk mencapai tujuan pembangunan. Upaya peningkatan mutu pendidikan terus-menerus dilakukan. Hal tersebut lebih terfokus lagi setelah diamanatkan dalam tujuan pendidikan nasional yaitu untuk meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan. Menyadari hal tersebut, pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan sistem pendidikan, baik melalui penataan perangkat lunak (soft ware) maupun perangkat keras (hard ware). Untuk itu perlu adanya perhatian dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dalam hal ini menggunakan pendekatan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). MBS dapat dikatakan sebagai suatu proses kerja komunitas dengan cara menerapkan kaidah-kaidah otonomi, akuntabilitas, partisipasi dan subtainabilitas untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara bermutu.
Kata Kunci: orientasi; kualitas pendidikan; manajemen berbasis sekolah.
Orientasi Mutu…
472
PENDAHULUAN
Pendidikan secara umum memiliki tugas suci dan mulia, yaitu
memberdayakan umat manusia sehingga mampu
mengaktualisasikan dirinya secara penuh di tengah kehidupan
bermasyarakat. Pendidikan memegang tugas mentransformasikan
individu-individu menjadi manusia sejati, yakni manusia sempurna yang
mampu menggali kecerdasan-kecerdasannya untuk membantu
menyelesaikan masalah-masalah hidupnya.1
Peningkatan kualitas pendidikan adalah pilihan sekaligus orientasi
pengembangan peradaban bangsa sebagai investasi masa depan
pembangunan bangsa berjangka panjang.Orientasi ini mutlak dilakukan
oleh karena pendidikan diyakini sebagai sarana utama pengembangan
kualitas sumber daya manusia. Dalam konteks itulah revitalisasi kebijakan
pendidikan terus menjadi perhatian pemerintah. Salah satu bentuk
revitalisasi itu ialah kebijakan pengelolaan sistem pendidikan dari
kebijakan yang semula sentralistik berubah menjadi desentralistik.
Sebagai konsekuensi logis dari bentuk desentralisasi pendidikan ialah
munculnya kebijakan pengelolaan pendidikan berbasis sekolah (school
based management).
Dengan sistem pengelolaan pendidikan berbasis sekolah tersebut
diasumsikan bahwa kualitas pendidikan dapat ditingkatkan, dan peran
serta masyarakat dalam memprakarsai lembaga pendidikan di tingkat
mikro (sekolah) akan lebih meningkat. Mutu, dalam pengertian umum
dapat diartikan sebagai derajat keunggulan suatu produk atau hasil
kerja, baik berupa barang atau jasa. Mutu dapat bersifat abstrak, namun
dapat dirasakan, baik itu berupa barang atau jasa. Oleh karena itu makna
mutu akan berbeda antara orang yang satu dengan orang lainnya,
tergantung dari sudut pandang dan kebutuhannya.
_____________
1 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta, Rajawali Pres, 1999), hal. 1-2.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
473
Dalam konteks pendidikan banyak pendapat tentang mutu.
Namun demikian, kajian tentang mutu dalam pendidikan dapat ditinjau
dari aspek input, proses, output dan dampak serta manfaat.Peningkatan
kualitas sumber daya manusia merupakan prasyarat mutlak untuk
mencapai tujuan pembangunan. Salah satu wahana untuk
meningkatkan kualitas SDM tersebut adalah pendidikan, Kualitas
pendidikan harus senantiasa ditingkatkan.
Adapun faktor penentu keberhasilan pembangunan adalah kualitas
SDM yang harus terus ditingkatkan melalui berbagai program
pendidikan yang dilaksanakan secara sistematis dan terarah berdasarkan
kepentingan yang mengacu pada kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek) dan dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan (imtak).2
E. Mulyasa mengartikan MBS dengan pemberianotonomi luas
pada tingkat sekolah agar sekolah tersebut leluasa mengelola sumber
daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan
prioritas kebutuhan, sserta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat.3
Dengan kata lain, kepala sekolah sebagai seorang manajer diberikan
kewenangan sepenuhnya untuk bias mengoptimalkan sumber daya
yang ada pada sekolah tersebut guna meningkatkan kualitas dan
mutu sekolah yang dipimpinnya. MBS adalah suatu ide tentang
pengambilan keputusan pendidikan yang diletakkan pada posisi yang
paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah. Pemberdayaan sekolah
dengan memberikan otonomi yang lebih besar, disamping pemerintah
juga menunjukkan sikap tanggap terhadap tuntutan masyarakat juga
merupakan sarana peningkatan efesiensi mutu dan pemerataan
pendidikan. Penekanan aspek-aspek tersebut sifatnya situasional dan
kondisional sesuai dengan masalah yang dihadapi dan politik yang dianut
oleh sistem pemerintahan. Misalnya krisis multi dimensi yang sudah
_____________
2E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi, dan Implementasi, (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 3-4.
3E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah…, hal. 24.
Orientasi Mutu…
474
bertahun-tahun melanda Indonesia, dampaknya terhadap dunia
pendidikan tidak dapat dihindari.
Hal ini paling tidak ditunjukkan dengan berkurangnya
kemampuan pemerintah dalam penyediaan dana yang memadai
untuk pendidikan serta menurunnya kemampuan sebagian orang tua
untuk membiayai pendidikan anaknya. Kondisi tersebut secara
langsung berakibat pada menurunnya mutu pendidikan dan
terganggunya proses pemerataan.
Pendidikan yang bermutu mengacu pada berbagai input seperti
tenaga pengajar, peralatan, buku, biaya pendidikan, teknologi, dan
input-input lainnya yang diperlukan dalam proses pendidikan. Ada
pula yang mengaitkan mutu pada proses (pembelajaran), dengan
argumen bahwa proses pendidikan (pembelajaran) itu yang paling
menentukan kualitas. Jika mutu ingin diraih, maka proses harus diamati
dan dijadikan fokus perhatian. Melalui proses, penyelenggara
pendidikan dapat mengembangkan pendidikan, metode, dan teknik-
teknik pembelajaran yang dianggap efektif.
Orientasi mutu dari aspek outputmendasarkan pada hasil
pendidikan (pembelajaran) yang ditunjukkan oleh keunggulan akademik
dan nonakademik di suatu sekolah. Banyak sekolah yang mulai sadar
bahwa antara berbagai input, proses, dan output, perlu diperhatikan
secara seimbang. Bahkan untuk menjamin mutu, langkah-langkah
sudah dimulai dari misi, tujuan, sasaran, dan target dalam bentuk
desain perencanaan yang mantap. Para pendidik harus selalu sadar
akan hasil yang akan diperoleh bagi siswa setelah melalui proses
pembelajaran tertentu, dan gambaran akan hasil yang ingin dicapai
itu pada gilirannya akan memberikan motivasi untuk mengembangkan
input dan proses yang sesuai. Bahkan saat ini mutu pendidikan tidak
hanya dapat dilihat dari prestasi yang dicapai, tetapi bagaimana
prestasi tersebut dapat dibandingkan dengan standar yang ditetapkan,
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
475
seperti yang tertuang di dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 35 dan PP
No. 19 Tahun 2005.
Berbagai pengamatan dan analisis yang dilakukan,4 sedikitnya ada
tiga faktor yang menyebabkan mutu pendidikan tidak mengalami
peningkatan secara merata. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan
pendidikan nasional menggunakan pendekatan educational production
function yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini
melihat bahwa lembaga pendidikan berfungsi sebagai pusat
produksi. Jika input (masukan) pendidikan memadai, maka
diperlukan kegiatan proses dilembaga ini, dan akan menghasilkan
output yang dikehendaki. Dalam kenyataan, mutu pendidikan yang
diharapkan tidak terjadi, karena selama ini, penerapan pendekatan
education production function lebih memusatkan padainput
pendidikan dan kurang memperhatikan pada proses pendidikan.
Padahal, proses pendidikan sangat menentukan output pendidikan.
Kedua, penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik,
sehingga sekolah sebagai penyelenggara pendidikan sangat tergantung
padakeputusan birokrasi, yang kadang-kadang kebijakan yang
dikeluarkan tidak sesuai dengan kondisi sekolah. Dengan demikian
sekolah kehilangan kemandirian, motivasi, dan inisiatif untuk
mengembangkan dan memajukan lembaganya termasuk peningkatan
mutu pendidikan sebagai salah satu tujuan pendidikan nasional.
Ketiga, peran serta masyarakat, khususnya orang tua siswa dalam
penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim. Partisipasi
masyarakat pada umumnya selama ini lebih banyak bersifat dukungan
dana, bukan pada proses pendidikan (pengambilan keputusan,
monitoring, evaluasi, dan akuntabilitas). Berkaitan dengan akuntabilitas,
sekolah tidak mempunyai beban untuk mempertanggung-jawabkan hasil
_____________
4Dit. Dikdasmen, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I Konsep dan Pelaksanaan, (Jakarta, Diknas, 2001), hal. 1-2.
Orientasi Mutu…
476
pelaksanaan pendidikan kepada masyarakat, khususnya orang tua siswa,
sebagai salah satu pihak utama yang berkepentingan dengan pendidikan.
Penetapan standar untuk melihat mutu pendidikan masih
banyak yang didasarkan pada keinginan yang kuat dari pengguna
dan pemangku kepentingan pendidikan. Termasuk pengguna dan
pemangku kepentingan adalah siswa, guru, orang tua pengguna jasa
pendidikan, pengguna jasa lulusan yang menuntut kompetensi tertentu
sebagai indikator kelayakan bagi yang bersangkutan untuk
melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan, atau berbagai peran dalam
kehidupan sosial yang merupakan output pendidikan. Sementara
masalah input dan proses dianggap sebagai masalah internal sekolah
yang merupakan prerogatif profesi tenaga kependidikan. Sebenarnya,
input, proses, dan output tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Ketiganya merupakan masalah internal atau eksternal yang akan
menentukan mutu pendidikan sekolah.
Dari segi lingkup kompetensi yang harus dicapai begitu luas.
Pandangan tentang mutu pun kemudian meliputi berbagai aspek
kompetensi. Bukan hanya menyangkut ranah kognitif tetapi juga
afektif, psikomotor, dan bahkan spiritual. Mutu tidak hanya terfokus
pada pencapaian atau prestasi akademis (academic achievement),
tetapi juga bidang-bidang non-akademik, seperti prestasi seni,
keterampilan sosial, keterampilan vokasional, serta penghayatan dan
pengamalan spiritual dalam bentuk budi pekerti luhur.
Uraian di atas, dapat dipahami bahwa pembangunan
pendidikan bukanhanya terfokus pada penyediaan faktor input
pendidikan, tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses
pendidikan. Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada
dalam batas-batas tertentu, tetapi input tersebut tidak menjamin dapat
meningkatkan mutu pendidikan secara otomatis. Menyadari hal
tersebut, pemerintah telah melakukan upaya penyempurnaan sistem
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
477
pendidikan, baik melalui penataan perangkat lunak (soft ware)
maupun perangkat keras (hard ware).
Upaya tersebut dapat dilihat dengan dikeluarkannya Undang-
Undang tentang Otonomi Daerah, yan secara langsun berpengaruh
terhadap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan.
Sebelumnya pengelolaan pendidikan merupakan wewenang pusat,
dan dengan berlakunya undang-undang tersebut kewenangan berada
pada pemerintah daerah, kota/kabupaten.
Oleh karena itu, perlu adanya formula baru dalam pengelolaan
pendidikan di sekolah sesuai dengan tuntutan masyarakat dan
berkembangnya peraturan baru tersebut.Formula baru pengelolaan
pendidikan itu merupakan suatu upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan, efesiensi, dan pemerataan.5 Secara umum, manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah dapat diartikan sebagai model
manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah
dan mendorong pengambilan keputusan secara partisipatif yang
melibatkan secara langsung warga sekolah (orang tua siswa, tokoh
masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb.) untuk meningkatkan mutu
sekolah berdasarkan Kebijakan Pendidikan Nasional.Dengan pendekatan
ini sekolah memiliki kewenangan dalam mengembangkan program-
program yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi yang dimilikinya.
Dengan fleksibilitas sekolah akan lebih aktif dalam mengelola sumber
daya sekolah secara lebih optimal.6
_____________
5Supriono Subakir dan Achmad Sapari, Manajemen Berbasis Sekolah (Surabaya, Penerbit SIC, 2001), hal. 5.
6Mulyono, Manajemen Pendidikan; Untuk Sekolah dan Madrasah (Malang, UIN, 2007), hal. 150.
Orientasi Mutu…
478
PEMBAHASAN
Sasaran pendidikan adalah seluruh aspek individu yang perlu
dikembangkan dan ditumbuhkan. Pertumbuhan tersebut meliputi spiritual,
kepribadian, pikiran, kemauan, perasaan, keterampilan, jasmani dan kesehatan.
Kesemuanya sangat perlu untuk dikembangkan secara menyeluruh sehingga
terciptalah manusia Indonesia seutuhnya. Untuk mengimplementasikan
Manajemen Berbasis Sekolah secara efektif dan efesien, Kepala Sekolah perlu
memiliki kemampuan kepemimpinan, perencanaan dan pandangan yang luas
tentang sekolah dan pendidikan. Di samping itu, Kepala Sekolah juga harus
melakukan diskusi atau tukar pikiran, sumbang saran dan studi banding antar
sekolah untuk menyerap kiat-kiat kepemimpinan Kepala Sekolah yang lain.
Selanjutnya Kepala Sekolah juga dituntut untuk melakukan fungsinya sebagai
manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar mengajar dengan
melakukan supervsisi kelas, membina dan memberikan saran-saran positif
kepada menyerap kiat-kiat kepemimpinan Kepala Sekolah yang lain.
Selanjutnya Kepala Sekolah juga dituntut untuk melakukan
fungsinya sebagai manajer sekolah dalam meningkatkan proses belajar
mengajar dengan melakukan supervsisi kelas, membina dan memberikan
saran-saran positif kepada guru. Dalam rangka mengimplementasikan
manajemen berbasis sekolah secara efektif, guru harus meningkatkan
manajemen kelas. Guru merupakan teladan dan panutan siswa di kelas.
Oleh karena itu, guru berkewajiban untuk menyiapkan pembelajaran dan
manajemen persiapan isi materi pengajaran.
Implementasi MBS akan berlangsung secara efektif dan efesien
apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional.
Pengoperasian sekolah, dana yang cukup agar sekolah mampu
menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana dan prasaran yang
memadai untuk mendukung proses belajar-mengajar, serta dukungan
masyarakat (orangtua murid) yang tinggi.7
_____________
7E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah…, hal. 57-58.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
479
Berbeda dengan Nur Kholis,8 menurutnya ada sembilan
strategi yang bisa digunakan agar strategi implementasi kebijakan
MBS dapat berjalandengan sukses. Adapun ke sembilan strategi tersebut
adalah sebagaiberikut: 1) Sekolah harus memiliki otonomi terhadap
empat (4) hal, yaitu: kekuasaan dan kewenangan, pengembangan
pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan, akses
informasi ke segalabagian, serta penghargaan kepada pihak yang
berhasil. 2) Adanya peran serta masyarakat secara aktif dalam
pembiayaan, proses pengambilan kurikulum dan intruksional non-
intruksional. 3) Adanya kepemimpinan sekolah yang kuat. 4) Proses
pengambilan keputusan yang demokratis. 5) Semua pihak memahamai
peran dan tanggung jawabnya secara sungguh-sungguh. 6) Adanya
guidelines (garis pedoman) dari Departemen Pendidikan. 7) Sekolah
memiliki transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan
dalam pertanggungjawaban setiap tahunnya. 8) Penerapan MBS harus
diarahkan untuk pencapaian kinerja kerja. 9) Implementasi harus diawali
dari konsep MBS, identifikasi peranmasing-masing pembangunan
kelembagaan, pelatihan dan sebagainya.
Sebagai suatu paradigma pendidikan baru maka implementasi
sebuah paradigma harus memperhatikan kondisi sekolah setempat.
Dengan demikian, paradigma MBS memerlukan pentahapan yang tepat.
Dengan mempertimbangkan komplesitas tersebut, MBS diyakini akan
dapat dilaksanakan paling tidak melalui tiga tahap yaitu jangka pendek
(tahun pertama sampai dengan tahun kedua), jangka menengah (tahun
keempat sampai dengan tahun keenam) dan jangka panjang (setelah
tahun keenam). Pelaksanaan jangka pendek diprioritaskan pada kegiatan-
kegiatan yang tidak memerlukan perubahan mendasar terhadap aspek-
aspek pendidikan.
_____________
8Nur Kholis, Manajemen Berbasis Sekolah (Jakarta, Grasindo, 2003), hal. 132-134.
Orientasi Mutu…
480
Menurut Djama’an Satori sebagaimana dikutip oleh Mulyono.9 MBS
diwujudkan dalam bentuk kemandirian (otonomi pengelolaan) sekolah dan
menuntut penciptaan tatanan dan budaya kelembagaan baru. Hal yang
dimaksud mencakup: a) Pembentukan Komite Sekolah yang berfungsi
sebagai wadah yang menampung aspirasi dan stakeholder sekolah, serta
badan yang berfungsi untuk membantu sekolah meningkatkan kinerjanya
untuk terwujudnya layanan pendidikan dan hasil belajar yang bermutu, b)
Pengembangan Strategi Sekolah yang menggambarkan arah
pengembangan sekolah dalam perspektif 3-4 tahun mendatang. Dalam
perencanangan ini dirumuskan visi dan misi sekolah (kekuatan,
kelemahan, peluang dan tantangan) kajian isu-isu stratejik yang dihadapi,
perumusan program-program prioritas sekolah, perumusan strategi
pencapaian sasaran, pengendalian dan evaluasi pencapaian sasaran
pengembangan sekolah. Penyusunan ini harus bekerja sama dengan
Komite Sekolah, c) Pengembangan Perencanaan Tahunan Sekolah.
Perencanaan ini merupakan elaborasi dari Perancanaan Stratejik Sekolah
yang menggambarkan kegiatan-kegiatan operasional sekolah disertai
perencanaan anggaran pembiyaan sekolah, d) Melakukan internal
monitoring dan self-assesment yang dilakukan secara reguler, serta
melaporkan hasilnya dalam forum Komite Sekolah, e) Menyususn Laporan
Tahunan Sekolah yang menggambarkan pelaksanaan perencanaan
tahunan sekolah, f) Melakukan survey pendapat sekolah terhadap
stakeholder sekolah mengenai apa yang dianggap baik dan hal-hal apa saja
yang masig perlu perbaikan.
Manajemen berbasis sekolah ditawarkan sebagai bentuk operasional
desentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah, hal ini pada
dasarnya akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang
berjalan saat ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap
peningkatan efesiensi dan efektifitas kinerja sekolah, dengan menyediakan
_____________
9Mulyono, Manajemen Pendidikan Untuk Sekolah dan Madrasah (Malang, UIN Malang, 2007), hal. 157-158.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
481
layanan pendidikan yang konprehensif dan tanggap terhadap kebutuhan
masyarakat.10
Bervariasinya kebutuhan siswa akan belajar, beragamnya
kebutuhan guru dan staf lain dalam pengembangan profesionalnya,
berbedanya lingkungan sekolah satu dengan lainnya dan ditambah dengan
harapan orang tua/masyarakat akan pendidikan yang bermutu bagi
anak dan tuntutan dunia usaha untuk memperoleh tenaga bermutu,
berdampak kepada keharusan bagi setiap individu terutama pimpinan
kelompok harus mampu merespon dan mengapresiasikan kondisi
tersebut di dalam proses pengambilan keputusan.11
Ini memberi keyakinan bahwa di dalam proses pengambilan
keputusan untuk peningkatan mutu pendidikan mungkin dapat
dipergunakan berbagai teori, perspektif dan kerangka acuan (framework)
dengan melibatkan berbagai kelompok masyarakat terutama yang
memiliki kepedulian kepada pendidikan. Karena sekolah berada pada
pada bagian terdepan dari pada proses pendidikan, maka diskusi ini
memberi konsekwensi bahwa sekolah harus menjadi bagian utama di
dalam proses pembuatan keputusan dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan. Sementara, masyarakat dituntut partisipasinya agar lebih
memahami pendidikan, sedangkan pemerintah pusat berperan sebagai
pendukung dalam hal menentukan kerangka dasar kebijakan pendidikan.
Strategi ini berbeda dengan konsep mengenai pengelolaan sekolah
yang selama ini kita kenal.Dalam sistem lama, birokrasi pusat sangat
mendominasi proses pengambilan atau pembuatan keputusan pendidikan,
yang bukan hanya kebijakan bersifat makro saja tetapi lebih jauh
kepada hal-hal yang bersifat mikro; Sementara sekolah cenderung hanya
melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut yang belum tentu sesuai
_____________
10E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung, Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 35.
11Dikmenum, Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja), (Jakarta : Depdikbud,1 999), hal. 36.
Orientasi Mutu…
482
dengan kebutuhan belajar siswa, lingkungan Sekolah, dan harapan orang
tua. Pengalaman menunjukkan bahwa sistem lama seringkali menimbulkan
kontradiksi antara apa yang menjadi kebutuhan sekolah dengan kebijakan
yang harus dilaksanakan di dalam proses peningkatan mutu pendidikan.
Fenomena pemberian kemandirian kepada sekolah ini
memperlihatkan suatu perubahan cara berpikir dari yang bersifat
rasional, normatif dan pendekatan preskriptif di dalam pengambilan
keputusan pandidikan kepada suatu kesadaran akan kompleksnya
pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan dan
organisasiyang mungkin tidak dapat diapresiasiakan secara utuh oleh
birokrat pusat. Hal inilah yang kemudian mendorong munculnya
pemikiran untuk beralih kepada konsep manajemen peningkatan mutu
berbasis sekolah sebagai pendekatan baru di Indonesia, yang
merupakan bagian dari desentralisasi pendidikan yang tengah
dikembangkan.12
Manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah merupakan
alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan
kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan
oleh teori effective school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan
proses pendidikan (Edmond, 1979). Beberapa indikator yang
menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai
berikut; (a) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (b) sekolah memilki
misi dan target mutu yang ingin dicapai, (c) sekolah memiliki
kepemimpinan yang kuat, (d) adanya harapan yang tinggi dari personel
sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk
berprestasi, (e) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus
sesuai tuntutan IPTEK, (f) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus
menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif, dan
_____________
12Suseno, Muchlas , Percepatan Pembelajaran Menjelang Abad 21 makalah hasil analisis dari Accelerated Learning for 21st Century oleh Colin Rose and Malcolm J. Nicholl, (Jakarta, Pasca IKIP, 2001), hal. 37.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
483
pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/perbaikan mutu, dan (g)
adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua
murid/masyarakat.13
Pengembangan konsep manajemen ini didesain untuk
meningkatkan kemampuan sekolah dan masyarakat dalam mengelola
perubahan pendidikan kaitannya dengan tujuan keseluruhan, kebijakan,
strategi perencanaan, inisiatif kurikulum yang telah ditentukan oleh
pemerintah dan otoritas pendidikan. Pendidikan ini menuntut adanya
perubahan sikap dan tingkah laku seluruh komponen sekolah; kepala
sekolah, guru dan tenaga/staf administrasi termasuk orang tua dan
masyarakat dalam memandang,memahami, membantu sekaligus sebagai
pemantau yang melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam pengelolaan
sekolah yang bersangkutan dengan didukung oleh pengelolaan sistem
informasi yang presentatif dan valid. Akhir dari semua itu ditujukan
kepada keberhasilan sekolah untuk menyiapkan pendidikan yang
berkualitas/bermutu bagi masyarakat.
Dalam mengimplementasikan konsep ini, sekolah memiliki
tanggung jawab untuk mengelola dirinya berkaitan dengan
permasalahan administrasi, keuangan dan fungsi setiap personel
sekolah di dalam kerangka arah dan kebijakan yang telah dirumuskan
oleh pemerintah. Bersama -sama dengan orang tua dan masyarakat,
sekolah harus membuat keputusan, mengatur skala prioritas disamping
harus menyediakan lingkungan kerja yang lebih profesional bagi guru, dan
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan serta keyakinan
masyarakat tentang sekolah/pendidikan.
Kepala sekolah harus tampil sebagai koordinator dari sejumlah
orang yang mewakili berbagai kelompok yang berbeda di dalam
masyarakat sekolah dansecara profesional harus terlibat dalam setiap
proses perubahan di sekolah melalui penerapan prinsip-prinsip
_____________
13Tim Teknis Bappenas, School-Based Management di Tingkat Pendidikan Dasar. (Jakarta, Naskah kerjasama Bappenas dan Bank Dunia, 1997), hal. 46.
Orientasi Mutu…
484
pengelolaan kualitas total dengan menciptakan kompetisi dan
penghargaan di dalam sekolah itu sendiri maupun sekolah lain. Ada empat
hal yang terkait dengan prinsip -prinsip pengelolaan kualitas total yaitu;
(a) perhatian harus ditekankan kepada proses dengan terus-menerus
mengumandangkan peningkatan mutu, (b) kualitas/mutu harus
ditentukan oleh pengguna jasa sekolah, (c) prestasi harus
diperolehmelalui pemahaman visi bukan dengan pemaksaan aturan, (d)
sekolah harus menghasilkan siswa yang memiliki ilmu pengetahuan,
keterampilan, sikap arief bijaksana, karakter, dan memiliki kematangan
emosional. Sistem kompetisi tersebut akan mendorong sekolah untuk
terus meningkatkan diri, sedangkan penghargaan akan dapat
memberikan motivasi dan meningkatkan kepercayaan diri setiap
personel sekolah, khususnya siswa.
Jadi sekolah harus mengontrol semua semberdaya termasuk
sumber daya manusia yang ada, dan lebih lanjut harus menggunakan
secara lebih efisien sumber daya tersebut untuk hal -hal yang bermanfaat
bagi peningkatan mutu khususnya.Sementara itu, kebijakan makro yang
dirumuskan oleh pemerintah atau otoritas pendidikan lainnya masih
diperlukan dalam rangka menjamin tujuan-tujuan yang bersifat nasional
dan akuntabilitas yang berlingkup nasional.Jelaslah bahwa konsep
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah ini membawa isu
desentralisasi dalam manajemen (pengelolaan) pendidikan dimana
birokrasi pusat bukan lagi sebagai penentu semua kebijakan makro
maupun mikro, tetapi hanya berperan sebagai penentu kebijakan
makro, prioritas pembangunan, dan standar secara keseluruhan melalui
sistem monitoring dan pengendalian mutu.
Konsep ini sebenarnya lebih memfokuskan diri kepada tanggung
jawab individu sekolah dan masyarakat pendukungnya untuk
merancang mutu yang diinginkan, melaksanakan, dan mengevaluasi
hasilnya, dan secara terus menerus mnyempurnakan dirinya. Semua
upaya dalam pengimlementasian manajemen peningkatan mutu
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
485
berbasis sekolah ini harus berakhir kepada peningkatan mutu siswa
(lulusan). Sementara itu pendanaan walaupun dianggap penting dalam
perspektif proses perencanaan dimana tujuan ditentukan, kebutuhan
diindentifikasikan, kebijakan diformulasikan dan prioritas ditentukan,
serta sumber daya dialokasikan, tetapi fokus perubahan kepada
bentuk pengelolaan yang mengekspresikan diri secara benar kepada
tujuan akhir yaitu mutu pendidikan dimana berbagai kebutuhan siswa
untuk belajar terpenuhi.
Untuk itu dengan memperhatikan kondisi geografik dan
sosiekonomik masyarakat, maka sumber daya dialokasikan dan
didistribusikan kepada sekolah dan pemanfaatannya dipercayakan
kepada sekolah sesuai dengan perencanaan dan prioritas yang telah
ditentukan oleh sekolah tersebut dan dengan dukungan masyarakat.
Pedoman pelaksanaan peningkatan mutu kalaupun ada hanya
bersifat umum yang memberikan rambu-rambu mengenai apa-apa
yang boleh/tidak boleh dilakukan. Secara singkat dapat ditegaskan
bahwa akhir dari itu semua bermuara kepada mutu pendidikan. Oleh
karena itu sekolah-sekolah harus berjuang untuk menjadi pusat mutu
(center for excellence) dan ini mendorong masing-masing sekolah agar
dapat menentukan visi dan misi nya utnuk mempersiapkan dan
memenuhi kebutuhan masa depan siswanya.
PENUTUP
Peningkatan kualitas pendidikan adalah pilihan sekaligus
orientasi pengembangan peradaban bangsa sebagai investasi masa
depan pembangunan bangsa berjangka panjang yang mutlak harus
dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat baik di lembaga maupun di
lingkungan keluarga, karena pendidikan diyakini sebagai sarana utama
pengembangan kualitas sumber daya manusia di indonesia. Oleh
karena itu sekolah harus tanggap tentang perkembangan dunia
pendidikan dan kemajuan teknologi yang semakin pesat.
Orientasi Mutu…
486
Di sinilah peran MBS sangat penting untuk meningkatkan mutu
pendidikan dan memajukan kemampuan SDM dari seluruh aspek
individu yang perlu dikembangkan dan ditumbuhkansecara maksimal.
Hal ini meliputi aspek spiritual, kepribadian, pikiran, kemauan,
perasaan, keterampilan, jasmani dan kesehatan. Kesemuanya sangat
perlu untuk dikembangkan secara menyeluruh sehingga terciptalah
manusia yang cerdas dan kompeten.
DAFTAR PUSTAKA
Dit.Dikdasmen. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Buku I Konsep dan Pelaksanaan. Jakarta, Diknas.
Dikmenum. 1999. Peningkatan Mutu PendidikanBerbasis Sekolah: Suatu Konsepsi Otonomi Sekolah (paper kerja). Jakarta: Depdikbud.
E. Mulyasa. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung, Remaja Rosdakarya.
E. Mulyasa. 2004. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung, Remaja Rosdakarya.
Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta, PT. Rajawali Pres, 1999.
Mulyono. 2007. Manajemen Pendidikan; Untuk Sekolah dan Madrasah. Malang, UIN.
Nur Kholis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta, Grasindo.
Mulyono. 2007. Manajemen Pendidikan Untuk Sekolah dan Madrasah. Malang, UIN Malang.
Supriono Subakir dan Achmad Sapari. 2001. Manajemen Berbasis Sekolah. Surabaya, Penerbit SIC.
Suseno, Muchlas. 2001. “Percepatan Pembelajaran Menjelang Abad 21 makalah hasil analisis dari Accelerated Learning for 21st Century oleh Colin Rose and Malcolm J. Nicholl”. Jakarta, Pasca IKIP.
Tim Teknis Bappenas. 1997. School-Based Management di Tingkat Pendidikan Dasar. Jakarta, Naskah kerjasama Bappenas dan Bank Dunia.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
487
DOI: http://dx.doi.org/10.22373/jm.v9i2.4762 EVALUASI UJIAN SEKOLAH BERBASIS KOMPUTER (USBK) PENDIDIKAN AGAMA ISLAM TINGKAT SMK TAHUN PELAJARAN 2018/2019
1Bahtian Yusup, 2Chaerul Rochman, 3Agus Salim
1,2,3 Program Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Indonesia email: [email protected] , [email protected],
Abstract
This study aims to evaluate the implementation of Computer-Based School Exams in SMK Negeri 1 Panjalu, this is important to be discussed because for evaluation materials as well as follow-up for the implementation of Computer-Based School Exams especially the subjects of Islamic Education in the coming years can work better. This research method uses participatory descriptive research, Partisifan of this study are the teachers in SMK 1 Panjalu Ciamis. The instrument used refers to the implementation of the Computer Based School Examination (USBK) as a whole in the form of an analysis instrument, and interview guidelines. The conclusion in this study is; (1) Profile of achievement of student learning outcomes in the implementation of Computer-Based School School Exams (USBK) especially Islamic Education subjects where the average score of students is 73.66 and also explained that the average student answers multiple choices of 82 % and answer 18% 2) problems related to the implementation of Computer-Based School School Exams (USBK) both seen in general implementation and related matter questions especially Islamic Education subjects, where the solution in implementing Computer-Based School School Exams (USBK) must be prepared carefully both in terms of the carrying capacity of the facilities and the carrying capacity of human resources, especially teachers because they are related to the application and related to the subject matter of the students, they do not understand the material related to mawaris and the arguments both Al Quran and Hadith, effective and efficient in teaching students about mat eri mawaris.
Keywords: Islamic Education; Learning Outcomes; Problems and Solutions; USBK.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tentang pelaksanaan Ujian Sekolah Berbasis Komputer di SMK Negeri 1 Panjalu, hal ini penting dibahas karena untuk bahan evaluasi sekaligus tindak lanjut untuk pelaksanaan Ujian Sekolah Berbasis Komputer khususnya mata pelajaran
Evaluasi Ujian…
488
Pendidikan Agama Islam tahun pelajaran yang akan datang bisa berjalan lebih baik. Metode penelitian ini menggunakan penelitian deskriftip partisipatoris, Partisifan dari penelitian ini adalah para guru di SMKN 1 Panjalu Ciamis. Instrumen yang digunakan mengacu pada pelaksanaan Ujian Sekolah Berbasis Komputer (USBK) secara keseluruhan yang berbentuk Instrumen analisis, dan pedoman wawancara. Kesimpulannya pada penelitian ini adalah; (1) Profil ketercapaian Hasil belajar peserta didik pada pelaksanaan Ujian Sekolah Sekolah Berbasis Komputer (USBK) khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dimana rata - rata nilai peserta didik adalah 73,66 dan dijabarkan pula bahwa rata rata peserta didik menjawab jawaban pilihan ganda sebesar 82% dan mejawab esay 18% 2) problematika terkait pelaksanaan Ujian Sekolah Sekolah Berbasis Komputer (USBK) baik dilihat dari pelaksanaan secara umum maupun terkait materi soal khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dimana solusinya dalam pelaksanaan Ujian Sekolah Sekolah Berbasis Komputer (USBK) harus dipeersiapkan dengan matang baik ditinjau dari daya dukung sarana dan daya dukung sumber daya manusia terutama guru karena berkaitan dengan aplikasi dan berkaitan dengan materi soal peserta didik masik kurang memahami terkait materi mawaris dan dalil – dalil baik itu Al Quran dan Hadits maka diperlukan metode yang efektiv dan efisien dalam mengajarkan peserta didik tentang materi mawaris.
Kata Kunci: Hasil Belajar; PAI; Problematika; Solusi; USBK.
PENDAHULUAN
Persaingan kualitas sumber daya manusia (SDM) pada era global
pada dasarnya merupakan persaingan kualitas pendidikan. Sumber daya
manusia adalah produk dari pendidikan dan/atau pelatihan. Oleh karena
itu semua negara berusaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Pemerintah Indonesia juga terus berusaha meningkatkan kualitas
pendidikan, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi.1
Pendapat di atas menunjukan bahwa Pendidikan memiliki peran
yang sangat penting dalam perkembangan peradaban manusia karena
menjadi salah satu indikator pencapaian indeks pembangunan manusia,
pendidikan menurut Undang – undang bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya, tetapi tidak boleh dipandang sebelah mata juga bahwa dalam
_____________
1Djamari Mardapi,(2013) Evaluasi Penerapan Ujian Akhir Sekolah Dasar Berbasis Standar Nasional, Jurnal Penelitian Pendidikan h.227-245
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
489
proses pembelajaran dalam pendidikan tentunya ada yang harus
diperhatikan dimana dalam pendidikan yang disebut dengan pendidikan
yang bermutu itu adalah yang memenuhi 8 standar nasional pendidikan
yang anatara lain standar isi, standar proses, standar kelulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar penilianan, standar sarana
prasarana, standar pembiayaan dimana kedelapan standai ini harus
dipenuhi oleh setiap sekolah, tetapi pada kenyataanya tidak semua
sekolah mampu memenuhinya. Salahsatu permasalahan yang muncul
yaitu tentang standar penilian dalam kata lain yaoitu tentang proses
penilian atau evaluasi berbicara tentang evaluasi dalam hal ini standar
penilaian.
Standar Penilaian Pendidikan sebagian bagian yang tidak
terpisahkan dari 8 standar pendidikan, tepatnya dalam pasal 1 PP No. 32
Tahun 2013 tentang perubahan atas PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan menyatakan bahwa Standar Penilaian Pendidikan
adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian
hasil belajar Peserta Didik (Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013).
Sekaitan dengan penilaian terhadap peserta didik, dalam pasal 63 ayat (1)
dinyatakan bahwa guru atau pendidik merupakan salah satu unsur yang
diamanatkan untuk melakukan penilaian pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Dalam pandangan Arifin (2012, hal. 4)
penilaian yang dilakukan guru merupakan suatu proses yang sitematis
dan berkesinambungan. Tujuan dari penilaian adalah untuk
mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik
dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan
pertimbangan tertentu.2
Dengan hasil penilaian tersebut, seorang guru atau pendidik bisa
menjadikannya sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan
yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran. Salah satunya adalah
_____________
2Sudijono, A. (2011). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.h.16
Evaluasi Ujian…
490
bahwa hasil penilaian bisa dijadikan sebagai salah satu tolak ukur
keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru di kelas. Namun,
keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru di kelas bisa dilihat dari
hasil penilaian jika proses penilaian dilakukan secara baik dan sesuai
dengan prosedur. Karenanya, penilaian merupakan salah satu komponen
penting didalam seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran. Setidaknya
begitulah yang diutarakan Aunurrahman3.
Lebih jauh kegiatan penilaian harus dapat memberikan informasi
kepada guru untuk meningkatkan kemampuan mengajarnya dan
membantu peserta didik mencapai perkembangan belajarnya secara
optimal sehingga implikasinya adalah kegiatan penilaian harus
digunakan sebagai cara atau teknik untuk mendidik sesuai dengan prinsip
pedagogis. Karena sebaik apapun pembelajaran yang dilakukan, tetapi
jika dalam pelaksanaan penilaian tidak sesuai dengan prosedur, penilaian
tersebut belum bisa menjadi tolak ukur untuk mengetahui keberhasilan
pembelajaran yang dilaksanakan. Intinya guru dituntut untuk
melaksanakan penilaian sesuai dengan standar yang telah ditetapkan
pemerintah. Contohnya pelaksanaan Ujian Sekolah Berbasis Komputer itu
semuanya dari pemerintah baik itu kisi – kisi sampai dengan soal, dan itu
sedikit menjadi problem tentunya bagi guru Pendidikan Agama Islam
(PAI) pertanayaan muncul bagaiamana pelaksanaan dan hasil Ujian
Sekolah Berbasis Komputer Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ?
Apa saja yang harus dievaluasi untu pelaksanaan tahun depan dari segi
butir soal dan yang lainnya? Penelitian ini akan bermakna jika mampu
menjawab masalah tersebut dan memberikan solusi terbaik.
Penelitian ini menerangkan bagaimana penilian kognitif melalui
ujian sekolah berstandar nasional (USBN), hasil yang dicapai peserta didik
dalam pelaksanaanya, mejelaskan maslah yang terjadi pada saat
_____________
3Aunurrahman. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta h.226
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
491
pelaksanaan ujian sekaligus mencoba memberikan solusi tentang
permasalahan yang ada.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskritif
partisipatoris partisipan dalam penelitian ini adalah 4 Orang pesrtadidik
SMKN 1 Panjalu khususnya kelas XII Akuntansi, 3 orang Guru guru
SMKN 1 Panjalu serta civitas akademi yang dipilih secara acak instruen
yang digunakan adalah pedoman wawancara bertujuan untuk
mendapatkan informasi pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional
dan mengetahui butir soal khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam, dan ruang lingkup penelitian ini adalah butir – butir soal yang
tercantum sebelumnya dalam kisi – kisi antara lain : 1) Menunnjukan
hukum bacaan Q.S Al Hujarat (49);12, 2) Menedeteksi hukum bacaan Q.S
Ali Imran (3);159, 3) Mengurutkan potongan Q.S Ali Imran (3);190-191, 4)
Menganalisis makna Q.S. at-Taubah (9): 105, 5) Mengkorelasikan isi
kandungan Q.S. Luqman (31): 13-14, 6) Menentukan contoh perilaku
persaudaraan (ukhuwah) dengan Q.S. al-Hujurat (49): 10, 7) Menerapkan
hikmah toleransi yang sesuai dengan hadis, 8) Menentukan dampak dari
pergaulan bebas dan perbuatan zina, 9) Mengkorelasikan Isi kandungan
dengan Hadis, 10) Menerapkan contoh perilaku asmual husna, 11)
Menentukan tugas malaikat, 12) Menyimpulkan fungsi beriman kepada
kitab Al-Qur'an, 13) Menyimpulkan sifat-sifat yang ada dalam diri Rasul,
14) Menunjukan contoh perilaku beriman kepada hari akhir, 15)
Menunjukan contoh perilaku beriman kepada Qada dan Qadar, 16)
Menyimpulkan manfaat kejujuran dalam kehidupan sehari-hari, 17)
Menentukan contoh perilaku syaja'ah, 18) Menentukan hikmah
diperintahkannya menutup aurat, 19) Menentukan keutamaan menuntut
ilmu, 20) Menyimpulkan Keutamaan berbakti kepada orang tua, 21)
Menentukan adab kepada guru, 22) Menunjukan perilaku bekerja keras
dan bertanggung jawab dalam kehidupan sehari-hari, 23) Menentukan
hadis dari segi perawinya, 24) Menentukan rukun wakaf, 25) Menerapkan
tentang tatacara mengkafani jenazah, 26) Menentukan rukun khutbah, 27)
Evaluasi Ujian…
492
Menerapkan ekonomi sesuai dengan syariat Islam, 28) Menentukan
ketentuan pernikahan dalam Islam, 29) Mengkorelasikan ketentuan
pernikahan dengan tujuan pernikahan dalam Islam, 30) menerapakan
ketentuan ahli waris, 31) menerapakan ketentuan ahli waris, 32)
Menentukan Strategi dakwah Nabi Muhammad saw di Makkah, 33)
Menentukan strategi, dan keberhasilan dakwah Nabi Muhammad saw di
Madinah, 34) Meganalisis perkembangan peradaban Islam pada masa
kejayaan (Masa Khulafaur Rasyidin – Bani Umayyah), 35)
Mengkorelasikan pemikiran Jamaludin Al-Afgani tentang pembaruan
Islam, 36) Menunjukan perkembangan Islam pada masa modern (1800-
sekarang), 37) Menganalisis bukti sejarah perkembangan Islam di
Indonesia, 38) Menyimpulkan nama tokoh yang memajukan peradaban
Islam di dunia, 39) Menunjukkan faktor-faktor kemajuan peradaban Islam
di dunia, 40) Menunjukan faktor-faktor kemunduran peradaban Islam di
dunia.
Setelah diperoleh hasil analisis data. Maka dilanjutkan dengan
triangulasi terhadap indikator-indikator yang belum maksimal dengan
cara menanyakan masalah-masalah yang dihadapi dan langkah-langkah
untuk solusinya
PEMBAHASAN
1. Hasil Belajar
Secara umum bahwa hasil belajar Hasil belajar merupakan
komponen penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Upaya
meningkatkan kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan
meningkatkan kualitas pembelajaran dan kualitas system penilaiannya.
Keduanya saling terkait, system pembelajaran yang baik akan
menghasilkan kualitas hasil belajar yang baik.
Penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran merupakan
implementasi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP). Penetapan SNP membawa impikasi
terhadap model dan teknik penilaian pembelajaran yang mendidik.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
493
Perencanaan penilaian proses serta hasil belajar dan pembelajaran
mencakup penilain eksternal dan internal. Hal ini mengisyaratkan bahwa
objek yang dinilainya adalah hasil belajar peserta didik yang pada
hakikatnya adalah perubahan tingkah laku peserta didik. Tingkah laku
sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang
kognitif, afektif dan psikomotorik.
a. Jenis-jenis Hasil Belajar
Benyamin Bloom berpendapat sebagaimana dikutip Nana Sudjana
(2009:23) menyebutkan klasifikasi hasil belajar secara garis besar dibagi
menjasi tiga ranah, yakni :
1) Ranah Kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang
terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan,
pemahaman, aplikasi atau penerapan, analisis, sintesis dan
evaluasi. (1) Pengetahuan, jenjang hafalan meliputi kemampuan
menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur, atau istilah
yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau dapat
mebggunakannya. Hafalan merupakan hasil belajar yang paling
rendah, tapi menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya.
(2) Pemahaman, merupakan salah satu jenjang kemampuan dalam
proses berfikir dimana siswa dituntut untuk memahami yang
berarti mengetahui tentang sesuatu hal dan dapat melihatnya dari
beberapa segi. (3) Aplikasi atau penerapan, merupakan
kemampuan berfikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
Jenjang penerapan merupakan kemampuan menggunakan
prinsip, teori, hukuman, aturan, maupun metode yang dipelajari
pada situasi baru atau pada situasi konkrit. (4) Analisis, analisis
adalah usaha memilah atau integritas menjadi unsur-unsur atau
bagian-bagian sehingga jelas hirarkinya atau susunannya. (5)
Sintesis, merupakan kemampuan untuk mengintegrasikan bagian-
bagian yang terlepas menjadi suatu keseluruhan yang terpadu
atau menggabungkan bagian-bagian (unsur-unsur) sehingga
Evaluasi Ujian…
494
terjelma pola yang berkaitan secara logis, atau mengambil
kesimpulan dari perisiwa-peristiwa yang ada hubungannya satu
dengan yang lainnya. (6) Evaluasi, Mengevaluasi dalam aspek
kognitif, menyangkut masalah “benar/salah” yang didasarkan
atas dalil, hukum, prinsip pengetahuan.
2) Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri atas
aspek penerimaan, jawaban, penilaian, organisasi, dan
internalisasi.
3) Ranah Psikomotor, mencakup kemampuan yang berupa
keterampilan fisik (motorik) yang terdiri atas gerakan reflex,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan,
keterampilan kompleks, serta gerakan ekspresif dan interperatif.
Berdasarkan pengertian hasil belajar diatas, disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya. Kemampuan-kemampuan tersebut
mencakup aspek kognitif, afektif, psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat
melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data
pembuktian yang akan menunjukan tingkat kemampuan siswa dalam
mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian
ini adalah hasil belajar kognitif IPS yang mencakup tiga tingkatan yaitu
pengetahuan, pemahaman, dan penerapan.
2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indicator pencapaian tujuan
pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar belajar itu sendiri. Slameto (2013:54, 60),
menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar, sebagai
berikut :
a. Faktor internal adalah yang ada dalam diri individu yang sedang
belajar. Faktor internal meliputi: faktor jasmaniah dan faktor
psikologi.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
495
b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor
eksternal meliputi: faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor
masyarakat.
Berdasarkan pendapat diatas, faktor yang mempengaruhi hasil
belajar antara lain faktor yang terdapat dalam diri siswa, faktor yang ada
ada diluar diri siswa. Faktor internal berasal dari dalam diri anak secara
biologis, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang sifatnya dari luar
diri siswa.
3. Hakikat Pendidikan Agama Islam
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upanya pengajaran dan
pelatihan.4 Definisi tentang pendidikan pada umumnya sangat banyak
orang – orang yunani, lebih kurang 600 tahun yang lalu sebelum masehi
telah menyatakan bahwa pendidikan ialah usaha membantu manusia
menjadi manusia, ada dua kata yang sangat penting yaitu membantu dan
manusia. Manusia perlu dibantu agar ia berhasil menjadi manusia dan
seseorang dapat dikatakan sebagai manusia, ciri manusia yang telah
menjadi manusia, pertama memiliki kemampuan dalam mengendalikan
diri, kedua cinta tanah air, dan ketiga berpengetahuan.5
Pendidikan menurut Pasal 1 ayat (1) UU No.2/1989 adalah upaya
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, dan latihan bagi perannya di masa yang akan datang.
Marimba mendefiniskan pendidikan sebagai bimbingan atau pimpinan
secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani
siterdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.6 Pendidikan
_____________
4 Muhibbin Syah. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. hal.10
5Tafsir Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. hal.33
6Tafsir Ahmad. 2011. Metodologi Pengajaran Agama Islam : Bandung : PT Remaja Rosdakarya hal.6
Evaluasi Ujian…
496
adalah aktiviitas semua potensi dasar manusia melalui interaksi antara
manusia dewasa dengan yang belum dewasa.
Secara umum Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan mata
pelajaran yang dikembangkan dari ajaran – ajaran dasar yang terdapat
dalam agama Islam. Ajaran dasar tersebut terdapat dalam al-Quran dan
al-Hadis, untuk kepentingan pendidikan, dengan melalui ijtihad para
ulama mengembangkat materi Pendidikan Agama Islam (PAI) pada
tingkat yang lebih terperinci.
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam
menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memhamai, menghayati,
hingga mengimani, ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan
kerukunan antara umat beragama hingga terwujud kesatuan dan
persatuan bangsa.
Pendidikan Agama Islam merupakan sebuah program yang sudah
dipersiapkan bagi peserta didik yang dalam hal ini bukan hanya saja
mengetahui, bukan saja memahami melainkan dari mulai mengenal,
memahami, menghayati hingga mengimani dan juga diaplikan yang salah
satunya menjaga toleransi antar umat yang beda agama demi
terwujudnya suatu bangsa yang damai.
Menurut Zakiyah Daradjat, Pendidikan Agama Islam adalah suatu
usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan,
yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan islam sebagai
pedoman hidup.
Ajaran Islam merupakan suatu ajaran yag luas, universal perlu
sebuah ilmu, pendidikan yang membantu dalam membimbing untuk
mendapakan pengetahuan keislaman yang menyeluruh dan dalam kata
lain bisa terbentuk Islam yang sempurna, yang selanjutnya bisa dijadikan
sebuah alat sebuah petunjuk untuk menjalani hidup.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
497
Ahmad Tafsir, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan yang
diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
Pendidikan Agama Islam merupakan usaha sadar yang dilakukan
pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk menyakini,
memahami, dan mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran, atau pelatihan yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan.
4. Dasar–dasar Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di sekolah mempunyai dasar
yang kuat, dasar yang kuat menurut Zuhairini dapat ditinjau dari bergai
segi, yaitu:
a. Dasar Yuridis/Hukum
Dasar yuridis formal pelaksaan Pendidikan Agama Islam di
sekolah sebagai berikut:
1) Dasar ideal, yaitu dasar falsafah Negara Pancasila, sila pertama:
Ketuhanan Yang Maha Esa.
2) Dasar strukural/konstitusional, yaitu UUD’45 dalam Bab XI pasal
29 ayat 1 dan 2, yang berbunyi : 1. Negara berdasar atas
Ketuhanan Yang Maha Esa ; 2. Negara menjamin kemerdekaan
tiap – tiap penduduk untuk memeluk agama masing – masing dan
beribadah menurut agama dan kepercayaan itu.
3) Dasar operasional, yaitu terdapat dalam Tap MPR No
IV/MPR/1978 jo. Ketetapan MPR Np. II/MPR/1983, diperkuat
oleh Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap.MPR No. II/MPR 1993
tentang garis – garis besar haluan Negara yang pada pokoknya
menyatakan bahwa pelaksanaan pendidikan agama secara
langsung dimaksdkan kurikulum sekolah–sekolah formal, mulai
dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Evaluasi Ujian…
498
b. Segi Religius
Dasar religius adalah dasar yang bersumber dari ajaran islam,
menurut ajaran islam pendidikan agama adalah perintah Tuhan dan
merupakan perwujudan ibadah kepada-Nya. Dalam Al Quran banyak
ayat yang menunjukan perintah tersebut, antara lain:
Q.S Al – Nahl ; 125:
ى ل ع إ اد ة ن س ح ال عظة و م وال ة م ك ح ال ك ب ب سبيل رل ن ض م ب م عل أ ك هو ب ن ر حسن إ أ تي هي ال م ب ه ادل وج
ين د ت ه م ال ب م عل أ و وه ه يل ب عن سArtinya: Serulah (manusia) kepada Jalan Tuhanmu dengan Hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah merekan dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhamnu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalanNya dan Dialah yang lebih mengetahui orang –
orang yang mendapat petunjuk.
c. Aspek Psikologis
Psikologis yaitu dasar yang berhubungan dengan aspek kejiwaan
kehidupan bermasyarakat, hal ini didasarkan bahwa dalam hidupnya,
manusia baik sebagai mahluk individu maupun sebagai anggota
masyarakat dihadapkan pada hal – hal yang membuat hatinya tidak
tenang dan tidak tentram sehingga memerlukan adanya pegangan hidup.
5. Fungsi Pendidikan Agama Islam
Kurikulu Pendidikan Agama Islam untuk sekolah/madrasah
berfungsi sebagai berikut :
a. Pengembangan, yaitu meningkatkaan keimanan dan ketakwaan
peserta didik kepada Alloh SWT yang telah ditanamkan dalam
lingkungan keluarga.
b. Penanam Nilai, yaitu sebagai pedoman hidup untuk mencari
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
499
c. Penyesuaian mental yaitu, untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan
dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.
d. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan – kesalahan peserta
didik dalam keyakinan, pemahaman, dan pengalaman ajaran dalam
kehidupan sehari – hari.
e. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal – hal negatif dari
lingkungan atau dari budaya lain yang dapat membahayakan
dirinya dan menghambat menuju manusia seutuhnya.
f. Pengajaran, yaitu pengetahuan ilmu keagamaan secara umum,
system dan fungsionalnya.
g. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak – anak yang memiliki
bakat khusus di bidang agama islam agar bakat tersebut dapat
berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk
dirinya sendiri dan bagi orang lain.
6. Tujuan Pendidikan Agama Islam
Secara umum tujuan pendidikan islam adalah untuk membentuk
peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT serta
berahlak muliaPaparan diatas bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam
pada dasarnya berorientasi pada keimanan, ketakwaan dan yang paling
penting pada akhirnya adalah ahlak.
Berdasarkan kurikulum PAI bahwa Pendidikan Agama Islam di
sekolah bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan
melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan,
pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama islam
sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal
keimanan, ketakwaan, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat
melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pendidikan Agama Islam adalah terbentuknya peserta didik yang
memiliki ahlak mulia, tujuan inilah yang sebenarnya merupakan misi
utama diutusnya Nabi Muhammad SAW dengan demikian, pendidikan
Evaluasi Ujian…
500
ahlah adalah jiwa dari Pendidikan Agama Islam, mencapai
ahlakulkarimah adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.
Kompetensi Pendidikan Agama Islam (PAI) SMU/K
a. Kompetensi Lintas Kurikulum
1) Memiliki keyakinan, menyadari serta menjalankan hak dan
kewajiban, saling menghargai dan memberi rasa aman, sesuai
dengan agama yang dianutnya.
2) Menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan
mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk
berinteraksi dengan orang lain.
3) Memilih, memadukan, dan menerapkan konsep – konsep, teknik –
teknik, pola, struktur, dan hubungan.
4) Memilih, mencari dan menerapkan teknologi dan informasi yang
diperlukan dari berbagai sumber.
5) Memahami dan menghargai lingkungan fisik, mahluk hidup, dan
teknologi, dan menggunakan pengetahuan, keterampilan dan
nilai – nilai untuk mengambil keputusan yang tepat.
6) Berpartisipasi, berinteraksi, dan berkontibusi aktif dalam
masyarakat dan budaya global berdasarkan pemahaman kontek
budaya, geografis, dan historis.
7) Berekreasi dan menghargai karya artistic, budaya, dan intelektual
serta menerapkan nilai – nilai luhur untuk meningkatkan
kematangan pribadi menuju masyarakat beradab.
8) Berpikir logis, kritis, dan lateral dengan memperhitungkan
potensi dan peluang untuk menghadapi berbagai kemungkinan.
9) Menunjukan motivasi dalam belajar, percaya diri, bekerja
mandiri, dan bekerja sama dengan orang lain.
b. Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Kemampuan dasar yang harus dicapai di sekolah yaitu :
1) Beriman kepada Allah SWT dan lima rukun islam yang lainnya
dengan mengetahui fungsi dan hikmahnya serta terefleksi dalam
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
501
sikap, prilaku, dan ahlak peserta didik dalam dimensi vertical
maupun horizontal.
2) Dapat membaca, menulis, dan memahami ayat Al Quran serta
mengetahui hukum bacaannya dan mampu
mengimplementasikan dalam kehidupan sehari – hari.
3) Mampu beribadah dengan baik sesuai dengan tuntunan syari’at
islam baik ibadah wajib maupun ibadah sunah.
4) Dapat meneladani sifat, sikap, dan kepribadian Rosululloh,
sahabat, dan tabiin serta mampu mengambil hikmah dari sejarah
perkembangan islam untuk kepentingan hidup sehari – hari masa
kini dan masa depan
5) Mampu mengamalkan system muamalat islam dalam tata
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6) Seperti yang tergambar dalam kemampuan dasar umum diatas,
kemampuan dasar tiap kelas yang tercantum dalam standar
nasional juga dikelompokan lima unsur mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam yaitu :
a) Al Quran
b) Keimanan
c) Ahlak
d) Fiqh/ ibadah
e) Tarikh / Sejarah
Dari hasil observasi awal menunjukan hasil Ujian Sekolah Berbasis
Komputer di SMK Negeri 1 Panjalu menunujukan sebagai berikut :
Gambar 1. Grafik Hasil Ujian Sekolah Berbasis Komputer PAI
Evaluasi Ujian…
502
Dari grafik diatas menunjukan bahwa ada peserta didik yang
mendapatkan nilai kecil dan ada juga yang menghasilkan nilai tinggi, ini
menunjukan hasil yang bervariasi setiap peserta didik mempunyai
hambatan, tantantang tersendiri. Dengan demikian, maka diperoleh
jumlah skor maksimal adalah tujuh puluh enam (94) untuk kriteria
ketuntansan minimal untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam ini
adalah 78 apabila peserta didik kurang dari 78 maka harus mengikuti
perbaikan. Rumus penghitunagn persentase setiap nilai adalah
% . adapun untuk
menentukan kualifikasi prosentase ketercapaian digunakan tabel berikut:
Tabel 1. Presentase ketercapian
No. Prosentase Ketercapaian Kualifikasi
1 91 -100 Sangat Baik
2 81 - 90 Baik
3 71 - 80 Cukup Baik
4 61 -70 Kurang Baik
5 Kurang dari 61 Sangat kurang
Diadaptasi dari Aplikasi Raport SMK
Butir soal pada pelaksanaan Ujian Sekolah Berbasis Komputer
untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam teridiri dari 40 soal pilihan
ganda dan 5 esay dimana butir soal tersebut dari mulai kisi kisi sampai
dengan soal itu berasal dari Dinas Pendidikan Provinsi dan persentase
peserta didik mengerjakan soal pilihan ganda dan esai tergambar dalam
gambar sebagai berikut :
Gambar 2. Presentase Nilai Menjawab Soal PG dan esay
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
503
Dari gambar diatas menunjukan bahwa persentase peserta didik
dalam menjawab soal pilihan ganda adalah 82% sedangkan rata – rata
peserta didik menjawab soal esai 18%.
Dari hasil analisis diatas kemudian mengadakan triangulasi kepada
pendidik dan peserta didik sebagai pelaksana dalam kegiatan Ujian
Sekolah Berbasis Komputer tahun pelajaran 2018/2019 sebagai berikut :
Tabel 2. Indikator Pelaksanaan secara umum USBK
Responden Masalah Solusi
Sandi Mardiansyah Fazrin
Belum sepenuhnya menguasai aplikasi USBN, sehingga terjadi kesalahan format isian dan pengaturan soal dll
Persiapakan lebih matang lagi dgn aplikasi yg digunakan, tentunya dgn banyaknya temuan menjadikan pelajaran yg harus diperbaiki dan dikembangkan lebih baik lagi Dimana guru-guru jg diberikan pembelajaran pengisian format soal untuk di input ke aplikasi, serta dilakukan pengecekan setalah soal di input memeastikan tidak ada kesalahan soal yang di input kan
Acep Rahmat Sarana prasaran belum memadai sepenuhnya jadi diperluka perangkat komputer yang memadai baik dari spsifikasi dan penunjang seperti aliran listrik
Perlengkap alat – alat dan kordinasi dengan phak terkainta seperti PLN
Tabel 2. Triangulasi Pelaksanaan USBK
Hasil triangulasi diatas menunjukan bahwa secara umum
pelaksanaan Ujian Sekolah Berbasis Komputer ini berjalan dengan baik,
tetapi masih ada kendala terutama dalam bidang penunjang yang
berkaitan dengan sarana prasarana sekolah, kendala yang lain adalah
Evaluasi Ujian…
504
bahwa guru- guru pun harus dibekali ilmu terlebih dahulu tertama dalam
penginfutan soal artinya bahwa harus ada pelatihan yang matang terkait
pelaksanaan Ujian Sekolah Berbasis Komputer ini secara efektiv dan
efisien.
Tabel 3. Indikator Butir Soal USBK Pendidikan Agama Islam
Responden Masalah Solusi
Agung Khorul (Yang Nilai rendah)
Kebingunan tentang soal – soal yang berkaitan dengan dalil – dalil al Quran maupun hadis dan materi soal tentang mawaris
Semoga untuk adik – adik kelas yang nanti dapat diberikan metode pengajaran yang mudah paham terkait materi dalil – dalil Al Quran dan mawaris agar peserta didik mudah memahami dan bukan hanya teori saja.
Intan (Yang Nilai Terbesar)
Kesusahan soal yang berkaitan tentang penghitungan mawaris, mudah mengerjakan soal yang berkiatan dengan kehidupan sehari sehari
Semoga guru dapat memberikan pemahaman tentang mawaeris yang mudah dipahamai terutama pada penghitungannya.
Tabel 3. Triangulasi Butir Soal PAI
Dari hasil triangulasi dengan peserta didik diatas bahwa hampir
kebayakan peserta didik masih kesulitan dalam menghafal, memahami
dalil Al Quran maupun hadits dan juga peserta didik kebingungan dalam
materi mawaris terutama dalam penghitungannya, makan evaluasi yang
harus dilakukan untuk tahun pelajaran berkutnya adalah guru
Pendidikan Agama Islam harus mengevaluasi model bahkan metode yang
efektiv untuk mengajarkan dali – dalil dan materi mawaris.
PENUTUP
Pelaksanaan evaluasi sangatlah penting khususnya dalam dunia
pendidikan dengan evaluasi bisa mengukur tingkat keberhasilan yang
kaitanya disini tentang Ujian Sekolah Berbasis Komputer, dan sekaligus
mengevaluasi soal – soal tentang Pendidikan Agama Islam dan hasilnya
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 9 No. 2 July-Desember 2019
505
Profil ketercapaian Hasil belajar peserta didik pada pelaksanaan Ujian
Sekolah Sekolah Berbasis Komputer (USBK) khususnya mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam dimana rata - rata nilai peserta didik adalah
73,66 dan dijabarkan pula bahwa rata rata peserta didik menjawab
jawaban pilihan ganda sebesar 82% dan mejawab esay 18% 2)
problematika terkait pelaksanaan Ujian Sekolah Sekolah Berbasis
Komputer (USBK) baik dilihat dari pelaksanaan secara umum maupun
terkait materi soal khususnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam,
dimana solusinya dalam pelaksanaan Ujian Sekolah Sekolah Berbasis
Komputer (USBK) harus dipeersiapkan dengan matang baik ditinjau dari
daya dukung sarana dan daya dukung sumber daya manusia terutama
guru karena berkaitan dengan aplikasi dan berkaitan dengan materi soal
peserta didik masik kurang memahami terkait materi mawaris dan dalil –
dalil baik itu Al Quran dan Hadits maka diperlukan metode yang efektiv
dan efisien dalam mengajarkan peserta didik tentang materi mawaris.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, M. D. (2013). Sasaran atau Obyek Evaluasi Pendidikan dan Penilaian Berbasis Sekolah. Al-Hikmah, 10(5), 1-12.
Anwar, S., & Fakhruddin, A. (2016). Pelaksanaan Standar Penilaian oleh Guru Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Studi Evaluatif terhadap Guru PAI SMP dan SMA di Bandung). Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’ lim, 14(2).
Asrori Mohammad. 2009. Psikologi Pembelajaran. Bandung : CV. Wacana Prima
Hulliyah, K., Amrizal, V., & Mawahib, M. (2011). Perancangan sistem pelaporan nilai ujian sekolah berstandar nasional pendidikan agama Islam (USBN PAI) berbasis web (studi kasus direktorat pendidikan agama Islam Kementrian Agama RI). JURNAL TEKNIK INFORMATIKA, 4(1).
Ismanto, I. (2014). EVALUASI HASIL BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI). Edukasia: Jurnal Penelitian Pendidikan Islam, 9(2).
Mahirah, B. (2017). Evaluasi Belajar Peserta Didik (Siswa). Idaarah: Jurnal Manajemen Pendidikan, 1(2).
Mardapi, D. (2009). Evaluasi penerapan ujian akhir sekolah dasar berbasis standar nasional. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 13(2).
Evaluasi Ujian…
506
Muzayanah, U. (2015). Kualitas Butir Soal Pai Pada Ujian Sekolah Berstandar Nasional. Jurnal SMART (Studi Masyarakat, Religi, dan Tradisi), 1(1).
Sawaluddin, S. (2018). Konsep Evaluasi Dalam Pembelajaran Pendidikan Islam. Jurnal Pendidikan Agama Islam Al-Thariqah, 3(1), 39-52.
Sulistiawan, C. H. (2016). Kualitas soal ujian sekolah matematika program IPA dan kontribusinya terhadap hasil ujian nasional. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 20(1), 1-10.
Syah Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tafsir Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tafsir Ahmad. 2011. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya
Tim LPP-SDM, (2010), Pendidikan Islam, 5, ed. Depok: Bina Muda Ciptakreasi.
Tim LPP-SDM, (2010), Pendidikan Islam, 6, ed. Depok: Bina Muda Ciptakreasi
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 8 No. 2 July-Desember 2018
v
JUDUL DITULIS KAPITAL DENGAN FONT BOOK ANTIQUA 14 CETAK TEBAL (Maksimum 12 Kata)
Penulis11), Penulis22) dst. [Font Book Antiqua 10 Cetak Tebal dan NamaTidak Boleh Disingkat]
1,2,3,Nama Lembaga Afiliasi, Negara [penulis 1, 2, 3 jika penulis dari lembaga yang sama]. email: [email protected], [email protected], [email protected]
Abstract [Font Book Antiqua 11 Cetak Tebal dan Miring]
Ditulis dalam bahasa Inggris yang berisikan isu-isu pokok, tujuan penelitian, metode/pendekatan dan hasil penelitian. Abstract ditulis dalam satu alenia, tidak lebih dari 200 kata. [Font Book Antiqua 11, spasi tunggal, dan cetak miring].
Keywords: Maksimum 5 kata kunci dipisahkan dengan tanda koma. [Font Book Antiqua 11
spasi tunggal, dan cetak miring]
Abstrak [Font Book Antiqua 11 Cetak Tebal]
Ditulis dalam bahasa Indonesia yang berisikan isu-isu pokok, tujuan penelitian, metode/pendekatan dan hasil penelitian. Abstract ditulis dalam satu alenia, tidak lebih dari 200 kata. [Font Book Antiqua 11 dan spasi tunggal].
Kata Kunci: Maksimum 5 kata kunci dipisahkan dengan tanda koma. [Font Book
Antiqua 11 dan spasi tunggal]
PENDAHULUAN [Font Book Antiqua 12 bold]
Pendahuluan mencakup latar belakang atas isu atau permasalahan
serta urgensi dan rasionalisasi kegiatan (penelitian atau pengabdian).
Tujuan kegiatan dan rencana pemecahan masalah disajikan dalam bagian
ini. Tinjauan pustaka yang relevan dan pengembangan hipotesis (jika ada)
dimasukkan dalam bagian ini. [Font Book Antiqua 12, normal]
Jika Artikel hasil penelitian perlu di jelaskan metode penelitian
terkait rancangan kegiatan, ruang lingkup atau objek, bahan dan alat
Judul Artikel (dua kata pertama)
vi
utama, tempat, teknik pengumpulan data, definisi operasional variabel
penelitian, dan teknik analisis secara ringkas. [Font Book Antiqua 12, normal].
PEMBAHASAN [Font Book Antiqua 12 bold]
Bagian ini berisi kajian literatur yang dijadikan sebagai penunjang
konsep penelitian. Kajian literatur tidak terbatas pada teori saja, tetapi
juga bukti-bukti empiris. Hipotesis peneltiian (jika ada) harus dibangun
dari konsep teori dan didukung oleh kajian empiris (penelitian
sebelumnya). [Font Book Antiqua 12, normal].
Bagian ini juga menyajikan hasil penelitian. Hasil penelitian dapat
dilengkapi dengan tabel, grafik (gambar), dan/atau bagan. Bagian
pembahasan memaparkan hasil pengolahan data, menginterpretasikan
penemuan secara logis, mengaitkan dengan sumber rujukan yang relevan.
[Font Book Antiqua 12, normal]
PENUTUP [Font Book Antiqua 12 bold]
Bagian ini menyajikan berisi rangkuman singkat atas hasil
penelitian dan pembahasan. [Font Book Antiqua 12, normal]
DAFTAR PUSTAKA [Font Book Antiqua 12 bold]
Darimi, Ismail. "Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru PAI dalam Pembelajaran." Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam 5, no. 2 (2015): 309-324.
Idris, Saifullah. "The Status of Wilayat Al-Hisbah Institution in the Constitutional Law Order." Advanced Science Letters 24, no. 10 (2018): 7095-7099.
Jurnal MUDARRISUNA Vol. 8 No. 2 July-Desember 2018
vii
Catatan:
1. Lengkapi Daftar Riwayat Hidup sebagai lampiran
2. Penulisan naskah dan sitasi yang diacu dalam naskah ini disarankan
menggunakan aplikasi referensi (reference manager) seperti Mendeley,
Google Scholars, dll. dengan referensi Footnote1,2 dan cite Chicago.
3. Gambar dan tabel: Semua tabel dan gambar yang anda masukkan
dalam dokumen harus disesuaikan dengan urutan 1 kolom atau ukuran
penuh satu kertas, agar memudahkan bagi reviewer untuk mencermati
makna gambar
Gambar 1. Historical Timeline
Tabel 1. Editor Team Jurnal MUDARRISUNA
NO NAMA JABATAN KETERANGAN
1 Hasan Basri Editor in Chief
2 Ismail Darimi Managing Editor
_____________
1Darimi, Ismail. "Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru PAI dalam Pembelajaran." Jurnal MUDARRISUNA: Media Kajian Pendidikan Agama Islam 5, no. 2 (2015): 309-324.
2Idris, Saifullah. "The Status of Wilayat Al-Hisbah Institution in the Constitutional Law Order." Advanced Science Letters 24, no. 10 (2018): 7095-7099.
Judul Artikel (dua kata pertama)
viii
Daftar Riwayat Hidup
Nama Penulis* :
Afiliasi/Lembaga :
ID Google Scholars :
ID Sinta :
ORCID iD :
ID Scopus :
Email :
No. Hp :
Alamat :
*Jika penulis lebih dari satu orang, maka di gandakan form diatas.