perhitungan dan analisis nilai overall equipment
TRANSCRIPT
Perhitungan dan Analisis Nilai Overall Equipment
Effectiveness Mesin Pouch 25 di PT. Unilever Indonesia
Tbk Home Personal Care-Liquid
Oleh
Radian Anggara Partha
NIM: 004201105077
Laporan Skripsi diajukan kepada Fakultas Teknik President
University untuk memenuhi persyaratan akademik mencapai
gelar Sarjana Teknik Program Studi Teknik Industri
2016
2
LEMBAR REKOMENDASI PEMBIMBING
Skripsi berjudul “Perhitungan dan Analisis Nilai Overall
Equipment Effectiveness Mesin Pouch 25 di PT. Unilever
Indonesia Tbk Home Personal Care-Liquid” yang disusun dan
diajukan oleh Radian Anggara Partha sebagai salah satu persyaratan
untuk mendapatkan gelar Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik telah
ditinjau dan dianggap memenuhi persyaratan sebuah skripsi. Oleh
karena itu, Saya merekomendasikan skripsi ini untuk maju sidang.
Cikarang, Indonesia, 30 Maret 2016
Ir. Andira, M.T
Dosen Pembimbing 1
Tetuko Kurniawan, S.T, M.Sc
Dosen Pembimbing 2
3
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya menyatakan bahwa skripsi “Perhitungan dan Analisis Nilai
Overall Equipment Effectiveness Mesin Pouch 25 di PT. Unilever
Indonesia Tbk Home Personal Care-Liquid” adalah hasil dari
pengetahuan terbaik Saya dan belum pernah diajukan ke Universitas
lain maupun diterbitkan baik sebagian maupun secara keseluruhan.
Cikarang, Indonesia, 30 Maret 2016
Radian Anggara Partha
4
PERHITUNGAN DAN ANALISIS NILAI
OVERALL EQUIPMENT EFFECTIVENESS
MESIN POUCH 25 DI PT. UNILEVER
INDONESIA TBK HOME PERSONAL CARE-
LIQUID
Oleh
Radian Anggara Partha
NIM. 004201105077
Disetujui oleh
Tetuko Kurniawan, S.T, M.Sc
Dosen Pembimbing 2
Ir. Andira, M.T
Dosen Pembimbing 1 & Kepala Program Studi Teknik Industri
5
ABSTRAK
PT. Unilever Indonesia Home Personal Care Liquid adalah perusahan produsen
sabun cuci dalam bentuk cair, salah satu produknya ialah sabun cuci piring dalam
kemasan pouch. Hasil dari persentase output enam bulan terakhir terhadap seluruh
mesin pouch menunjukkan bahwa mesin pouch 25 memiliki jumlah paling sedikit
yaitu sebesar 19.52%.
Overall Equiment Effectiveness (OEE) adalah metode pengukuran efektifitas
penggunaan suatu peralatan. OEE dikenal sebagai salah satu bagian dari Total
Productive Maintenance (TPM), kemampuan mengidentifikasikan secara jelas
akar permasalahan dan faktor penyebabnya sehingga membuat usaha perbaikan
menjadi terfokus. Mesin pouch 25 merupakan mesin yang menjadi objek peneliti.
Mesin pouch 25 sering mengalami pengurangan kecepatan mesin dikarenakan
terjadinya kondisi yang tidak normal terhadap mesin, hal ini dapat dilihat dari
rata-rata OEE mesin yang rendah. Pada periode Februari 2015-Januari 2016 rata-
rata nilai OEE sebesar 46.48%. Rendahnya nilai OEE ini diakibatkan oleh six big
losses yang menyebabkan hilangnya keefektifan penggunaan mesin. Six Big
Losses yang dimaksud disini adalah berkurangnya keefektifan mesin dan
peralatan yang disebabkan oleh Equipment failure/breakdown,Setup and
Adjusmen, Idling and Minor Stoppages, Reduced Speed, Defects in Procces
(Quality Defect), dan Reduced Yield. Dari Six Big Losses tersebut dihasilkan rata-
rata nilai Availability 85.48%, Performance 55.15% dan Quality 99.60%. Nilai
Performance yang rendah diakibatkan oleh nilai dari Idling and Minor Stoppages
7,750.48 menit dan nilai Break down serta Setup and Adjusment 2,265 menit.
Losses dari Idling and Minor Stoppages dan Break down serta Setup and
Adjustment disebabkan oleh beberapa penyebab yang meliputi tidak adanya
temperatur kontrol untuk cooler plate di mesin pouch 25, tidak adanya stok pisau
top puncher, tidak adanya standar bersih dan waktu pembersihan serta memasang
fitur Jet Cutter pada mesin pouch 25..
Kata kunci: Total Productive Maintenance, Overall Equipment Effectiveness, Six
Big Losses
6
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas
segala limpahan berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan tugas akhir ini.
Penelitian ini merupakan tugas akhir jurusan Teknik Industri President University
dengan judul “Perhitungan dan Analisis Nilai Overall Equipment Effectiveness
Mesin Pouch 25 di PT. Unilever Indonesia Tbk Home Personal Care-Liquid”.
Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini tidak akan terwujud tanpa dukungan dari
berbagai pihak, maka dengan penuh kerendahan hati penulis mengucap syukur
kepada Allah SWT yang telah memberikan kemudahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir. Selama melakukan penelitian dan penulisan ini tidak
terlepas dari berbagai pihak yang telah memberikan bantuan baik berupa arahan
dan motivasi. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Yang Terhormat Bapak Ibu Ir. Andira, M.T selaku dosen pembimbing dan
Kaprodi Teknik Industri telah membimbing, mengarahkan, dan
memberikan petunjuk dalam penyusunan tugas akhir ini.
2. Yang penulis hormati Bapak Tetuko Kurniawan, S.T, M.Sc. selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan, dan memberikan
petunjuk dalam penyusunan tugas akhir ini. Terima kasih atas saran, ide,
dan waktunya selama membimbing penulis.
3. Seluruh karyawan PT. Unilever Indonesia HPC-Liquid yang telah
meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing penulis selama
melakukan penelitian.
4. Yang Tersayang keluarga di rumah Klaten, Ibu Endang Sriasih dan Bapak
Joko Susilo atas doa, perhatian, dukungan, serta kasih sayang tanpa batas
yang diberikan kepada penulis.
7
5. Yang Teristimewa Arinda Yulia Wicahyanti yang telah memberikan
semangat pada penulis untuk segera menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Teman - teman kelas malam prodi Teknik Industri angkatan 2011 atas
segala bantuan, keceriaan dan dukungan yang diberikan.
7. Seluruh pihak yang dengan tidak mengurangi rasa hormat tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan semangat dalam
menyelesaikan laporan magang ini.
Penulis menyadari dalam penelitian dan penulisan laporan ini masih banyak
kekurangan, namun harapan penulis semoga laporan ini bermanfaat kepada
pembaca. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat dan hidayah kepada
kita. Aamiin.
Cikarang, 30 Maret 2016
Penulis,
Radian Anggara Partha
8
LEMBAR REKOMENDASI PEMBIMBING .............................................................. 2
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................................. 3
LEMBAR PERSETUJUAN....…………....................................................................... 4
ABSTRAK...……………………… .............................................................................. 5
KATA PENGANTAR ................................................................................................... 6
DAFTAR ISI……………………………………………………… .............................. 8
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................... 10
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... 11
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. 12
DAFTAR ISTILAH ....................................................................................................... 13
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 15
1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................. 16
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 17
1.4 Batasan Masalah ...................................................................................................... 17
1.5 Asumsi ..................................................................................................................... 17
1.6 Sistematika Penulisan .............................................................................................. 17
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Sistem Manajemen Pemeliharaan ........................................................................... 19
2.2 Total Productive Maintenance ................................................................................. 20
2.2.1 Definisi TPM .................................................................................................... 22
2.2.2 Pilar-Pilar TPM ................................................................................................ 24
2.2.2.1 5S/5R Sebagai Dasar Perbaikan ........................................................... 25
2.2.2.2 Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri) ............................. 26
2.2.2.3 Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana) ................................ 27
2.2.2.4 Maintenance Reduction (Mengurangi Jumlah Pemeliharaan).............. 27
2.2.3 Keuntungan Menerapkan TPM ........................................................................ 27
2.3 Overall Equipment Effectiveness.............................................................................. 28
2.3.1 Definisi OEE .................................................................................................... 28
2.3.2 Tujuan Penerapan OEE .................................................................................... 29
DAFTAR ISI
9
2.3.3 Pengukuran Nilai OEE ..................................................................................... 29
2.4 Teknik Perbaikan Kualitas ....................................................................................... 34
2.4.1 Diagram Fishbone (sebab-akibat) .................................................................... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Studi Pendahuluan .................................................................................................... 37
3.2 Identifikasi Masalah ................................................................................................. 37
3.3 Landasan Teori ......................................................................................................... 37
3.4 Data dan Analisa ...................................................................................................... 37
3.5 Simpulan dan Saran.................................................................................................. 39
BAB IV DATA DAN ANALSIS
4.1 Profil Perusahaan dan Proses Produksi .................................................................... 40
4.2 Pengumpulan Data ................................................................................................... 43
4.3 Pengolahan Data dan Analisis .................................................................................. 45
4.3.1 Availability ....................................................................................................... 47
4.3.1.1 Pengukuran ........................................................................................... 47
4.3.1.2 Analisis ................................................................................................. 48
4.3.2 Performance Rate ............................................................................................. 49
4.3.2.1 Pengukuran ........................................................................................... 49
4.3.2.2 Analisis ................................................................................................. 50
4.3.3 Quality Rate ...................................................................................................... 51
4.3.3.1 Pengukuran ........................................................................................... 51
4.3.3.2 Analisis ................................................................................................. 52
4.3.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE) .......................................................... 53
4.3.5 Analisis Losses ................................................................................................. 55
4.3.6 Analisis dengan Fishbone Diagram ................................................................. 56
4.4 Rencana Tindakan Perbaikan Untuk Meningkatkan Nilai OEE .............................. 59
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 62
5.2 Saran ......................................................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………… .... 64
LAMPIRAN ................................................................................................................... 66
10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Matriks Hubungan Input dan Output dalam Aktifitas Produksi ................ 21
Gambar 2.2 16 Losses dalam TPM ................................................................................ 24
Gambar 2.3 Delapan Pilar TPM ..................................................................................... 25
Gambar 2.4 Tahap Perhitungan OEE ............................................................................. 31
Gambar 2.5 Fishbone Diagram (Diagram Sebab-Akibat) ............................................. 35
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian .......................................................... 36
Gambar 3.2 Flow Chart Metodologi Penelitian ............................................................. 38
Gambar 4.1 Produk Perusahaan ..................................................................................... 42
Gambar 4.2 Persentase Output Mesin Pouch (Periode 1 Agustus 2015 s/d 31
Januari 2016) .................................................................................................................. 44
Gambar 4.3 Grafik Nilai Availability Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari
2016 ................................................................................................................................ 48
Gambar 4.4 Grafik Nilai Performance Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari
2016 ................................................................................................................................ 50
Gambar 4.5 Grafik Nilai Quality Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari 2016 ...... 52
Gambar 4.6 Grafik Nilai OEE Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari 2016 .......... 54
Gambar 4.7 Matriks Overall Equipment Effectiveness dengan Menggunakan Rata-
Rata Jam Kerja Aktual Bulan Februari 2015 – Januari 2016 ......................................... 55
Gambar 4.8 Diagram Akar Permasalahan ...................................................................... 57
Gambar 4.9 Diagram Akar Permasalahan Berdasarkan Parameter Mesin .................... 57
Gambar 4.10 Grafik Bulan Januari dengan dan tanpa Loss Speed ................................ 61
11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Terjemahan 5-S .............................................................................................. 25
Tabel 4.1 Status Mesin Pouch ........................................................................................ 45
Tabel 4.2 Jam Kerja mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari 2016 ................ 45
Tabel 4.3 Jumlah Produksi mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari 2016 ...... 46
Tabel 4.4 Jumlah Produk Cacat mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari
2016 ................................................................................................................................ 46
Tabel 4.5 Nilai Availability mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari 2016 ..... 48
Tabel 4.6 Nilai Performance Rate mesin Pouch 25 periode Februari 2015 -
Januari 2016 ................................................................................................................... 50
Tabel 4.7 Nilai Quality Rate mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari
2016 ................................................................................................................................ 52
Tabel 4.8 Nilai OEE mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari 2016 ................ 53
Tabel 4.9 Rencana Tindakan Peningkatan Nilai OEE ................................................... 60
Tabel 4.10 Data Grafik Bulan Januari dengan dan tanpa Loss Speed ............................ 61
12
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Data Grafik Analisis Nilai Availability...................................................... 66
Lampiran B Data Grafik Analisis Nilai Performance.................................................... 67
Lampiran C Data Grafik Analisis Nilai Quality ............................................................ 68
Lampiran D Data Detail Mesin Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari 2016 ........ 69
Lampiran E Data Overall Equipment Effectiveness Matrix ........................................... 70
13
DAFTAR ISTILAH
Continous Improvement : usaha-usaha berkelanjutan yang dilakukan untuk
mengembangkan dan memperbaiki produk,
pelayanan, ataupun proses.
Revenue : jumlah uang yang diterima (pendapatan) oleh
perusahaan. Jumlah ini adalah jumlah kotor, atau
sering dikenal sebagai omzet penjualan.
Overall Equipment Effectiveness : Metode pengukuran efektivitas penggunaan suatu
peralatan.
Total Productive Maintenance : salah satu metode proses maintenance yang
dikembangkan untuk meningkatkan produktifitas
di area kerja.
Pouch : kemasan yang berbentuk kantong dan dapat
berdiri.
Just in Time : Adalah suatu metode dalam memproduksi suatu
barang dengan tujuan mendapatkan kualits yang
sesuai standar, meminimalkan biaya, dan dapat
menggunakan waktu secara efisien dengan
menghilangkan segala bentuk kegiatan yang tidak
perlu yang dianggap boros sehingga produk dapat
diterima oleh konsumen sesuai waktu yang sudah
ditentukan.
Breakdown : Pemeliharaan tak terjadwal.
Defect : Produk yang cacat.
Finish Good : Barang siap jual.
Mixing : Pencampuran material menjadi produk siap
kemas.
Actual Capacity Production : Kemampuan mesin menghasilkan suatu produk
dalam satu menit secara aktual.
14
Operating Time
: Merupakan peralatan yang menunjuk
ketidakcocokan antara Ideal Runtime dengan
Actual Capacity Production
Loading Time : Total waktu produksi dalam satuan waktu yang
tidak termasuk aktivitas seperti tidak adanya
operator, pemeliharaan ataupun proses perbaikan
Downtime : Jumlah waktu dimana suatu mesin tidak dapat
beroperasi dikarenakan adanya kerusakan
(failure).
Planned Downtime : Jumlah waktu downtime mesin untuk melakukan
pemeliharaan atau kegiatan manajemen lainnya.
Unplanned Downtime : Jumlah waktu berhenti mesin yang tidak di
rencanakan, misalknya downtime.
Top Puncher : Bagian dari mesin yang berfungsi untuk membuat
lubang gantung
Reel film : Material yang berupa gulungan film pengemas
produk
Chiller : Mesin pendukung yang berfungsi mendinginkan
cooler plate pada mesin
Cooler Plate : Bagian dari mesin yang berfungsi mendinginkan
reel film setelah dilakukan proses sealing.
Sealling : Proses pembentukan kemasan produk dari
material reel film dengan cara memanaskan.
Jet Cutter : Fitur mesin yang berfungsi menghilangkan
tetesan sisa produk pada Filler.
Filler : Bagian mesin yang berfungsi untuk melakukan
proses pengisian produk ke dalam kemasan.
5
ABSTRAK
PT. Unilever Indonesia Home Personal Care Liquid adalah perusahan produsen
sabun cuci dalam bentuk cair, salah satu produknya ialah sabun cuci piring dalam
kemasan pouch. Hasil dari persentase output enam bulan terakhir terhadap seluruh
mesin pouch menunjukkan bahwa mesin pouch 25 memiliki jumlah paling sedikit
yaitu sebesar 19.52%.
Overall Equiment Effectiveness (OEE) adalah metode pengukuran efektifitas
penggunaan suatu peralatan. OEE dikenal sebagai salah satu bagian dari Total
Productive Maintenance (TPM), kemampuan mengidentifikasikan secara jelas
akar permasalahan dan faktor penyebabnya sehingga membuat usaha perbaikan
menjadi terfokus. Mesin pouch 25 merupakan mesin yang menjadi objek peneliti.
Mesin pouch 25 sering mengalami pengurangan kecepatan mesin dikarenakan
terjadinya kondisi yang tidak normal terhadap mesin, hal ini dapat dilihat dari
rata-rata OEE mesin yang rendah. Pada periode Februari 2015-Januari 2016 rata-
rata nilai OEE sebesar 46.48%. Rendahnya nilai OEE ini diakibatkan oleh six big
losses yang menyebabkan hilangnya keefektifan penggunaan mesin. Six Big
Losses yang dimaksud disini adalah berkurangnya keefektifan mesin dan
peralatan yang disebabkan oleh Equipment failure/breakdown,Setup and
Adjusmen, Idling and Minor Stoppages, Reduced Speed, Defects in Procces
(Quality Defect), dan Reduced Yield. Dari Six Big Losses tersebut dihasilkan rata-
rata nilai Availability 85.48%, Performance 55.15% dan Quality 99.60%. Nilai
Performance yang rendah diakibatkan oleh nilai dari Idling and Minor Stoppages
7,750.48 menit dan nilai Break down serta Setup and Adjusment 2,265 menit.
Losses dari Idling and Minor Stoppages dan Break down serta Setup and
Adjustment disebabkan oleh beberapa penyebab yang meliputi tidak adanya
temperatur kontrol untuk cooler plate di mesin pouch 25, tidak adanya stok pisau
top puncher, tidak adanya standar bersih dan waktu pembersihan serta memasang
fitur Jet Cutter pada mesin pouch 25..
Kata kunci: Total Productive Maintenance, Overall Equipment Effectiveness, Six
Big Losses
15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam era global yang terjadi sekarang ini, banyak perusahaan menggunakan
berbagai strategi dan alternatif untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan
revenue perusahaan. Yaitu salah satunya dengan cara meningkatkan kapasitas
produksi, efisiensi dan pelayanan terhadap konsumen. Alternatif yang bisa
diterapkan sehingga hal tersebut dapat tercapai yaitu dengan melakukan perbaikan
berkelanjutan (continuos improvement) di setiap lini perusahaan. Dengan
melakukan alternatif tersebut maka perusahan dapat bertahan dan mencapai tujuan
atau target yang sudah ditentukan.
Perusahaan dengan industri manufaktur salah satunya yaitu memproduksi
kebutuhan rumah tangga seperti sabun cuci. Sekarang ini sabun cuci menjadi
kebutuhan sehari-hari bagi kehidupan rumah tangga. Dengan itu maka muncullah
pasar yang besar bagi perusahaan dengan produksi sabun cuci. Sehingga
menimbulkan persaingan yang sangat ketat untuk memberikan suatu produk yang
berkualitas dengan harga yang kompetitif yang secara bersamaan perusahaan juga
harus meningkatkan efisiensi untuk mencapai hal tersebut.
PT. Unilever Indonesia Tbk adalah salah satu perusahaan yang bergerak di bidang
manufaktur. Perusahan ini memproduksi berbagai produk salah satunya sabun
cuci piring dengan kemasan pouch yang di produksi di PT. Unilever Indonesia
Tbk Home Personal Care (HPC-Liquid).
Untuk menjaga eksistensi dalam memproduksi sabun cuci piring cair karena
persaingan pangsa pasar yang semakin ketat di saat globalisasi sekarang ini, maka
diperlukan mesin dengan efektifitas tinggi atau mengoptimalkan peralatan-
peralatan yang ada. Penelitian ini akan difokuskan pada mesin pouch yang
memiliki output paling rendah dalam enam bulan terakhir.
16
Berdasarkan data persentase output mesin dalam enam bulan terakhir, yang dapat
dilihat di gambar 4.1 bahwa mesin pouch 25 memiliki persentase output paling
rendah. Sehingga mesin pouch 25 ini yang akan menjadi fokus dari penelitian ini.
Metode yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja dan efektifitas mesin salah
satunya adalah Overall Equipment Effectiveness (OEE). Faktor utama dalam
metode ini terdiri dari 3 faktor yang saling berkaitan, yaitu Availability
(ketersediaan), Performance (kemampuan), dan Quality (kualitas). Metode ini
adalah bagian-bagian dari sistem perawatan Total Productive Maintenance
(TPM).
Tindakan dan analisa proses untuk mencari akar masalah pada proses produksi
masih belum maksimal, sehingga dapat mempengaruhi efektifitas mesin dalam
mencapai target output dan kualitas terhadap produksi. Perawatan mesin yang
berupa pembersihan (cleaning) dan preventive maintenance juga belum dilakukan
secara maksimal. Adanya penanganan perbaikan diperlukan dalam meningkatkan
efektifitas mesin.
Maka dengan melihat hal tersebut, penulis mencoba untuk melakukan penelitian
agar dapat memberikan masukan terhadap masalah yang tengah dihadapi dengan
menggunakan metode OEE sehingga akar masalahnya pun dapat diketahui
berdasarkan sudut pandang penulis.
1.2. Rumusan Masalah
Berapakah nilai Overal Equipment Effectiveness (OEE) dari mesin pouch
25?
Apa akar penyebab dari permasalahan di mesin pouch 25 yang
menyebabkan rendahnya nilai OEE?
Apa tindakan perbaikan yang tepat untuk meningkatkan nilai OEE mesin
pouch 25?
17
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu:
Untuk mengetahui nilai OEE dari mesin produksi yang sudah ditetapkan
sebagai objek penelitian yaitu pouch 25.
Untuk mengetahui akar penyebab dari permasalahan.
Mengusulkan tindakan perbaikan yang tepat untuk meningkatkan nilai
OEE.
1.4. Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi dengan hal-hal sebagai berikut:
Lingkup penelitian hanya dilakukan pada lini produksi di mesin pouch 25.
Waktu pengambilan data hanya dilakukan pada periode Februari 2015
sampai dengan Januari 2016.
Pembahasan fokus dengan six big losses yang terjadi dalam Total
Productive Maintenance (TPM).
Hanya membahas perhitungan nilai OEE dan menganalisa dari hasil
pengukurannya, tidak membahas tentang bagaiman penerapannya dalam
perusahaan tersebut.
Tidak melakukan perhitungan biaya.
1.5. Asumsi
Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Spesifikasi mesin yang identik dengan mesin objek penelitian dianggap
sama.
Data yang di ambil dari laporan masing-masing operator mesin dianggap
sesuai dengan kondisi mesin yang sebenarnya.
1.6. Sistematika Penulisan
Peneliti membuat laporan penelitian ini secara sistematik yang terdiri dari 6 bab
sebagai berikut:
18
BAB I PENDAHULUAN
Penjelasan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, batasan masalah, asumsi dan cara penulisan
laporan dalam melakukan penelitian ini.
BAB II LANDASAN TEORI
Menyajikan tinjauan kepustakaan yang digunakan dalam
menganalisa masalah dengan isi teori dan pemikiran sebagai
landasan pembahasan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Berisi tentangg proses dilakukannyan penelitian dan langkah-
langkah singkat yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah
yang bahas dalam penelitian ini.
BAB IV DATA DAN ANALISIS
Bab ini menampilkan data penelitian dan pengolahan data yang
kemudian di analisa dan di dapatkan nilai OEE sehingga dapat
diketahui akar masalahnya.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
Berisi hasil dari penilitian yang berdasarkan dari analisa
pengatasan masalah dan saran-saran untuk mengatasi masalah
tersebut.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ke 2 ini akan dijelaskan tentang teori-teori yang akan digunakan dalam
penelitian ini. Dasar teori ini tentang sistem manajemen pemeliharaan Total
Productive Maintenance (TPM), Overall Equipment Effecctiveness (OEE), dan
teknik perbaikan kualitas (diagram Pareto dan Fishbone Diagram).
1.1. Sistem Manajemen Pemeliharaan
Perawatan adalah suatu aktivitas yang bertujuan memelihara atau menjaga
fasilitas perusahaan yang selanjutnya juga dilakukan kegiatan perbaikan atau
penyesuaian/ penggantian yang diperlukan sehingga terdapat suatu keadaan
operasi produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan
(Assauri:2004).
Dalam buku “ Operations Management ” kegiatan pemeliharaan di suatu pabrik
dibadakan menjadi 2 jenis, yaitu Preventive Maintenance dan Corrective
Maintenance (Heizer dan Render:2001).
1. Preventive Maintenance
Heizer dan Render dalam bukunya “ Operations Management ” adalah “A plan
that involves routine inspections, servicing, and keep facilities in good repair to
prevent failure”.
Yang berarti bahwa Preventive Maintenance adalah perencanaan yang dilakukan
dengan inspeksi rutin, pemeliharaan dan menjaga agar fasilitas selalu dalam
keadaan baik sehingga tidak mengalami kerusakan yang membutuhkan perbaikan.
Dalam buku “Manajemen Operasi” analisa dan studi kasus Preventive
Maintenance adalah “ perawatan yang dilaksanankan dalam periode waktu yang
telah ditetapkan atau dengan kriteria tertentu pada berbagai tahap produksi
(Sentono:2001). Yang bertujuan menghasilkan produk yang sesuai dengan
rencana baik secara kualitas, kuantitas dan waktu”.
20
Preventif Maintenance adalah “kegiatan pemeliharaan atau perawatan yang
bertujuan mencegah terjadi kerusakan yang tak terduga yang menyebabkan alat
produksi mengalami kerusakan pada waktu proses produksi “
(Tampubolon:2004).
2. Breakdown Maintenance
Corrective Maintenance adalah ”Remedial maintenance that occurs when
equipment fails and must be repaired an emergency or priority basis” (Heizer dan
Render:2001).
Yang berarti bahwa pemeliharaan yang dilakukan secara berulang-ulang akabit
terjadinya kerusakan alat yang harus segera diperbaiki karena dalam keadaan
darurat ataupun dalam keadaan prioritas utama.
Sedangkan pendapat lain menyatakan bahwa pemeliharaan korektif (Breakdown
Maintenance ) adalah “Perawatan yang dilakukan karena adanya hasil produk
(setengah jadi atau barang jadi) tidak sesuai dengan rencana, secara kualitas,
kuantitas dan waktu produksi” (Sentono:2001).
Pendapat lain mengenai pemeliharaan korektif (Breakdown Maintenance ) adalah
“Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan setelah terjadinya kerusakan atau
terjadinya karena kelalaian yang terjadi pada fasilitas atau peralatan sehingga
tidak dapat berfungsi dengan baik “(Tampubolon:2004).
1.2. Total Productive Maintenance (TPM)
Dalam menghadapi persaingan global yang semakin ketat, maka dibutuhkan
strategi yang dapat digunakan dalam mengelola semua sumber daya perusahaan
yang ada secara cepat, efektf dan efisien. Just in Time (JIT) dan Total Quality
Management (TQM) merupakan strategi yang umum digunakan. Sedangkan,
belakangan ini muncul strategi baru Total Productive Maintenance yang mampu
digunakan dalam persaingan ketat era global.
Total Productive Maintenance bermula dari pemikiran PM (Preventif
Maintenance dan Productive Maintenance) yang ditemukan di Amerika dan
kemudian diadopsi ke Jepang dan berkembang menjadi sistem baru khas dari
Jepang yang dikenal dengan TPM (Total Productive Maintenance).
21
Total Productive maintenance (TPM) adalah gagasan orisinil dari Nakajima yang
menekankan dalam penggunaan dan keterlibatan karyawan dan sistem preventif
maintenance untuk mendapatkan efektifitas peralatan secara maksimal dengan
terlibatnya seluruh departemen dan organisasi (Nakajima:1988). Total productive
maintenance memiliki tiga konsep dasar yang saling berkaitan, yaitu:
1. Maksimalisasi efektifitas mesin dan peralatan
2. Perawatan mandiri oleh karyawan
3. Aktifitas grup kecil
TPM bertujuan mewujudkan proses produksi tanpa terjadinya kerusakan mesin
(zero breakdown) dan tanpa cacat produk (zero defect). Dengan mengurangi
kedua hal diatas, pengoperasian peralatan mesin produksi akan meningkat. Biaya
dan pesediaan dapat berkurang serta produktifitas karyawan juga akan meningkat.
Dalam mencapai hal tersebut membutuhkan waktu kuran lebih 3 tahun tergantung
besarnya perusahaan, menurut Nakajima. Pertama, perusahaan harus membuat
anggaran untuk perbaikan mesin, mengadakan pelatihan untuk karyawan tentang
peralatan dan permesinan.
Segala aktfitas dalam meningkatan kualitas kerja perusahaan dilakukan dengan
meminimalkan input dan memaksimalkan output. Output yang dimaksud bukan
hanya tentang kapasitas tetapi dengan disertai kualitas yang lebih baik, biaya lebih
rendah, penyerahan tepat waktu, peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja,
moral yang lebih baik serta kondisi dan lingkungan kerja yang kondusif.
Hubungan antara input dan output ini dapat dilihat pada gambar 2.1 Matriks
Hubungan Input dan Output dalam Aktifitas Produksi.
Gambar 2.1 Matriks Hubungan Input dan Output dalam Aktifitas Produksi
22
(Sumber : Nakajima, S., Introduction to Total Productive Maintenance:1988)
Dengan melihat gambar diatas dapat dilihat bahwa perihal teknik dan perawatan
berhubungan langsung dengan semua faktor keluaran yaitu produksi, kualitas,
biaya, penyerahan, keselamatan dan moral. Dengan meningkatkan otomasi mesin
produksi, maka proses produksi dapat dilakukan dengan memanfaatkan mesin dan
tidak lagi dilakukan secara manual oleh karyawan. Dengan kondisi seperti ini
maka mesin menjadi sangat penting terkait dengan produksi. Dan semua faktor
output di atas akan dipengaruhi oleh kondisi alat dan permesinan yang ada..
Tujuan TPM adalah meningkatkan efektifitas alat dan membuat peralatan
menghasilkan output seoptimal mungkin. Hal tersebut akan terwujud dengan
berusaha mempertahankan dan memelihara kondisi optimal dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya kerusakan mesin, turunnya kecepatan, kerusakan barang
saat proses produksi. Segala efisiensi yang meliputi efisiensi ekonomis dicapai
dengan meminimalkan biaya pemeliharaan, memelihara kondisi peralatan yang
optimal selama umur pakainya, atau dengan kata lain meminimalkan biaya daur
hidup peralatan. Memaksimalkan efektifitas dan minimalisasi biaya daur hidup
peralatan dicapai dengan keterlibatan semua anggota organisasi dalam
mengurangi apa yang disebut enam kerugian besar (six big loses) yang
menurunkan efektifitas peralatan
2.2.1 Definisi TPM
Total Productive Maintenance adalah suatu kosep perawatan yang dilakukan
dengan menjadikan seluruh pekerja sebagai pelaku yang bertujuan mencapai
efektifitas pada seluruh sistem produksi melalui partisipasi dan kegiatan
pemeliharaan yang produktif, proaktif, dan terencana.(Suzaki, 1999).
Sesuai dengan namanya TPM meliputi dari:
1. Total
Yang berarti bahwa TPM memperhatikan tentang aspek dan dalam penerapannya
melibatkan seluruh karyawan perusahaan tanpa terkecuali.
23
2. Productive
Segala usaha pemeliharaan menitikberatkan pada produktivitas. Sehingga
kegiatan pemeliharaan dilakukan saat produksi berjalan dan meminimalkan
masalah yang terjadi di produksi ketika melakukan kegiatan pemeliharaan.
3. Maintenance
Pemeliharaan peralatan secara mandiri dilakukan oleh operator terhadap fasilitas
perusahaan yang berupa mesin produksi ataupun yang lainnya dengan melakukan
pembersihan, pelumasan dan memperhatikannya.
Nakajima (1989) , seorang yang memilki kontribusi besar terhadap TPM,
mendefinisikan TPM sebagai sebuah pendekatan inovatif pemeliharaan yang
mengoptimalkan keefektifan peralatan , mengurangi terjadinya kerusakan
(breakdown), dan mendorong melakukan pemeliharaan mandiri (autonomous
maintenance) oleh operator melalui aktifitas sehari-hari yang melibatkan pekerja
secara menyeluruh.
TPM dapat menjembatani bentuk kerjasama antar bagian dalam organisasi dalam
meningkatkan kualitas produk, meminimalkan waste, biaya manufaktur, dan
menambah jumlah ketersediaan alat serta meningkatkan usaha pemeliharaan
perusahaan.
Suatu pernyataan mengatakan bahwa TPM adalah sebuah pendekatan daur hidup
(life-cycle) yang terintegrasi dengan pemeliharaan pabrik (Blancard:1997). TPM
dapat dimanfaatkan dengan efektif oleh organisasi untuk mengembangkan
keterlibatan pekerja pada setiap langkah proses manufaktur dan pemeliharaan
fasilitas untuk lebih mengefektifkan aliran produksi (production flow),
meningkatkan kualitas produk, dan mengurangi biaya operasi. Keterlibatan
pekerja secara total, pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance) oleh
operator, aktivitas-aktivitas kelompok kecil untuk meningkatkan kehandalan
(realibility), kemudahan untuk dipelihara (maintainability), produktivitas
peralatan serta perbaikan berkesinambungan (kaizen) merupakan prinsip-prinsip
yang tercakup dalam TPM.
24
Kaizen merupakan salah satu alat dalam usaha menerapkan TPM. Kaizen selalu
menuntut agar peralatan dan material serta operator dapat seefisien mungkin
dalam pemanfaatan energi yang bertujuan untuk mencapai efek subtansial
sehingga terwujud ekstrem produksi. Kaizen bertujuan untuk menghilangkan 16
kerugian besar, yang dapat dilihat dari gambar 2.2 Losses dalam TPM.
Gambar 2.2 16 Losses dalam TPM (Sumber : Venkatesh, J., An Introduction to
Total Productive Maintenance:2007)
2.2.2 Pilar-Pilar TPM
TPM akan memberi jalan untuk mendapat kesempurnaan perihal perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pengawasan (monitoring), dan
pengaturan (controlling) melalui metode delapan pilar yang terdiri dari
pemeliharaan mandiri (autonomous maintenance), perbaikan yang focus (focused
Improvement), pemeliharaan terencana (planned maintenance), pemeliharaan
yang berkualitas (quality maintenance), pendidikan dan pelatihan (education and
training), manajemen pengembangan (development management), keselamatan,
kesehatan, dan lingkungan (safety, health, and environment), dan TPM office
(Ahuja dan Kahamba:2008). Pilar-pilar tersebut dapat dilihat di dalam gambar 2.3
Delapan Pilar TPM.
25
Gambar 2.3 Delapan Pilar TPM (Sumber : Venkatesh, J., An Introduction to
Total Productive Maintenance:2007)
2.2.2.1 5S/5R Sebagai Dasar Perbaikan
5S yaitu meliputi Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, dan Shitsuke. 5S bertujuan untuk
mengurangi pemborosan perihal tenagakerja, biaya, ruang, waktu dan lainnya
sehingga dapat memberikan potensi keuntungan laba. Dalam bahasa Indonesia 5S
juga disebut dengan 5R yang memiliki maksud dan tujuan yang sama.
Dengan melakukan 5S/5R maka dapat mengurangi pemborosan seperti waktu
persiapan yang terlalu lama karena mencari alat, terlalu jauh dalam mencari
material dan juga kodisi ruang produksi yang tidak rapi sehingga menimbulkan
kondisi yang tidak aman. Hal ini dapat di atasi dengan menerapkan 5S/5R. Arti 5S
dan 5R dapat dilihat di dalam tabel 2.1 Terjemahan 5-S.
Japanese Term English Translation Equivalent ‘S’ Term Indonesia
Seiri Selection Short Ringkas
Seiton Tidiness Systematise Rapi
Seiso Cleaning Sweep Resik
Seiketsu Standardisation Standardise Rawat
Shitsuke Dicipline Self-Disiplin Rajin
Tabel 2.1 Terjemahan 5-S (Sumber : Venkatesh, J.,An Introduction to Total
Productive Maintenance:2007)
Komponen 5S dalam bahasa Jepang yang sama dengan 5R dalam bahasa
Indonesia meliputi:
26
1. Seiri (Ringkas)
Memilah benda-benda yang diperlukan dan menyingkirkan benda-benda yang
tidak diperlukan. Hal ini bisa berupa alat perbaikan, spare part mesin ataupun
material produksi.
2. Seiton (Rapi)
Setelah melakukan pemilihan benda yang diperlukan, kemudian benda tersebut
di rapikan salah satunya dengan cara menyusun yang bertujuan agar lebih
mudah dan lebih cepat dijangkau pada saat akan digunakan.
3. Seiso (Resik)
Menjaga benda atau alat-alat selalu dalam keadaan bersih dan rapi sehingga
dapat meminimalkan terjadinya kerusakan akibat adanya kotoran di mesin
produksi.
4. Seiketsu (Rawat)
Merawat peralatan dengan melakukan standarisasi dan memasang visual
kontrol sehingga lebih mudah dalam melakukan inspeksi.
5. Shitsuke (Rajin)
Selalu disiplin melakukan 4 kegiatan diatas dan menjadikan sebuah kebiasaan
serta kebudayaan dalam melakukan pekerjaan sehingga peralatan dapat terjaga
dan dapat digunakan secara optimal.
TPM memiliki 3 komponen yang berbeda yaitu Autonomous Maintenance,
Planned Maintenance, dan Maintenance Reduction.
2.2.2.2 Autonomous Maintenance (Pemeliharaan Mandiri)
Autonomous Maintenance (AM) adalah suatu aktivitas yang dibuat untuk
melibatkan seluruh karyawan seperti operator agar malekukan perawatan terhadap
mesinnya sendiri, seiring dengan aktivitas yang di lakukan oleh bagian perawatan
(Krawczyk:2013). Aktivitas tersebut dapat berupa pengecekan secara shiftly,
membersihkan mesin, pelumasan, pengencangan mur/ baut, perbaikan sederhana
dan mendeteksi suatu keadaan yang tidak normal pada mesin. Karena operator
yang paling dekat dengan mesin dan sehari-hari menggunakan mesin, diharapkan
27
dapat segera mengetahui jika terjadi penyimpangan terhadap mesin sehingga
dapat segera diatasi dan mencegah terjadinya breakdown.
2.2.2.3 Planned Maintenance (Pemeliharaan Terencana)
Planned Maintenance adalah Kegiatan atau aktivitas pemeliharaan yang
dilakukan berdasarkan schedule atau jadwal yang telah dibuat sebelumnya untuk
menjaga kondisi peralatan agar tetap baik. Bagian pemeliharaan akan lebih fokus
dalam melakukan pemeliharan terencana, karena telah terbantu oleh operator yang
sudah melakukan perawatan harian. Secara teoritis, jika pemeliharaan terjadwal
meningkat maka pemeliharaan tak terjadwal (breakdown) akan berkurang.
Sehingga total biaya pemeliharaan akan berkurang pula (Assauri:2004).
2.2.2.4 Maintenance Reduction (Mengurangi Jumlah Pemeliharaan)
Dengan bekerjasama pada bagian penyedia peralatan, pengetahuan yang
didapatkan dari pemeliharaan alat dapat dijadikan sebagai masukan dalam
perancangan alat yang baru. Sehingga akan menghasilkan peralatan yang mudah
dalam pemeliharaan dan mendukung dalam melakukan pemeliharaan mandiri.
Yang pada akhirnya diharapkan dapat mengurangi jumlah total pemeliharaan
mesin yang dibutuhkan.
Cara lain dapat dilakukan dengan membuat prediksi kerusakan yang mungkin
akan terjadi dengan menganalisa data khusus yang berupa suara, getaran dan
suhu.
2.2.3 Keuntungan Menerapkan TPM
Keuntungan setelah menerapkan TPM terhadap perusahaan meliputi
(Nakajima:1988):
1. Pencapaian OPE (Overall Plant Efficiency) minimum 80%.
2. Pencapaian OEE minimum 90%.
3. Perbaikan perlakuan yang membuat tidak ada lagi komplain dari pelanggan.
4. Mengurangi biaya manufaktur 30%
5. Terpenuhinya pesanan konsumen 100%
28
6. Meminimal terjadinya kecelakaan.
Keuntungan lain yang bersifat tidak langsung:
1. Antar karyawan memiliki tingkat keyakinan yang tinggi.
2. Area kerja yang bersih, rapi dan menarik terjaga.
3. Merubah kebiasaan operator menjadi lebih baik.
4. Tujuan tercapai karena kerja tim.
5. Saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.
6. Menumbuhkan rasa memiliki pada operator terhadap mesinnya.
1.3. Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Disarankan untuk mengevaluasi dalam penerapan TPM dengan menggunakan
OEE, karena keakuratan data alat-alat produksi sangat berpengaruh terhadap
suksesnya perbaikan yang berkelanjut dalam jangka panjang (Nakajima:1988).
Jika data mengenai rusaknya alat-alat produksi dan alasan kerugian-kerugian
produksi tidak dapat diketahui, maka segala aktifitas yang telah dilakukan tidak
akan menghasilkan sesuatu penyelesaian terhadap masalah penurunan kerja sistem
operasi. Kerugian produksi bersamaan dengan biaya tidak langsung dan biaya
yang tersembunyi merupakan dari total biaya untuk produksi. Itulah mengapa
Dikatakan juga OEE sebagai suatu alat ukur karena untuk memperlihatkan biaya
tersembunyi ini (Nakajima:1988). Hal tersebut merupakan salah satu manfaat
OEE karena dapat diketahuinya biaya-biaya tersembunyi yang menjadi suatu
pemborosan yang tak disadari.
2.3.1 Definisi OEE
(OEE) adalah matriks hierarki yang dapat mengevaluasi dan mengindikasikan
seberapa efektif suatu operasi manufaktur dimanfaatkan (Nakajima:1988). Hasil
dari OEE dinyatakan dalam bentuk yang umum yang memudahkan dalam
perbandingan antara unit manufaktur dalam beberapa industri yang berbeda.
Pengukuran OEE juga sering digunakan sebagai Key Performance Indicator
(KPI) dalam hubungannya dengan effort lean manufacturing untuk menyediakan
indicator dari kesuksesan.
29
OEE sudah lama dikenal didunia perindustrian dan manufaktur, teknik
pengukurannya sudah dibahas dalam beberapa tahun untuk menyempurnakan
dalam penghitungan.
2.3.2 Tujuan Penerapan OEE
OEE dapat digunakan dalam beberapa jenis tingkatan pada sebuah lingkungan
perusahaan. Pertama, OEE dapat digunakan sebagai “Benchmark” untuk
mengukur rencana perusahaan dalam performansi. Kedua, nilai OEE, perkiraan
dari suatu aliran produksi, dapat digunakan untuk membandingkan garis
performansi melintang dari perusahaan, maka akan terlihat aliran yang tidak
penting. Ketiga, jika proses permesinan dilakukan secara individual, OEE dapat
mengidentifikasikan mesin mana yang mempunyai performansi buruk, dan
bahkan mengindikasikan fokus dari sumber daya TPM.
Dengan memanfaatkan Basic quality tools (seperti Pareto Analysis, Cause-effect
Diagram)dan telah diketahuinya nilai OEE, maka faktor penyebab penurunan
nilai OEE dapat di ketahui dan ditangani.
2.3.3 Pengukuran Nilai OEE
OEE dihitung berdasarkan kerugian terhadap mesin yang berhenti karena adanya
kerusakan, mengurangi kecepatan mesin, dan produk yang dihasilkan tidak sesuai
standard, atau yang biasa disebut enam kerugian besar (six big losses). Enam
kerugian tersebut diukur untuk mengetahui Availability Ratio, Performance Ratio,
dan Quality Ratio. OEE ini mengukur apakah peralatan produksi tersebut dapat
bekerja dengan normal atau tidak. OEE memaparkan 6 kerugian utama (six big
losses) penyebab peralatan produksi tidak beroperasi dengan normal. Untuk
mencapai efektifitas peralatan mesin secara menyeluruh (overall equipment
effectiveness), perusahaan harus fokus menghilangkan penyebab kerugian utama
yaitu six big losses yang terbagi menjadi 3 kategori (Nakajima:1988):
30
1. Downtime
Kerusakan alat (Equipment failure/breakdown losses)
Equipment failure merupakan kerusakan yang menyebabkan perbaikan yang
dilakukan di luar jadwal pemeliharaan mesin. Dimana waktu yeng
meyebabkan kerugian ini dilihat dari lamanya kerusakan yang terjadi
terhadap alat atau mesin produksi. Kerugian ini termasuk kerugian
Downtime yang mengurangi waktu proses produksi yang telah terjadwal
(Loading Time).
Setup and Adjusment
Setup and Adjusment adalah total waktu yang diperlukan untuk melakukan
change over dari produk 1 ke produk lainnya. Misalnya change over
packaging, size dan variant. Waktu Setup and Adjusment dihitung dari
mesin diberhentikan sampai mesin selesai di setting dan menghasilkan
produk yang sesuai kriteria kualitas yang sudah di tentukan yang kemudian
mesin dijalankan kembali.
2. Speed Losses
Idling and minor stoppages / Chocotei Loss
Idling and minor stoppages kerugian yang terjadi akibat berhentinya mesin
produksi yang diakibatkan oleh terlambatnya pasokan material ataupun
dikarenakan tidak ada operator walaupun material tersedia. Selain itu losses
ini terjadi karena mesin berhenti cukup sering dengan durasi tidak lama
biasanya tidak lebih dari lima menit dan tidak membutuhkan
personel maintenance. Ini dikarenakan mesin error sehingga harus di nyalakan
ulang, adanya pembersihan/pengecekan mesin, terhalangnya sensor,
terhalangnya pengiriman, dan sebagainya.
Cycle Time Loss / Speed Losses
Merupakan kerugian yang terjadi yang disebabkan oleh turunnya kecepatan
mesin produksi misalnya yang dikarenakan kandisi mesin atau spare part
mesin yang tidak standard.
31
3. Quality Losses
Defects in Process (Quality Defect)
Defects in Procces atau juga disebut waste yaitu kerugian yang terjadi
akibat mesin produksi yang menggunakan jadwal produksi setelah
penyetelan dengan menghasilkan produk yang tidak sesuai standard kualitas
sehingga memerlukan pengerjaan ulang.
Reduced Yield / Startup Loss
Yaitu waktu produksi mesin yang menghasilkan produk cacat atau rusak
ketika penyetelan mesin dilakukan hingga mesin stabil dan siap untuk
digunakan, atau disebut juga Defect Reject.
Gambar 2.4 Tahap Perhitungan OEE (Sumber : Nakajima, Introduction to
Total Productive Maintenance (TPM):1988)
Japan Institute of Plant Maintenance (JIPM) telah menetapkan standar benchmark
yang telah dipraktekan secara luas di seluruh dunia. Berikut OEE Benchmark
tersebut yang dikutip dari situs www.leanindonesia.com:
Jika OEE = 100%, produksi dianggap sempurna: hanya memproduksi produk
tanpa cacat, bekerja dalam performance yang cepat, dan tidak ada downtime.
Jika OEE = 85%, produksi dianggap kelas dunia. Bagi banyak perusahaan,
skor ini merupakan skor yang cocok untuk dijadikan goal jangka panjang.
32
Jika OEE = 60%, produksi dianggap wajar, tapi menunjukkan ada ruang yang
besar untuk improvement.
Jika OEE = 40%, produksi dianggap memiliki skor yang rendah, tapi dalam
kebanyakan kasus dapat dengan mudah di-improve melalui pengukuran
langsung (misalnya dengan menelusuri alasan-alasan downtime dan menangani
sumber-sumber penyebab downtime secara satu per satu).
Untuk standar benchmark world class yang dianjurkan JIPM, yaitu OEE = 85 %,
berikut nilai yang harus dicapai agar nilai standar OEE tercapai.
Availability 90 %
Performance Efficiency 95 %
Quality rate product 99 %
Overall OEE 85%
Sehingga keberhasilan suatu program TPM adalah jika pencapaian nilai OEE nya
hingga > 85 %. Adapun bentuk pengukuran terhadap efectivitas suatu mesin atau
OEE mesin memiliki tiga parameter ukur yang dimana terdapat variable terkait
dalam pembentukan tiap parameter tersebut yang meliputi, diantaranya
(Nakajima:1988):
1. Availability (ketersediaan)
Untuk mengetahui jumlah availability, maka diukur dari nilai rasio Loading Time
dan jumlah Operating Time yang tersedia, dengan memperhaitkan nilai Planned
Downtime yang mempengaruhi nilai Loading Time. Loading Time merupakan
total waktu produksi dalam sehari yang dapat dipisahkan dalam beberapa aktivitas
yang meliputi menunggu penyelesaian pesanan, tenaga kerja yang tidak tersedia
untuk menggantikan operator yang istirahat, aktivitas rencana pemeliharaan,
proses perbaikan, perawatan mesin oleh operator dan pelatihan operator.
Operating Time merupakan peralatan yang menunjuk ketidakcocokan antara
Ideal Runtime dengan Actual Capacity Production. Rumus yang dapat digunakan
adalah :
........................................................(pers.1)
Loading Time = available time – planned downtime...................................(pers.2)
33
Loading Time = available time – (autonomous maintenance + istirahat +
preventive maintenance + idle time )
Operating Time = Loading time – unplanned downtime...............................(pers.3)
2. Performance (Efisiensi Kinerja)
Di ukur sebagai rasio antara kecepatan mesin secara aktual dengan kecepatan
mesin ideal.
Performance Rate
...................................................................(pers.4)
Keterangan:
ACP = A
IRT =
ACP(pcs/mnt) =
....................................................................(pers.5)
3. Quality (kualitas)
Kualitas akan dihitung dari banyaknya sampah produksi yang cacat dikarenakan
peralatan produksi yang akan d konversi ke waktu.
Quality Rate =
......................................................................(pers.6)
Keterangan:
TP = Total Production
DA = Defect Amount
4. Overall Equipment Effectiveness (OEE)
.......................................(pers.7)
Kontribusi terbesar OEE adalah sederhana, namun tetap komprehensif, mengukur
efisiensi internal dan dapat bekerja sebagai indikator proses perbaikan
berkelanjutan (Jonsson dan Lesshammar:1999). Kemudian ada pernyataan lain
bahwa OEE juga merupakan cara efektif menganalisa sebuah mesin tunggal atau
sebuah sistem permesinan terintegrasi (Tangen:2004). Bagaimanapun suatu
perusahaan mengharapkan mesin-mesin produksinya dapat beroperasi 100%
34
tanpa ada terjadinhya downtime, pada kinerja 100% tanpa ada speed losses,
dengan output 100% tanpa ada reject. Secara aktual nilai ini sangat sulit untuk
dicapai, akan tetapi bukan tidak mungkin hal ini dapat dicapai. Dalam mengukur
nilai OEE harus diikuti dengan komitmen untuk meminimalkan kerugian terhadap
mesin produksi ataupun proses dengan melakukan aktifitas sesuai TPM.
1.4. Teknik Perbaikan Kualitas
Manajemen kualitas juga sering disebut the problem solving. Manajemen kualitas
dapat digunakan sabagai metode dalam problem solving tersebut untuk suatu
perbaikan. Teknik-teknik dasar dalam metode tersebut yang dapat digunakan
antara lain Diagram Pareto, Histogram, Lembar Pengecekan (Check Sheet),
analisys matriks, Fishbone Diagram (sebab akibat), Peta kendali (Control Chart),
dan Analisis Kemampuan Proses. Berdasarkan tema yang akan dibahas maka
tidak semua teknik tersebut akan di gunakan, yaitu Diagram Pareto dan Fishbone
Diagram. Dimana kedua teknik tersebut dapat berdiri sendiri ataupun saling
membantu satu sama lain.
2.4.1 Diagram Fishbone (sebab-akibat)
Diagram sebab akibat atau fishbone pertama kali diperkenalkan oleh seorang
Profesor, yaitu Prof. Ishikawa dari Universitas Tokyo, oleh karena itu diagram
sebab akibat disebut juga dengan diagram Ishikawa atau diagram tulang ikan (fish
bone). Pembuatan diagram sebab akibat ini bertujuan agar dapat memperlihatkan
faktor- faktor penyebab (root cause) dan karakteristik kualitas yang
(effect) disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu (Wignjosoebroto:2003).
Umumnya Fishbone Diagram menggunakan 5 faktor yang disebut sebagai sebab
(cause) dari suatu akibat (effect). Kelima faktor tersebut ialah man
(manusia/tenaga kerja), method (metode), material (bahan), machine (mesin), dan
environment (lingkungan). Metode ini biasa dibuat dengan melakukan interview
terhadap orang yang terkait dan dapat berupa saran.. Diagram sebab-akibat dapat
digunakan untuk :
1. Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah,
35
2. Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah, dan
3. Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta-fakta lebih lanjut.
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat:
1. Tentukan masalah atau sesuatu yang akan diamati atau diperbaiki. Gambarkan
panah dengan kotak di ujung kanannya dan tulis masalah yang akan diamati
atau diperbaiki.
2. Cari faktor utama yang berpengaruh atau mempunyai akibat pada masalah atau
sesuatu tersebut. Tuliskan dalam kotak yang telah dibuat di atas dan di bawah
panah yang telah dibuat tadi.
3. Cari lebih lanjut faktor-faktor yang lebih rinci (faktor-faktor sekunder) yang
berpengaruh atau mempunyai akibat pada faktor utama tersebut. Tulislah
faktor-faktor sekunder tersebut di dekat panah yang menghubungkannya
dengan penyebab utama.
4. Dari diagram yang sudah lengkap, carilah penyebab utama dengan menganalisa
data yang ada.
Contoh Diagram Sebab Akibat yang nampak seperti tulang ikan yang juga sering
disebut Fishbone Diagram,dapat dilihat pada gambar 2.5 Fishbone Diagram :
Gambar 2.5 Fishbone Diagram (Diagram Sebab-Akibat) (Sumber :
Wignjosoebroto, Pengantar Teknik dan Manajemen Industri:2003)
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Laporan ini ditulis dengan langkah-langkah yang akan di gambarkan ke dalam
diagram dibawah ini. Isi dari diagram dibawah ini merupakan ikhtisar dari
penelitian yang akan dilakukan.
Gambar 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian
Studi Pendahuluan:
Mencari data laporan mesin yang berisi
kegiatan-kegiatan mesin produksi pouch
25 periode Agustus 2015 sampai dengan
Januari 2016
Memahami tiap kegiatan dalam laporan
yang dibuat oleh tiap operator
Identifikasi Masalah:
Mengamati 7 big losses yang terjadi
pada mesin pouch 25 Menganalisa penyebab terjadinya 7 big
losses pada mesin Menentukan batasan masalah dalam
penelitian
Landasan Teori:
Penjelasan mengenai sistem manajemen
pemeliharaan
Penjelasan tentang TPM
Penjelasan tentang OEE
Penjelasan tenteng perbaikan kualitas
Data dan Analisis:
Mengumpulkan data mengenai 7 big
losses terhadap mesin pouch 25 periode
Agustus 2015 sampai dengan Januari
2016
Mengukur atau menghitung nilai OEE
mesin pouch 25
Menganalisa dan mencari penyebab
permasalahan pada OEE
Simpulan dan Saran:
Membuat kesimpulan hasil perhitungan
dan analisis
STUDI
PENDAHULUAN
IDENTIFIKASI
MASALAH
LANDASAN
TEORI
DATA DAN
ANALISIS
SIMPULAN DAN
SARAN
37
1.1. Studi Pendahuluan
Observasi untuk penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2015 sampai dengan
Januari 2016 di PT. Unilever Indonesia HPC Liquid di mesin yang memproduksi
dengan kemasan pouch yaitu di mesin pouch 25. Kegiatan observasi dilakukan
atas ijin dari pimpinan area produksi untuk mendapatkan data yang akurat dari
hasil laporan kerja operator tiap mesin.
1.2. Identifikasi Masalah
Setelah melakukan analisa saat observasi laporan produksi talah didapatkan
bahwa banyak mesin produksi yang tidak mencapai target produksi yang telah
ditentukan oleh perusahaan. Maka dari itu peneliti akan menelusuri penyebab
mesin pouch 25 yang tidak dapat memenuhi target perusahaan dengan mengukur
efektifitas mesin menggunakan OEE dan menelusuri akar permasalahan dengan
menggunakan diagram fishbone (sebab-akibat).
1.3. Landasan Teori
Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari penelitian yang dilakukan
sebelumnya dengan pembahasan yang sama dan teori yang berkaitan untuk
mendukung dan memperkuat analisa penyelesaian masalah dengan
memperhatikan batasan-batasan penelitian yang telah ditentukan sebelumnya.
Teori-teori dalam penelitian ini didapatkan dari referensi-referensi dari sumber
yang terkait.
1.4. Data dan Analisa
Bagian ini peneliti menampilkan data yang kemudian akan di analisa dan
dijelaskan sehingga akan dilanjutkan untuk menelusuri penyebab masalah
sehingga dapat segera dilakukan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Data
yang telah dikumpulkan mengenai permasalahan yang terjadi pada mesin pouch
25 sesuai tujuan penelitian. Data-data tersebut merupakan data yang bersifat
umum didalam internal perusahaan. Data tidak memiliki kerahasiaan yang tinggi
akan tetapi sudah cukup dalam melakukan penelitian ini.
38
Gambar 3.2 Flow Chart Metodologi Penelitian
Mengukur Nilai
OEE
Membuat Analisa
Nilai OEE
Mencari Penyebab
Rendahnya Nilai OEE
Mencari Solusi Rendahnya
Nilai OEE
Membuat Saran dan Simpulan
Selesai
Mulai
Observasi
Identifikasi
Masalah
Pengumpulan
Data
Interview Pengumpulan Data
Laporan Mesin
Observasi Proses
Penulisan Laporan mesin
Pengolahan Data
Mengukur Nilai
Performance Ratio
Mengukur Nilai
Quality Ratio
Mengukur Nilai
Availability Ratio
Mengukur Nilai
Losses
39
1.5. Simpulan dan Saran
Tahap terakhir dari penelitian ini yaitu menjelaskan hasil simpulan dari penelitian
yang telah dilakukan yang kemudian peneliti akan memberi saran kepada pihak
perusahaan dan juga dapat digunakan dalam penelitian selanjutnya. Saran kepada
perusahan berupa usulan pengatasan masalah untuk meningkatkan nilai OEE dari
mesin pouch 25 yang diharapkan juga dapat di terapkan di mesin pouch lainnya
dengan masalah yang sama.
40
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
1.1. Profil Perusahaan dan Proses Produksi
PT Unilever Indonesia Tbk (perusahaan) dibangun tanggal 5 Desember 1933
dengan nama Zeepfabrieken N.V. Lever berdasarkan akta No. 33 yang dibuat oleh
Tn.A.H. van Ophuijsen, notaris di Batavia. Akta tersebut disahkan oleh Gubernur
Jenderal van Negerlandsch-Indie dengan surat No. 14 pada tanggal 16 Desember
1933, terdaftar di Raad van Justitie di Batavia dengan No. 302 pada tanggal 22
Desember 1933 dan beritakan di dalam Javasche Courant pada tanggal 9 Januari
1934 Tambahan No. 3.
Dengan akta No. 171 yang dibuat oleh notaris Ny. Kartini Mulyadi tertanggal 22
Juli 1980, nama perusahaan diganti dengan nama PT Unilever Indonesia. Dengan
akta no. 92 yang dibuat oleh notaris Tn. Mudofir Hadi, S.H. tertanggal 30 Juni
1997, nama perusahaan diubah menjadi PT Unilever Indonesia Tbk. Akta ini
disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan keputusan No. C2-
1.049HT.01.04TH.98 tertanggal 23 Februari 1998 dan diumumkan di Berita
Negara No. 2620 tanggal 15 Mei 1998 Tambahan No. 39.Kemudian PT.Unilever
Indonesia menyisihkan 15% dari sahamnya untuk di masukkan ke dalam Bursa
Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya setelah mendapat ijin dari Ketua Badan
Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) No. SI-009/PM/E/1981 pada tanggal 16
November 1981.
Saat PT.Unilever Indonesia mengadakan rapat yang dilakukan satu tahun sekali
dan tepatnya pada tanggal 24 Juni 2003, para investor yang memiliki saham di
perusahaanini bersepakat untuk melakukan pemecahanan saham, dengan
mengurangi nilai nominal saham dari Rp 100 per saham menjadi Rp 10 per
saham. Perubahan ini dibuat di hadapan notaris dengan akta No. 46 yang dibuat
41
oleh notaris Singgih Susilo, S.H. tertanggal 10 Juli 2003 dan disetujui oleh
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan
keputusan No. C-17533 HT.01.04-TH.2003.
PT.Unilever Indonesia menjadi perusahaan manufaktur yang memproduksi sabun,
deterjen, margarin, minyak sayur dan makanan yang terbuat dari susu, es krim,
makanan dan minuman dari teh dan produk-produk kosmetik. Sebagaimana
disetujui dalam Rapat Umum Tahunan Perusahaan pada tanggal 13 Juni, 2000,
yang dituangkan dalam akta notaris No. 82 yang dibuat oleh notaris Singgih
Susilo, S.H. tertanggal 14 Juni 2000, PT.Unilever Indonesia juga membangun
distributor-distributor utama perusahaan dan juga memfasilitasi berbagai bentuk
penelitian terhadap pemasaran. Akta ini disetujui oleh Menteri Hukum dan
Perundang-undangan (dahulu Menteri Kehakiman) Republik Indonesia dengan
keputusan No. C-18482HT.01.04-TH.2000.Perusahaan memulai operasi
komersialnya pada tahun 1933.
Rincian bisnis dan produk :
PT. Unilever Indonesia adalah suatu perusahaan yang memproduksi berbagai jenis
kebutuhan rumah tangga, makanan dan kosmetik. Produk yang paling di
unggulkan adalah produk rumah tangga untuk mencuci piring yaitu sabun cair
sunlight. Sebagian besar produksi sabun cuci piring sunlight berkemasan pouch
yang di produksi dengan mesin yang sama yaitu mespack.
42
Gambar 4.1 Produk Perusahaan
PT. Unilever indonesia memiliki beberapa bisnis yaitu memproduksi produk
kebutuhan rumah tangga yang berupa sabun cuci piring, sabun cuci baju, da
pembersih lantai. Untuk produk kosmetik dan personal care, perusahaan ini
memproduksi shampoo, conditioner, lotion, sabun mandi cair, serta perawatan
kosmetik lainnya. Sedangkan produk makanan berupa margarin, kecap, penyedap
makanan, dan berbagai jenis es krim. Seluruh produk tersebut di produksi di
pabrik yang berada di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Sedangkan yang di pabrik
Rungkut, Jawa Timur PT. Unilever memproduksi sabun batangan dan juga pasta
gigi. Sebagian dari produk diatas juga juga di ekspor dalam wilayah Asia. Selain
43
itu PT. Unilever juga mengimport beberapa produknya yang di produksi dari
negara lain untuk dijual di Indonesia.
Proses Produksi:
a. Penerimaan
Segala material yang digunakan dalam kebutuhan proses produksi di terima oleh
bagian substore. Ada dua jenis material yang akan diterima yaitu antara ke
butuhan packaging dan material mixing. Di bagian substore material di terima
yang kemudian di simpan dan didata untuk selanjutnya akan di kirim ke produksi
sesuai dengan kebutuhan produksi.
b. Penjadwalan
Penjadwalan dilakukan oleh bagian PPIC dari proses pemesanan barang, proses
produksi dilakukan, sampai barang Finish Good dikirim dan di terima oleh
konsumen.
c. Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan di PT. Unilever Indonesia HPC Liquid yaitu
proses mixing yang kemudian di lakukan proses packaging.
d. Inspeksi
Pemeriksaan kualitas produk dilakukan oleh bagian Quality Control. Bagian ini
bertugas memastikan kualitas produk susuai standar dari awal material datang
sampai produk di kirim dan diterima oleh konsumen.
e. Pengiriman
Pengiriman produk Finish Good dilakukan oleh bagian Delivery Control sehingga
produk dapat di terima oleh konsumen dengan tepat waktu sesuai jadwal.
1.2. Pengumpulan Data
44
Berdasarkan data output di bawah ini dapat dilihat bahwa pouch 25 memiliki
output paling sedikit, maka penilitian difokuskan pada mesin tersebut yang
kemudian dilakukan pengumpulan data.
Gambar 4.2 Persentase Output Mesin Pouch (Periode 1 Agustus 2015 s/d 31
Januari 2016)
Untuk mengumpulkan data dalam melakukan pengukuran nilai Overall
Equipment Effectiveness (OEE) dilakukan dengan pengambilan data yang sudah
ada seperti data planned downtime, Ideal Cycle Time dan Actual Cycle Time. Data
tersebut di ambil secara historikal dari laporan tiap mesin yang diisi oleh masing-
masing operator mesin.
Perusahaan memiliki mesin pouch sebanyak 28 mesin, tetapi beberapa mesin telah
dipindahkan ke pabrik lain. Mesin yang telah dipindahkan yaitu pouch 1,11, 12,
13, 20, dan 24. Sedangkan yang tidak dipindahkan yaitu pouch 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9, 10, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 23, 25, 26, 27, 28. Akan tetapi penelitian
difokuskan hanya pada mesin pouch 25. Status mesin juga dapat dilihat di dalam
tabel 4.1.
19.52
0
10
20
30
40
50
60
70
PO
UC
H 2
PO
UC
H 3
PO
UC
H 4
PO
UC
H 5
PO
UC
H 6
PO
UC
H 7
PO
UC
H 8
PO
UC
H 9
PO
UC
H 1
0
PO
UC
H 1
4
PO
UC
H 1
5
PO
UC
H 1
6
PO
UC
H 1
7
PO
UC
H 1
8
PO
UC
H 1
9
PO
UC
H 2
2
PO
UC
H 2
1
PO
UC
H 2
3
PO
UC
H 2
5
PO
UC
H 2
6
PO
UC
H 2
7
PO
UC
H 2
8
Per
senta
se O
utp
ut
(%)
Nama Mesin
45
Tabel 4.1 Status mesin pouch
No Mesin Status No Mesin Status
1 Pouch 1 Tidak ada 15 Pouch 15 Ada
2 Pouch 2 Ada 16 Pouch 16 Ada
3 Pouch 3 Ada 17 Pouch 17 Ada
4 Pouch 4 Ada 18 Pouch 18 Ada
5 Pouch 5 Ada 19 Pouch 19 Ada
6 Pouch 6 Ada 20 Pouch 20 Tidak ada
7 Pouch 7 Ada 21 Pouch 21 Ada
8 Pouch 8 Ada 22 Pouch 22 Ada
9 Pouch 9 Ada 23 Pouch 23 Ada
10 Pouch 10 Ada 24 Pouch 24 Tidak ada
11 Pouch 11 Tidak ada 25 Pouch 25 Ada
12 Pouch 12 Tidak ada 26 Pouch 26 Ada
13 Pouch 13 Tidak ada 27 Pouch 27 Ada
14 Pouch 14 Ada 28 Pouch 28 Ada
Data jam kerja pada mesin pouch 25 dapat dilihat di tabel 4.2 yang telah
dikonversi ke dalam jam dari total waktu satu bulan.
Tabel 4.2 Jam Kerja mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari 2016
Bulan
Jumlah
hari Total Shift
/ Hari
Jam
Kerja /
Shift
(jam)
Jumlah
Waktu
Kerja
(jam)
Februari 2015 28 3 8 672
Maret 2015 31 3 8 744
April 2015 30 3 8 720
Mei 2015 31 3 8 744
Juni 2015 30 3 8 720
Juli 2015 31 3 8 744
Agustus 2015 31 3 8 744
September 2015 30 3 8 720
Oktober 2015 31 3 8 744
November 2015 30 3 8 720
Desember 2015 31 3 8 744
Januari 2016 31 3 8 744
46
Sedangkan jumlah output produksi pada mesin pouch 25 per bulannya dalam
periode Februari 2015 sampai dengan Januari 2016 dapat dilihat di dalam tabel
4.3.
Tabel 4.3 Jumlah Produksi mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari 2016
Bulan Jumlah Produksi (pcs)
Februari 2015 873,360
Maret 2015 1,032,930
April 2015 1,415,210
Mei 2015 1,075,560
Juni 2015 1,243,310
Juli 2015 1,354,130
Agustus 2015 1,333,224
September 2015 1,008,360
Oktober 2015 1,029,912
November 2015 1,375,992
Desember 2015 478,464
Januari 2016 730,920
Dan pada tabel 4.4 dapat dilihat juga produk cacat yang telah dihasilkan oleh
mesin pouch 25. Data diambil dari laporan mesin periode Februari 2015 sampai
dengan Januari 2016.
Tabel 4.4 Jumlah Produk Cacat mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari
2016
Bulan Defect (pcs)
Waste (pcs) Reject (pcs) Total
Februari 2015 740 720 1,460
Maret 2015 3,270 360 3,632
April 2015 1,764 216 1,986
Mei 2015 2,032 408 2,441
Juni 2015 2,094 336 2,430
Juli 2015 1,456 384 1,849
Agustus 2015 1,672 288 1,962
September 2015 15,240 840 16,084
Oktober 2015 2,050 480 2,530
November 2015 1,836 504 2,347
Desember 2015 2,004 576 2,582
Januari 2016 5,878 432 6,310
47
1.3. Pengolahan Data dan Analisis
Langkah pertama dalam melakukan pengolahan data ini yaitu melakukan
pengukuran terhadap nilai Overall Equipment Effectiveness (OEE) terhadap mesin
pouch 25. Dalam mengukur OEE bergantung dari tiga ratio utama yang meliputi
Availability, Performance, dan Quality. Sehingga untuk mengukur nilai OEE
perlu di ketahui tiga ratio diatas terlebih dahulu.
Setelah didapatkan nilai OEE nya, maka selanjutnya diolah kembali terhadap nilai
losses (kerugian) sesuai yang telah dijelaskan di bab sebelumnya. Pengolahan
dilakukan dengan melihat dari hubungan nilai hasil pengukuran OEE dengan
losses tersebut serta kecenderungan terhadap losses tersebut.
Setelah diketahuinya nilai Availability, Performance, Quality dan Losses, maka
selanjutnya yaitu mencari penyebab-penyebab masalah yang berkaitan terhadap
nilai hasil pengukuran OEE.
2.3.1 Availability
Pengukuran nilai Availability dilakukan dengan berdasarkan persamaan yang
sudah dijelaskan di pembahasan sebelumnya. Yang kemudian dilakukan analisis
mengenai hasil pengukuran.
2.3.1.1 Pengukuran
Berikut adalah contoh perhitungan nilai Availability dari pouch 25 pada bulan
Februari 2015 berdasarkan persamaan-persamaan yang telah dibahas di bab 2
dengan menggunakan data yang disajikan pada Lampiran D Data Detail Mesin
Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari 2016.
Loading Time = available time – (autonomous maintenance + istirahat +
preventive maintenance + idle time ) ...........................................................(pers.2)
= 672 – (2.65 + 46.86 + 0 + 402.61) = 219.88 jam
Operating Time = Loading time – unplanned downtime...............................(pers.3)
= 219.88 – 36.36= 183.52 jam
.......................................................(pers.1)
= 83,46 %
48
Dengan menggunakan cara yang sama, nilai dari availability pada bulan Februari
2015 sampai dengan Januari 2016 dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Nilai Availability mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari 2016
Bulan
Loading
Time
(jam)
Total Unplanned
Downtime
(jam)
Operating
Time
(jam)
Availability
Rate
(%)
Februari 2015 219.88 36.36 259.61 83.46
Maret 2015 215.27 29.70 400.69 86.20
April 2015 292.46 32.85 155.32 88.77
Mei 2015 432.98 32.29 186.41 92.54
Juni 2015 195.57 40.25 155.32 79.42
Juli 2015 218.24 31.83 186.41 85.42
Agustus 2015 494.65 70.90 423.75 85.67
September 2015 332.53 40.15 292.38 87.93
Oktober 2015 413.85 55.20 358.65 86.66
November 2015 427.33 41.10 386.23 90.38
Desember 2015 184.12 39.84 144.28 78.36
Januari 2016 247.15 47.17 199.98 80.91
Rata – rata (%) 85.48
Target (%) 90
2.3.1.2 Analisis
Berikut hasil data nilai Availability dalam bentuk grafik.
Gambar 4.3 Grafik Nilai Availability Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari
2016
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Loading Time (/10jam)
Total Unplanned Downtime (jam)
Operating Time (/10jam)
Availability Rate (%)
Rata-rata (%)
Target (%)
49
Dengan berdasarkan gambar 4.1 grafik nilai availability pouch 25 periode
Februari 2015 sampai dengan Januari 2016 maka dapat dilihat bahwa tren nilai
availability ini memiliki pergerakan yang fluktuatif. Pergerakan nilai availability
yang fluktuatih ini banyak di pengaruhi oleh nilai loading time yang juga
dipengaruhi oleh nilai unplanned downtime. Untuk data detail dari grafik diatas
dapat dilihat di Lampiran A Data Grafik Analisis Nilai Availability.
2.3.2 Performance Rate
Pengukuran nilai Performance Rate dilakukan dengan berdasarkan persamaan
yang sudah dijelaskan di pembahasan sebelumnya. Yang kemudian dilakukan
analisis mengenai hasil pengukuran
4.3.2.1 Pengukuran
Berikut cara untuk mengetahui nilai performance ratio pouch 25 pada bulan
Februari 2015 dengan menggunakan data dari Lampiran D Data Detail Mesin
Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari 2016.
Actual Capacity Production (pcs/mnt)=
...............................(pers.5)
=
= 79 pcs/mnt
Performance Rate =
...............................................................(pers.4)
=
x 100%= 58.75 %
Dengan menggunakan langkah-langkah dan rumus yang sama maka hasil nilai
dari performance rate mesin pouch 25 periode Februari 2015 sampai dengan
Januari 2016 dapat di lihat dalam tabel 4.6.
50
Tabel 4.6 Nilai Performance Rate mesin Pouch 25 periode Februari 2015 –
Januari 2016
Bulan
Total
Produksi
(pcs)
Actual
Capacity
Production
(pcs/mnt)
Ideal Run
Time
(pcs/mnt)
Performance
Rate (%)
Februari 2015 873,360 79.32 135 58.75
Maret 2015 1,032,930 92.77 135 68.72
April 2015 1,415,210 90.85 135 67.30
Mei 2015 1,075,560 44.74 135 33.14
Juni 2015 1,243,310 133.41 135 98.83
Juli 2015 1,354,130 121.07 135 89.68
Agustus 2015 1,333,224 52.44 135 38.84
September 2015 1,008,360 57.48 135 42.58
Oktober 2015 1,029,912 47.86 135 35.45
November 2015 1,375,992 59.38 135 42.43
Desember 2015 478,464 55.27 135 40.94
Januari 2016 730,920 60.92 135 45.12
Rata – rata (%) 55.28
Target (%) 95
4.3.2.2 Analisis
Berikut ini adalah hasil nilai performance dari mesin pouch 25 dalam bentuk
gambar grafik.
Gambar 4.4 Grafik Nilai Performance Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari
2016
0
50
100
150
200
250
300
Total Produksi (/5,000pcs)
Actual Capacity Production (pcs/mnt)
Ideal Run Time (pcs/mnt)
Performance Rate (%)
Rata-rata (%)
Target (%)
51
Dengan memperhatikan tren dari gambar 4.4 grafik nilai performance pouch 25
periode Februari 2015 sampai dengan Januari 2016, maka dapat dilihat pada enam
bulan terakhir nilai performance sangat rendah. Nilai performance yang rendah
ini diakibatkan oleh perbedaan antara nilai actual capacity production dengan
nilai dari ideal run time yang sangat jauh. Nilai dari actual capacity production
tidak dapat mendekati nilai dari ideal run time dipengaruhi oleh besarnya nilai
minor stoppages dan reduced speed terhadap mesin. Untuk data detail dari grafik
diatas dapat dilihat di Lampiran B Data Grafik Analisis Nilai Performance.
2.3.3 Quality Rate
Pengukuran nilai Quality Rate dilakukan dengan berdasarkan persamaan yang
sudah dijelaskan di pembahasan sebelumnya. Yang kemudian dilakukan analisis
mengenai hasil pengukuran.
2.3.3.1 Pengukuran
Untuk mengetahui nilai dari Quality Rate dari mesin pouch 25 berdasarkan rumus
yang sudah dijelaskan di pembahasan sebelumnya dan menggunakan data dari
Lampiran D Data Detail Mesin Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari 2016,
maka untuk bulan Februari 2015 yaitu:
Quality Rate = –
...............................(pers.6)
= –
= 99,83 %
Dengan menggunakan cara perhitungan yang sama maka dapat dilihat juga nilai
dari Quality Rate mesin pouch 25 periode Februari 2015 sampai dengan Januari
2016 di dalam tabel 4.7.
52
Tabel 4.7 Nilai Quality Rate mesin Pouch 25 periode Februari 2015 - Januari
2016
Bulan Total Produksi
(pcs)
Defect Amount
(pcs)
Quality Rate
(%)
Februari 2015 873,360 1,460 99.83
Maret 2015 1,032,930 3,632 99.65
April 2015 1,415,210 1,986 99.86
Mei 2015 1,075,560 2,441 99.77
Juni 2015 1,243,310 2,430 99.80
Juli 2015 1,354,130 1,849 99.86
Agustus 2015 1,333,224 1,962 99.85
September 2015 1,008,360 16,084 98.40
Oktober 2015 1,029,912 2,530 99.75
November 2015 1,375,992 2,347 99.83
Desember 2015 478,464 2,582 99.46
Januari 2016 730,920 6,310 99.14
Rata – rata (%) 99.60
Target (%) 99
2.3.3.2 Analisis
Berikut ini adalah nilai dari quality rate pada mesin pouch 25 dalam bentuk
gambar grafik.
Gambar 4.5 Grafik Nilai Quality Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari 2016
Dengan melihat tren dari gambar 4.5 grafik nilai quality pouch 25 periode
Februari 2015 sampai dengan Januari 2016, maka dapat dilihat bahwa sebenarnya
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Total Produksi (/10,000pcs)
Defect Amount (/100pcs)
Quality Rate (%)
Rata-rata (%)
Target (%)
53
nilai dari quality ini tidak mengalami pergerakan yang siknifikan. Akan tetapi
pada bulan September 2015 terjadi penurunan. Hal ini terjadi karena dipengaruhi
oleh banyaknya nilai dari jumlah defect yang terjadi di mesin pouch 25. Untuk
data detail dari grafik diatas dapat dilihat di Lampiran C Data Grafik Analisis
Nilai Quality.
2.3.4 Overall Equipment Effectiveness (OEE)
Pengukuran nilai OEE dilakukan dengan berdasarkan persamaan yang sudah
dijelaskan di pembahasan sebelumnya. Yang kemudian dilakukan analisis
mengenai hasil pengukuran.
2.3.4.1 Pengukuran
Dengan diketahuinya nilai dari tiga ratio yang terdiri dari Availability,
Performance dan Quality maka dapat diukur juga untuk mengetahui nilai Overall
Equipment Effectiveness dari mesin pouch 25 periode Februari 2015 sampai
dengan Januari 2016. Berikut adalah cara untuk mengukur nilai OEE bulan
Februari 2015 berdasarkan data dari Lampiran D Data Detail Mesin Pouch 25
Periode Februari 2015 – Januari 2016.
OEE = Availability x Performance x Quality.............................................(pers.7)
= 83.46 % x 58.75 % x 99.83 % = 48.95 %
Dengan menggunakan cara yang sama maka dapat diketahui juga nilai OEE mesin
pouch 25 periode Februari 2015 sampai dengan Januari 2016, nilai OEE dapat
dilihat didalam tabel 4.8 dibawah ini.
Tabel 4.8 Nilai OEE mesin Pouch 25 periode Februari 2015-Januari 2016
Bulan Availability
(%)
Performance
(%)
Quality Rate
(%)
OEE
(%)
Februari 2015 83.46 58.75 99.83 48.95
Maret 2015 86.20 68.72 99.65 59.03
April 2015 88.77 67.30 99.86 59.66
Mei 2015 92.54 33.14 99.77 30.60
Juni 2015 79.42 98.83 99.80 78.33
Juli 2015 85.42 89.68 99.86 76.50
Agustus 2015 85.67 38.84 99.85 33.23
September 2015 87.93 42.58 98.40 36.84
54
Bulan Availability
(%)
Performance
(%)
Quality Rate
(%)
OEE
(%)
Oktober 2015 86.66 35.45 99.75 30.65
November 2015 90.38 42.43 99.83 38.28
Desember 2015 78.36 40.94 99.46 31.91
Januari 2016 80.91 45.12 99.14 36.20
Rata – rata (%) 46.68
Minimal (%) 65
Target (%) 85
2.3.4.2 Analisis
Hasil dari pengukuran nilai OEE disajikan dalam bentuk gambar grafik dan dapat
dilihat di dalam gambar 4.6.
Gambar 4.6 Grafik Nilai OEE Pouch 25 Periode Februari 2015 – Januari 2016
Berdasarkan gambar grafik diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar nilai OEE
yang didapat dalam periode 1 tahun yaitu berada dibawah 65%. Pada kategori
OEE menurut Hansen (2001), nilai yang berada dibawah 65% tersebut tidak dapat
diterima, karena menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan dan daya saing
perusahaan yang sangat rendah.
Diantara ketiga nilai availability, performance dan quality yang menghasilkan
nilai OEE pada mesin pouch 25, nilai yang paling signifikan mempengaruhi
penurunan nilai OEE yaitu nilai dari performance. Hal ini dapat dilihat dari nilai
rata-rata pada periode Februari 2015 sampai dengan Januari 2016 yaitu sebesar
0
20
40
60
80
100
120
Availability Rate (%)
Performance Rate (%)
Quality Rate (%)
OEE (%)
Rata-rata (%)
Minimal (%)
Target (%)
55
55.15% lebih rendah di bandingkan dengan nilai availability sebesar 85.48% dam
nilai quality sebesar 99.60%.
2.3.5 Analisis Losses
Dalam analisis OEE, terdapat losses yang dapat dilihat di dalam gambar 4.7 dan
data perhitungan dapat dilihat di dalam data gambar OEE matrix di Lampiran E
Data Overall Equipment Effectiveness Matrix.
Gambar 4.7 Matriks Overall Equipment Effectiveness dengan Menggunakan
Rata-Rata Jam Kerja Aktual Bulan Februari 2015 – Januari 2016
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa dengan rata-rata waktu kerja yang telah
direncanakan pada bulan Februari 2015 – Januari 2016 sebesar 18.370,15 menit,
jumlah waktu yang digunakan untuk produksi Pouch 25 adalah sebesar 15.745,15
menit dan rata-rata waktu breakdown serta set-up time yang terjadi sebesar 2,625
menit. Dari rata-rata waktu yang digunakan untuk produksi, terdapat losses jenis
minor stoppage dan speed losses sebesar 7.750,48 menit. Rata-rata waktu
terbuang yang diakibatkan oleh losses idling and minor stoppages dan reduced
speed didapatkan dari selisih rata-rata operating time yang digunakan untuk
produksi dengan rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi pada tiap
bulannya berdasarkan jumlah produk pada tiap bulannya dengan mengacu pada
ideal run time. Sedangkan waktu yang digunakan untuk memproduksi produk
baik yaitu sebesar 7.991,25 menit dan losses reduced yield yang memiliki satuan
0.00 5,000.00 10,000.00 15,000.00 20,000.00
Planned
production …
Operating time
Net operating
time
Value
operating time
18,370.15
15,745.15
7,994.67
7,991.25
2,625.00
7,750.48
3.42 Rata-rata
jam kerja
aktual per
bulan
Losses
56
pcs, jika dikonversikan ke dalam satuan menit akan menghasilkan nilai 3,42
menit.
Pada gambar 4.7 dapat dilihat bahwa nilai losses yang paling signifikan dalam
mempengaruhi nilai OEE ialah nilai dari losses idling and minor stoppages dan
reduced speed (dibandingkan dengan nilai losses breakdown, set-up time dan
reduced yield). Losses reduced speed adalah suatu kondisi dimana mesin
dijalankan dengan menggunakan kecepatan yang tidak sesuai dengan ketentuan
perusahaan. Biasanya actual speed lebih rendah dibandingkan dari kecepatan
yang sudah ditentukan oleh perusahaan (ideal run time). Sedangkan losses idling
and minor stoppages adalah ketika terjadinya pemberhantian mesin atau
kemacetan mesin yang terjadi karena material kemasan pouch nyangkut di bagian
sealing pada mesin sehingga menyebabkan terjadinya penyumbatan sehingga
operator mesin harus melakukan pembersihan pada jalur material kemasan pouch
di dalam mesin tersebut untuk kemudian dilakukan pengaturan ulang terhadap
mesin untuk dioprasikan kembali. Dengan adanya kejadian tersebut maka
diperlukan suatu analisis untuk mengurai dan memperdalam penyebab-penyebab
terjadinya losses idling and minor stoppages losses dan reduced speed yang
mempengaruhi nilai OEE.
2.3.6 Analisis dengan Fishbone Diagram
Analisa ini dilakukan secara langsung di mesin pouch 25 dan kemudian dilakukan
wawancara terhadap karyawan yang terkait termasuk karyawan operator mesin,
karyawan bagian pengepakan, karyawan bagian teknik, bagian quality control dan
supervisor di area tersebut. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan salah
satunya mungkin menjadi penyebab dari terjadinya penurunan nilai OEE. Agar
hasil analisis sesuai dengan tujuan dari penellitian maka dibutuhkan suatu metode
analisis yang sesuai dengan data yang telah dikumpulkan sehingga akan lebih
memudahkan dalam melakukan identifikasi penyebab masalah. Maka dari itu
dibuatlah Diagram Sebab Akibat atau juga disebut Fishbone Diagram yang
kemudian akan dirumuskan rencana perbaikan untuk mengatasi akar
permasalahan.
57
Wawancara dilakukan kepada supervisor area dan juga kepada operator mesin.
Dari hasil wawancara kemudian data tersebut di kelompokkan ke beberapa
parameter pada Fishbone Diagram. Parameter tersebut meliputi material, mesin,
manusia dan metode. Jadi keempat parameter tersebut dipilih karena merupakan
parameter yang paling sesuai dengan data hasil wawancara penulis terhadap
supervisor area dan juga operator mesin.
Gambar 4.8 Diagram Akar Permasalahan
Gambar 4.9 Diagram Akar Permasalahan Berdasarkan Parameter Mesin
58
Hasil dari Fishbone Diagram dengan parameter mesin pada gambar 4.9 memiliki
lebih banyak data dikarenakan hasil dari wawancara terhadap supervisor area dan
operator mesin lebih banyak mengarah ke masalah yang terjadi terhadap mesin itu
sendiri. Maka menghasilkan data yang didapat paling banyak merupakan data
berdasarkan parameter mesin. Berikut uraian penyebab rendahnya nilai OEE
berdasarkan dari empat aspek yang meliputi:
Manusia
Pengawasan buruk terhadap proses produksi dan juga terhadap karyawan itu
sendiri. Pengawasan terhadap proses produksi buruk dikarenakan penambahan
beban kerja terhadap karyawan sebagai operator mesin. Sedangkan pengawasan
terhadap karyawan berdasarkan pengamatan yang dilakukan yaitu belum adanya
pengawasan yang ketat dari pihak perusahaan untuk terus mengawasi karyawan
selaku operator mesin selalu berada ditempatnya untuk mengawasi proses
produksi pada mesin.
Kurangnya pengetahuan kerja menyebabkan kurang tanggapnya sikap dari
karyawan operator mesin ketika terjadi suatu kondisi yang menggangu proses
produksi. Hal ini juga diakibatkan karena kurangnya pelatihan kerja terhadap
operator mengenai pengetahuan mesin. Sedangkan kurangnya pelatihan kerja
diakibatkan oleh sering terjadinya pergantian operator dikarenakan habis masa
kerjanya.
Kelalaian operator dalam melakukan perawatan mesin diakibatkan oleh kurang
pahamnya operator terhadap pentingnya untuk melaukan perawatan mesin untuk
menjaga kelancaran proses produksi.
Material
Kualitas material yang tidak stabil disebabkan oleh kurangnya pengawasan
terhadap material yang di terima.
Ditemukannya material yang cacat sehingga mempengaruhi dari kualitas output
itu sendiri. Misalnya kendornya gulungan rol plastik material pembungkus
produk. Seharusnya material yang cacat dapat di sortir terlabih dahulu sehingga
tidak mengganggu proses produksi. Hal ini terjadi karena pengecekan material
tidak dilakukan secara menyeluruh.
59
Metode
Tidak adanya standar waktu pembersihan menyebabkan tingginya waktu
pembersihan terhadap mesin yang secara langsung menyebabkan berkurangnya
waktu untuk melakukan proses produksi. Selain itu juga standar bersih yang
berbeda atara operator.
Cara penyetelan mesin yang tidak sama menyebabkan tidak terjaganya kondisi
mesin. Misalnya jika rol plastik kemasan tidak pas, operator A melakukan
penyetelan hanya pada sisi kanan sedangkan operator B melakukan penyetelan
pada sisi sebelah kiri, hal ini akan menyebabkan operator melakukan penyetelan
secara terus menerus setelah bergantinya operator sehingga menimbulkan
banyaknya waste dan waktu penyetelan terhadap mesin.
Serah terima mesin terhadap operator lain yang tidak menyeluruh menyebabkan
operator yang akan mengoperasikan mesin tidak memahami secara menyeluruh
terhadap mesin yang akan dioperasikannya sehingga dapat mengakibatkan
terjadinya kerusakan mesin.
Mesin
Terjadinya keausan terhadap spare part mesin karena terus dipaksakan untuk
melakukan proses produksi. Keausan ini terjadi pada bagian top puncher yang
berfungsi untuk membuat lubang gantung. Saat dilakukan perawatan mesin bagian
ini tidak dilakukan penggantian karena tidak adanya stok spare part.
Planned Maintenance (PM) yang tidak efektif terjadi karena perawatan tidak
dilakukan secara menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh kurangnya stok spare part
mesin produksi. Pada poch 25 yang terjadi yaitu tidak adanya stok pisau untuk
membuat lubang gantung kemasan pouch.
Mesin tidak dapat beroperasi secara maksimal dikarenakan adanya penyetelan
mesin yang salah dan pengurangan kecepatan mesin yang dilakukan karena
terjadinya cipratan dari produk. Selain itu cipratan produk juga mengakibat mesin
di berhentikan untuk dilakukan pembersihan. Cipratan produk terjadi karena tidak
adanya fitur Jet Cutter yang berfungsi menghilangkan tetesan sisa produk pada
Filler mesin. Penyebab lain mesin tidak dapat beroperasi secara maksimal yaitu
dikarenakan oleh reel film yang tersangkut di pisau top puncher. Hal ini
60
disebabkan oleh tumpulnya pisau top puncher dan masih panasnya reel film yang
akan dibuat lubang gantung. Tumpulnya pisau top puncher terjadi karena tidak
dilakukan penggantian saat dilakukannya perawatan mesin karena tidak adanya
stok spare part. Sedangkan panasnya reel film diakibatkan oleh cooler plate yang
tidak dapat mendinginkan reel film. Suhu cooler plate tidak dapat dikontrol
karena tidak adanya temperatur kontrol. Temperatur kontrol hanya terdapat di
mesin chiller di luar ruang produksi.
1.4. Rencana Tindakan Perbaikan Untuk Meningkatkan Nilai OEE
Dengan melihat gambar Diagram Sebab Akibat maka tindakan perbaikan dalam
upaya untuk meningkatkan nilai OEE terhadap mesin pouch dapat dilakukan
seperti dalam table 4.9.
Tabel 4.9 Rencana Tindakan Peningkatan Nilai OEE
Permasalahan Rencana Tindakan Perbaikan
Tidak adanya temperatur kontrol cooler
plate
Dibuat sistem pendinginan cooler plate
di mesin dengan disertai temperatur
kontrol
Tidak adanya stok pisau top puncher Mempersiapkan part mesin yang akan
digunakan sebelum melakukan PM
Tidak ada standar waktu dan standar bersih
terhadap mesin
Membuat standar waktu dan standar
bersih terhadap mesin yang kemudian
di sosialisasikan ke operator lainya.
Terjadi cipratan produk Pemasangan fitur Jet Cutter pada mesin
pouch 25
1.5. Nilai OEE yang Didapat Tanpa Lossspeed
Pada gambar 4.10 merupakan grafik nilai OEE yang akan didapat jika loss speed
yang merupakan loss terbesar dapat dihilangkan dengan usulan tindakan diatas.
Perhitungan ini dihitung dengan menggunakan data dari bulan Januari 2016
dengan asumsi tanpa terjadinya Loss Speed, yang kemudian dibandingkan dengan
data sebenarnya dari bulan Januari 2016 (termasuk Loss Speed). Data hasil
perhitungan dapat dilihat di dalam table 4.10.
61
Tabel 4.10 Data Grafik Bulan Januari dengan dan tanpa Loss Speed
Gambar 4.10 Grafik Bulan Januari dengan dan tanpa Loss Speed
Gambar 4.10 grafik bulan Januari dengan dan tanpa Loss Speed merupakan
perbandingan dari data mesin pouch 25 pada bulan Januari 2015 dengan data yang
sama kecuali loss speed dan output.
61
135
80.91 80.91
45.12
100 99.14 99.61
36.2
80.6
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Before After
Actual Capacity Production (pcs/min)
Availability Rate (%)
Performance Rate (%)
Quality Rate (%)
OEE (%)
62
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Berikut akan dibahas mengenai kesimpulan dari keseluruhan penelitian ini serta
saran yang akan diusulkan oleh penulis
1.1. Kesimpulan
Dari hasil pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan oleh penulis maka
dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut:
1. Dari periode penelitian yang dilakukan (Februari 2015 – Januari 2016) di
dapatkan rata-rata Nilai Availability 85.48%, Nilai Performance 55.28%, dan
Nilai Quality 99.60%. Sehingga nilai rata-rata OEE sebesar 46.68% dibawah
65%
2. Penyebab akar permasalahan rendahnya nilai OEE adalah sebagai berikut:
Tidak adanya temperatur kontrol cooler plate
Waktu idling and minor stoppage losses dan reduce speed disebabkan oleh
terjadinya kondisi tidak normal misalnya keausan komponen dari mesin
yang terus dijalankan karena tidak tersedianya spare part komponen mesin
itu sendiri.
Waktu pembersihan dan setup yang lama dikarenakan tidak adanya standar
waktu dan standar bersih terhadap mesin
Terjadi cipratan produk yang keluar dari kemasan
3. Tindakan perbaikan yang tepat untuk meningkatkan nilai OEE adalah
Dibuat sistem pendinginan cooler plate di mesin dengan disertai
temperatur kontrol
Mempersiapkan part mesin yang akan digunakan sebelum melakukan PM
Membuat standar waktu dan standar bersih terhadap mesin yang kemudian
di sosialisasikan ke operator lainya.
Pemasangan fitur Jet Cutter pada mesin pouch 25
63
1.2. Saran
Dengan melihat hasil dari pengolahan data dan analisa penulis memberikan saran
sebagai berikut:
Perusahaan dapat melakukan perhitungan nilai OEE terhadap semua mesin,
agar dapat diketahui nilai efektifitas dari setiap mesin di dalam perusahaan
tersebut yang kemudian dapat dilakukan evaluasi secara terus menerus
terhadap kegiatan yang disarankan sehingga nilai OEE dapat ditingkatkan.
64
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, Sofjan. (2004). Manajemen Produksi dan Operasi, edisi revisi. Jakarta:
Lembaga Penerbit FE UI.
Blanchard. (1997). Logisticts Engineering And Management, sixth edition. New
Jersey: Pearson Prentice Hall.
Heizer, Jay., & Render, Barry. (2001). Operation Management, sixth edition. New
Jersey: Pearson Prentise Hall.
Jonsson, Patrick., & Lesshammar, Magnus. (1999). Evaluation and improvement
of manufacturing performance measurement systems - the role of OEE.
International Journal of Operations & Production Management, Vol. 19
No. 1, pp. 55-78.
Kahamba, & Ahuja. (2008). Total Productive Maintenance. International Journal
of Quality and Reability Management, Vol. 25 No.7.
Krawczyk, Joanna. (2013). The Autonomous Maintenance. International
Journalof Innovation of Business.
Ljungberg, Orjan. (1998). Measurement of Overall Equipment Effectiveness as a
Basis for TPM Activities. International Jounrnal of Operations and
Production Management.
Nakajima, Seiichi. (1988). Introduction to Total Productive Maintenance (TPM).
Cambridge: Productivity Press Inc.
Sentono, Prawiro. (2001). Manajemen Operasi, edisi ketiga cetakan pertama.
Jakarta: Bumi Aksara.
Suzaki, Kyoshi. (2001). Penerapan Perbaikan Berkesinambungan : Penerapan
Perbaikan Berkesinambungan disadur oleh Jahja Kristianto. Jakarta:
PQM Consultants.
Tampubolon, Manahan P. (2004). Manajemen Operasi, edisi pertama. Indonesia:
Ghalia.
65
Tangen, Stefan. (2004). Evaluation and revision of performance measurement
systems. Stockholm, Sweden: Doctoral Disertation, KTH, Production
Engineering.
Unilever Indonesia. (2016). Sejarah kami. Retrieved February 1, 2016, from
Unilever Indonesia Official Web site: http://www.unilever.co.id
Venkatesh, Jindal. (2007). An Introduction to Total Productive Maintenance
(TPM).
Wignjosoebroto, Sritomo. (2003). Pengantar Teknik dan Manajemen Industri.
Edisi 1. Guna Widya, Surabaya.